19; kebersamaan

1K 185 1
                                    


Setelah pemberitahuan Daniel pada Guanlin beberapa waktu lalu, akhirnya ia kembali menyambangi rumahnya lagi sebelum dua minggu bersekolah dengan diantar Jaehwan dan Chungha seperti biasa.

Tangan bebasnya memeluk erat putri kecil satu-satunya milik keluarga Kang tersebut sambil bermanja-manja. Guanlin betul-betul menyayangi adiknya tanpa mau memikirkan hal-hal buruk lagi yang ia doktrin pada dirinya selama bertahun-tahun.

"Kakak, kangen..."

Guanlin menyamakan tinggi badannya dengan Herin, lalu mengelus pelan kedua pipi kembu adiknya tersebut.

"Kakak lebih kangen sama adek. Yuk, masuk. Ayah lagi apa?"

"Lagi masak sama Tante Seje."

Bola mata Guanlin memutar pelan mendengar penuturan Herin yang membuatnya begitu senang akan fakta bahwa akhirnya sang Papa tidak lagi merasa kesepian.

Jaehwan dan Chungha lebih dulu masuk ke rumah keluarga Kang sebelum Guanlin dan Herin. Mereka tengah menikmati hidangan kecil yang katanya buatan Sejeong seorang tanpa bantuan dari Daniel. Menurutnya, Daniel sangat payah dalam hal membuat kue-kue seperti itu, tapi kalau dalam hal memasak makanan berat Sejeong mengakui kemampuan Daniel.

"Tante Sejeong!"

"Hello, my boy. How are you?" tanya Sejeong yang masih berusaha membantu Daniel memasak.

"Sana kalian ngobrol aja dulu, biar papa yang selesaiin ini," tukas Daniel yang begitu sibuk dengan pisau dan bawang bombay-nya.

Mereka berdua meninggalkan Daniel  yang memasak sendirian di dapur menuju ruang tengah dimana Jaehwan, Chungha dan Herin sedang bermain.

"Seneng ya kayaknya kalo punya dedek bayi."

Seluruh pasang mata yang ada di ruang tersebut, kecuali Herin menatap Jaehwan bingung. Jaehwan juga entah dia hanya bergumam atau bagaimana padahal sedang asyik bermain boneka dengan Herin.

"Chung, suami lo kayaknya ngebet pengen punya anak tuh," tutur Sejeong yang dibalas cengiran canggung dari Chungha.

"Bilangin sama Jaehwan tuh makanya jangan kerja terus. Sempetin bikin anak kek."

Tuk!

"Aw!"

Gelak tawa renyah mengedar di seluruh penjuru ruang tengah ini, karena ringisan Daniel oleh jitakan kecil dari Chungha atas ucapannya.

Faktanya memang begitu. Yang Daniel ketahui, Jaehwan sangat gila kerja bisa dari pagi sampai pagi lagi. Makanya Daniel menyimpulkan kalau pasangan duo Kim itu belum juga memiliki momongan karena alasan tersebut. Tapi siapa juga yang tahu.

Setelah perdebatan kecil, mereka berenam makan siang dengan hasil masakan seorang Kang Daniel yang menggoda selera itu. Mereka mulai menyendok makanan yang ingin dimakan kemudian larut dalam kenikmatan dari tiap kecapan yang makanan tersebut hadirkan.

Berterimakasihlah pada Kang Daniel wahai manusia-manusia kelaparan: Jaehwan, Chungha, Sejeong, Herin, dan Guanlin.

"Gilaaa, dulu kayaknya lo gak sepandai ini buat masak, Dan."

Daniel hanya tersenyum singkat dan mengendikkan bahunya mendengar penuturan Jaehwan. Netranya melirik sebentar pada wanita di sebelahnya yang tidak kalah lahap juga dari yang lain.

"Enak banget ya sampe keringetan gitu."

Tangan kanan Daniel yang bebas itu mengelap keringat di dahi Sejeong menggunakan sudut lengan kemeja flanelnya yang mengucur karena masakan Daniel. Tentu saja Sejeong merasa kaku diperlakukan seperti ini. Degup jantung Sejeong makin tidak karuan ketika Daniel juga membersihkan sudut bibir Sejeong yang cukup belepotan.

"Kaya anak kecil aja kamu. Padahal janda," celetuk Daniel yang membuat Sejeong geram lalu memukul dahi Daniel dengan sendok bekas mulutnya.

Desahan jijik Daniel keluar begitu saja setelah Sejeong memukulnya dua kali. Kalau nanti Daniel nakal lagi, bisa-bisa akan Sejeong buat makin meringis.

"Makanyaaaa nyadar diri dong bosku. Kaya lo gak duda aja," serang Chungha yang didukung oleh suaminya.

ㅡㅡ


"Bye, kita pulang dulu yaaa."

Walau tangisan Herin masih menggema, tetapi Guanlin, Chungha dan Jaehwan harus kembali ke rumahnya. Padahal sudah Daniel utarakan segala kebohongan pada Herin, masih saja tidak mempan. Bocah balita itu masih terus menangis.

"Adek, sama tante yuk!" pinta Sejeong untuk menggendong Herin, tapi ditolak mentah-mentah.

"Maaf ya, kamu pulangnya agak nantian aku tenangin Herin dulu."

Anggukan setuju dari Sejeong, membuat Daniel harus segera menghentikan Herin. Ia tidak enak Sejeong harus menunggu terlalu la padahal masih ada keperluan lainnya yang harus dikerjakan.

"Aku gak apa-apa kok, Dan. Kamu sama Herin aja, aku pulang naik bus."

"No, no! Jangan. Sebentar lagi Herin pasti tidur dan aku minta Mba Gia buat jagain Herin."

"Kamu gak seharusnya, Dan. He--"

"Kamu calon istriku, Sejeong. Ibu dari anak-anakku. Kamu sebentar lagi akan jadi bagian dari keluarga kami. So, please."

Sejeong berdiam cukup lama sebelum mengangguk setuju atas ucapan Daniel.

30 menit kemudian mereka sampai di rumah Sejeong yang minimalis. Daniel tadinya hendak bertamu sebentar, tapi mengingat Gia yang menjaga Herin harus pergi kuliah.

"Dua hari lagi aku bawa kamu ke rumah mama. Okey?"

"Okey."

"Be ready."

Daniel mencium kening Sejeong cukup lama dengan kedua tangan Sejeong yang melingkar di pinggang Daniel.

"Aku menyayangimu."

Sejeong tertawa kecil mendengarnya. Ingatlah, Daniel bukan lelaki seumuran Guanlin. Dia sudah menduda.

"Kamu harus pulang sekarang."

"Oke, bye."

"Bye, bye."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[2] Ayah: Days Out ㅡ kang daniel [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang