17; approach

1K 205 16
                                    


Sesuai kesepakatan, Daniel bersiap untuk menemui Sejeong di kafe dekat rumah Jaehwan. Memang jauh, tapi apa salahnya untuk lebih mengenal Sejeong. Apalagi hubungan mereka sudah lumayan lebih dekat setelah aksi comblang Chungha antara Daniel dan Sejeong beberapa minggu lalu.

Daniel mengetik pesan terlebih dulu untuk dikirimkan pada atasannya di tempat dia bekerja sebagai tanda izin.

"Oke!"

Ah ya, Herin tidak ikut dengan Daniel dan lebih memilih untuk dititipkan di rumah ibunya yang jaraknya tidak terlalu jauh. Alasan lainnya karena dari sejak seminggu yang lalu Herin merengek minta menginap di rumah Neneknya, katanya rindu.

Daniel melajukan mobil miliknya menuju arah rumah Jaehwan dengan kecepatan standar sambil menikmati espresso yang sempat ia beli lebih dulu dan alunan musik genre folk yang menenangkan. Sesekali ia melihat ke arah kaca spion di atasnya untuk memperhatikan penampilannya, apakah sudah cocok atau belum.

Daniel juga tetaplah laki-laki normal. Jantungnya begitu gugup ketika mobilnya sudah terparkir di halaman yang cukup luas di depan kafe tersebut. Sekali lagi Daniel mengatur kemeja polos berwarna biru langitnya juga menata kembali rambutnya yang sedikit berantakan.

Helaan napas Daniel terasa semakin berat ketika memasuki kafe bernuansa estetik itu dan melihat punggung wanita yang dikenalkan Chungha beberapa waktu lalu. Walau hanya melihat punggungnya saja, Daniel tahu kalau dia adalah Sejeong.

Calon istrinya, mungkin.

"Hai."

Sapaan Daniel membuyarkan lamunan Sejeong yang sedang memperhatikan jalanan melalui kaca jendela.

Sejeong tersenyum sumringah. "Hai. Daniel?"

Daniel mengangguk pasti. Kemudian memposisikan diri duduk di hadapan Sejeong yang sama-sama tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, Sejeong lebih menawan dilihat secara langsung, begitu juga Daniel.

Mereka memulai pembicaraan mulai dari perkenalan diri (lagi) hingga obrolan-obrolan ringan yang membuat mereka tertawa. Daniel merasakan kenyamanan bersama Sejeong sejauh ini. Sejeong yang murah senyum, membuat hati Daniel merasa sangat tenang ketika melihatnya. Apalagi Sejeong memiliki eyes smile yang indah.

Sama seperti Daniel.

Keheningan melanda mereka berdua setelah Daniel selesai menghabiskan makanannya, dan Sejeong yang masih sibuk dengan makanannya. Tapi tatapan Daniel tidak bisa bohong. Atensinya terus tertuju pada wanita seusianya itu hingga kedua ujung bibir Daniel terangkat.

"Maaf ya, saya kalo makan suka lama," ucap Sejeong yang diangguki maklum oleh Daniel.

Daniel mengetuk-ketukkan jarinya di meja sambil masih menunggu Sejeong makan. Ia tipe orang yang tidak mau menganggu orang lain ketika makan dengan bicara. Jadi, Daniel memilih diam sambil memandangi jalanan yang lumayan ramai lewat jendela dan sesekali melirik Sejeong.

"Sudah! Hehehe."

Daniel otomatis ikut tersenyum juga ketika Sejeong tersenyum. Entahlah, seperti ada gravitasi yang membuat Daniel melakukan hal itu. Tapi Daniel senang melakukannya.

"Kamu tau kalo saya janda, Dan?"

Daniel cukup gelagapan mendengar pertanyaan Sejeong. Bukan apa-apa, Daniel yang notabene adalah laki-laki saja masih merasa canggung menyebut dirinya sebagai duda, apalagi Sejeong.

"Tau. Kata Chungha."

Sejeong mengangguk pelan sebelum meneguk habis jus stroberi yang dia pesan. Kemudian tatapan mereka bertemu yang membuat Daniel merasa tubuhnya kaku sekali.

Bagaimana bisa ada wanita secantik Sejeong hadir di dunia ini? Bahkan, Daniel akui, almarhumah istrinya berada satu level di bawah Sejeong.

Keduanya hanya saling tersenyum. Sejeong mengulum bibirnya, seperti menunggu ucapan-ucapan Daniel.

"A-ah, y-yaaa. Kamu juga tau saya duda kan?"

"Tau. Sering ngobrol kok sama Guanlin kalo lagi main ke rumah Chungha. Dia ganteng ternyata gennya memang seperti ini."

Tawa canggung keluar dari mulut Daniel. Bagaimana bisa Sejeong sefrontal ini, menurutnya. Tapi memang benar, banyak yang bilang kalau gen Guanlin memang luar biasa. Ya karena dirinya yang memang good looking. Ah, jangan lupakan gen Mama Guanlin juga yang tidak kalah bagus.

"Bisa aja kamu. Ohya, agenda kamu setelah ini mau kemana?" tanya Daniel.

"Gak ada. Saya--"

"Gimana kalo mulai sekarang jangan sebut saya. Tapi aku? Biar lebih akrab gitu," usul Daniel.

Sejeong sempat berpikir sebentar, tapi kemudian menyetujuinya.

"Jadi, gimana kalo kita jalan-jalan? Hitung-hitung, kita bisa ... kenal lebih jauh?"

Daniel gugup sekali ketika mengatakan itu. Ia tidak pernah segugup sekarang setelah mengucap akad bertahun-tahun yang lalu.

"Boleh. Kemana?"

"Kemana aja. Terserah kamu."

"Baiklah, Daniel. Bentar aku masukin ini dulu."

Sejeong memasukkan barang-barang yang sempat ia keluarkan tadi dari tasnya sebelum Daniel berdiri lebih dulu dan mengulurkan tangan padanya. Wanita itu sempat mematung sebentar, tidak mengerti. Sebelum akhirnya Daniel menarik tangan Sejeong untuk ia genggam.

"Gak apa-apa kan? Sa--aku kayaknya nyaman sama kamu," ucap Daniel yang sukses membuat degup jantung Sejeong tidak karuan.

"A-aku juga nyaman sama kamu, Dan."

Keduanya kembali saling melempar senyuman terbaiknya, lalu masuk ke mobil milik Daniel. Dan seperti pasangan muda pada umumnyaㅡpadahal mereka tidak muda lagiㅡDaniel mencoba hal romantis pada Sejeong dengan memasangkan seatbelt.

"Makasih."

"You don't have to be. Boleh aku bilang sesuatu?"

"Apa?"

"I love you."

Detik berikutnya hanya keheningan yang menyelimuti mereka setelah Daniel mengecup singkat pipi Sejeong.


ㅡㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡㅡ

kok aku yg gemes sama mereka sih:(((

[2] Ayah: Days Out ㅡ kang daniel [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang