10

171 75 2
                                    

So What.

...

Ponsel yang aku simpan diatas nakas semalam mulai berbunyi, dengan malas setengah jiwa aku terbangun kemudian meraih benda pipih tersebut lalu menerima telepon tanpa melihat dulu siapa yang menelpon karena kedua mataku masih terasa berat untuk dibuka.

"Iya, Nes. Kenapa?" Tanyaku dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Nes? GUE NAUFAL ASTRID! LO BARU BANGUN IYA?! INI UDAH SIANG KUYA!
GUE UDAH NUNGGU DARI TADI DIDEPAN!" Teriakan melengking itu membuatku refleks menjauhkan ponsel dari telinga.

"Gak usah teriak juga bambang!" Ujarku merasa tidak terima mendapatkan teriakan dipagi hari seperti ini.

"Astrid mandi! Gue tunggu disini. Sepuluh menit gak turun juga, gue masuk kedalam!" Suara Naufal terdengar sangat kesal, dia memutuskan telepon secara sepihak.

Sebelah alisku terangkat.

Hah? Udah siang? Perasaan baru tidur satu jam deh.

Perlahan kedua mataku mulai terbuka, kemudian setelah sempurna terbuka mataku melihat kearah jam bulat menempel di dinding. Aku terbelalak kaget melihat jarum pendek jam sudah menunjuk pada angka enam tepat.

"GUE TELAT!" Jeritku kalut.

...

Aku dan Naufal tiba di sekolah lima menit sebelum bel pertanda masuk berbunyi, untung saja gerbang belum ditutup dan motor Naufal dapat dengan leluasa masuk ke area parkiran sekolah. Sekarang aku bisa bernafas dengan lega.

"Papa lo belum pulang?" Tanya Naufal mulai membuka suara setelah tadi diam disepanjang perjalanan.

"Belum. Kenapa emang?" Tanyaku.

"Pengen tau aja sih." Jawab Naufal cuek.

Aku dan Naufal berjalan beriringan menyusuri koridor sekolah yang sudah mulai ramai oleh para murid, tak ayal banyak pasang mata yang memperhatikan kami berdua dengan bermacam-macam tatapan. Jujur aku sangat risih.

"Fal, tujuan lo bareng sama gue itu apa?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar begitu saja dari mulutku.

Naufal menoleh dengan wajah bertanya. "Maksudnya gimana?"

"Tujuan lo deket sama gue itu apa?
Ah, lemot banget sih lu." Ulangku, mulai merasa kesal.

"Emang deket sama seseorang harus
punya tujuan gitu?" Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya.

"Ya, enggak juga. Tapi aneh aja orang kayak lo mau temenan sama orang kayak gue. Lo itu ganteng, baik hati tapi kenapa gak punya temen selain gue sih?" Ucapku, mengeluarkan semua hal yang akhir-akhir ini mengganggu fikiranku.

"Ini pujian atau hinaan?" Tanya Naufal.

"Dih, siapa juga yang muji. Kepedean banget lu jadi manusia!" Ujarku sewot.

"Lo gak sadar apa tadi bilang gini 'Lo itu ganteng, baik hati' jadi menurut gue itu adalah sebuah kalimat pujian. Gue benerkan?" Kata Naufal.

"Serah lo." Ucapku ketus.

Naufal tertawa kecil menanggapi ucapaku, dia mengacak puncak rambutku lembut membuat beberapa orang yang masih memperhatikan kami berdua menjerit histeris.

"Apaan sih, bikin malu aja." Cibirku pelan, berusaha menyembunyikan perasaan aneh yang tiba-tiba menyerangku.

Aku dan Naufal berhenti tepat didepan pintu kelasku yang tertutup dengan rapat, sepertinya para penghuni sedang mengerjakan tugas matematika yang diberikan kemarin.

LOVE : MYSELF [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang