Melihat keadaan keluarga kecilnya sekarang, Guanlin merasa ingin menyusul Mamanya saja di surga. Ia tidak pernah merasa lebih kesal dari ingin melihat Daniel dan adiknya terbaring lemah di ranjang besi dengan ruangan beraroma obat-obatan.Guanlin menangis dengan membelakangi Daniel walau Chungha terus mengusap punggung Guanlin menenangkan.
"Papa kamu gak apa-apa. Adek Herin juga. Kamu berdoa terus ya."
Guanlin mengangguk pelan. Tubuhnya bergetar, hatinya merasa sakit, dan dadanya sesak. Tidak sanggup melihat Daniel dan adik kecilnya terbaring lemah dengan beberapa alat rumah sakit di tubuhnya.
Pemuda jangkung itu perlahan melangkah untuk mendekat pada Herin dan memeluknya erat. Air matanya kembali mengalir membasahi pakaian biru telur asin milik adiknya.
"Bangun, sayang. Kakak Guan ada di sini nemenin Herin," ucap Guanlin lirih, tangannya membelai surai Herin lembut.
Guanlin bergantian menuju Daniel yang sama-sama masih belum siuman. Ia genggam tangan Daniel erat dan menciumnya beberapa kali. Memorinya berputar pada banyak kejadian dimana Daniel selalu ada untuknya tanpa mempedulikan dirinya sendiri.
"Papa kan hebat. Jadi, ayo sekarang bangun ya. Kakak kangen, papa..."
ㅡㅡ
Saking lelahnya karena terus menangis, Guanlin tertidur di samping ranjang Herin dengan tangan kanannya menopang kepalanya. Sampai Jaehwan harus membangunkan Guanlin agar anak tersebut tidak merasa pegal saat bangun.
"Tidur di sofa aja. Om Jaehwan sama Tante Chungha yang jagain mereka," ucap Jaehwan pelan yang dibalas anggukan Guanlin.
"Papa sama adek belum siuman juga, Om?"
Jaehwan menggeleng pelan. "Mungkin mereka masih kepingin tidur karena kecelakaan kemarin. Berdoa terus ya."
"Iya, Om. Ohiya, Papa kecelakaan karena apa sih?"
Tubuh Jaehwan menegang ketika Guanlin bertanya. Bukannya menjawab, Jaehwan malah tersenyum dan menyuruh Guanlin untuk tidur kembali.
"Tante Chungha pasti tau kan?"
Netra Chungha membulat dan menggeleng dengan cepat. Ia tidak mau kelepasan saat bicara. Ia juga tahu karena Jaehwan sudah cerita semua soal Guanlin dan Herin.
Helaan napas pelan terdengar dari Guanlin yang putus asa, tanpa menuntut lagi pada teman Daniel tersebut.
Sejujurnya Jaehwan merasa kasihan pada Daniel yang kadang mendapat perlakuan tidak semestinya dari anak sulungnya tersebut. Apalagi kalau sudah menyangkut anak bungsu perempuannya. Rasanya Jaehwan ingin menangis saja. Ketika bercerita dengan sang istri apa yang sebetulnya terjadi dengan keluarga Daniel, istri Jaehwan malah yang menangis. Banyak cerita yang Daniel sampaikan pada Jaehwan soal anak lelaki satu-satunya itu. Makanya ketika Guanlin tinggal dengan Jaehwan, ia akan menjaga Guanlin dengan benar dan mencoba menanamkan bagaimana sejatinya lelaki berbuat dan lelahnya sebagai lelaki. Jaehwan harap, Guanlin tidak harus menyalahkan Herin lagi yang sejatinya menjadi beban bagi Daniel.
"Kasian Daniel, ay... aku gak tega liatnya."
Kali ini Chungha menangis dipelukan Jaehwan melihat teman satu angkatan suaminya itu. Jaehwan mengangguk mengerti, mengelus pelan punggung Chungha.
"Tadi pas Daniel hubungin kamu, dia jelasin kenapa bisa kecelakaan?" tanya Chungha pelan.
"Iya. Setelah itu, Daniel diem gak ngomong apa-apa lagi tapi telepon masih nyala."
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Ayah: Days Out ㅡ kang daniel [✅]
Short Story[ Ayah series #2 ] Kang Daniel with his adult children. ©dankewoojin, 2018