Pagi di hari Minggu yang tidak seindah perasaan Daniel ketika membersihkan kamar anak sulungnya. Ia menemukan sebuah barang yang ia tahu persis apa itu. Pikirannya mulai kacau."Kak! Kak Guanlin!" teriak Daniel.
Guanlin datang ke kamarnya bingung masih dengan menggunakan celemek memasaknya dan pisau di tangan kanannya.
Daniel memaksakan senyumnya, menyuruh Guanlin duduk di kasur yang membuat Guanlin makin bingung ada apa sebenarnya.
Sorot mata Daniel yang teduh membuat diri Guanlin tidak memiliki pemikiran macam-macam, ia tersenyum.
"Kenapa, pa? Kok ngeliatin Guanlin gitu?"
"Papa mau tanya sesuatu, tapi kakak janji ya gak akan marah dan harus jawab jujur. Janji?"
Guanlin tampak mempertimbangkan tawaran Daniel, sebelum kemudian ia mengangguk setuju. Pisau dan celemek yang ia bawa, diletakkan di tempat kosong sebelahnya.
"Papa gak marah kok. Cuma kecewa sama kakak. Kakak mau tau kenapa?"
Suara Daniel mulai terdengar parau. Dilihatnya Daniel mulai menitikan air mata dan tangan kirinya yang terlihat meremas sesuatu.
"M-maksud papa?"
"Ini apa?"
Guanlin terbelalak melihat apa yang seharusnya papanya tidak ketahui. Ia mulai panik. Mencari seribu alasan terbaik untuk diutarakan atas benda haram tersebut.
"Papa gak mau kelepasan lagi kaya waktu itu, makanya papa mau kakak bicara baik-baik sekarang."
Guanlin tertunduk. Gagal sudah usahanya mengutarakan alasan yang selama dua menit tadi ia pikirkan.
"Kak!" Daniel meninggikan suaranya. "Jawab papa!"
Tubuh Guanlin bergetar, matanya terpejam hampir menangis. Tangannya menggenggam erat tangan Daniel. Menciumi tangan Daniel dan merapalkan kata maaf berkali-kali.
Daniel yang sudah menangis itupun merasa gagal mendidik dan menjaga Guanlin, putra sulungnya.
Di ambang pintu, Herin yang melihat kejadian itu hanya terdiam tanpa dapat berbuat apa-apa sambil memeluk boneka teddy bear-nya.
"Kenapa sih, kak?"
"Maaf, pa... Maafin Guanlin..."
Daniel mengangguk pelan, mengelus puncak kepala Guanlin sambil menggumamkan doa terbaik bagi anaknya tersebut.
"Kakak mau kan ninggalin ini? Papa mohon. Ini gak akan baik buat kakak kedepannya."
"Pa..."
"Kak..."
Walau dirasa berat, Guanlin mengangguk patuh. Guanlin dan Daniel menuju halaman belakang untuk bersama-sama membakar barang haram tersebut.
"Adek Herin di kamar dulu. Papa mau sama Kak Guanlin bentar ya."
Tanpa membalas ucapan Daniel, Herin langsung pergi menuju kamarnya.
"Pa, Guanlin betul-betul minta maaf. Guanlin khilaf... Guanlin kalap sama keadaan waktu itu."
Daniel memeluk erat Guanlin yang menangis sebelum semburat merah panas itu membakar barang haram tersebut.
"Papa bakal banyak luangin waktu buat kakak okei? Papa mau kakak jadi Guanlin yang dulu."
Guanlin mengangguk lemah. "Maaf ya, pa..."
"Iya, sayang. Udah jangan nangis ah, udah mimpi basah juga."
Daniel meledek Guanlin yang membuatnya kembali tersenyum.
ㅡㅡ
ini daniel baik bgt sumpah:')) huhu mau jadi anak papa niel jugaaaaaaaa
kalo suka sama ceritanya, vomment yuk! thank youu xx
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Ayah: Days Out ㅡ kang daniel [✅]
Short Story[ Ayah series #2 ] Kang Daniel with his adult children. ©dankewoojin, 2018