17

130 54 0
                                    

Don't Let Me Know

...

Tujuh tahun kemudian.


Jarum jam baru menunjuk pada angka delapan tepat. Aku masih berada di depan layar laptop sedang mengerjakan sebuah berkas penting dari perusahaan Papa, sedikit-sedikit aku mulai belajar untuk menjelajahi dunia bisnis seperti Papa.

Setelah semua beres, aku mematikan laptop kemudian bangkit dari duduk dan berjalan menuju balkon kamar.

Semilir angin malam langsung menyambut kedatanganku, masih terasa dingin walapun sudah memakai jaket yang tebal. Aku meregangkan otot-otot yang terasa kaku karena tidak banyak bergerak tadi.

Aku menghembuskan nafas panjang, menerawang kearah depan sambil menikmati temaram lampu jalanan di seberang rumahku. Suasana di luar tidak terlalu ramai, hanya beberapa mobil yang berlalu-lalang melintas di jalan.

Aku memejamkan mata, berusaha lebih merasakan suasana malam yang tenang ini. Mataku kembali terbuka perlahan, pandanganku berubah menjadi lamunan panjang.

Tidak terasa sudah lima tahun aku berada disini. Jauh dari Indonesia, rumah dan tentunya Naufal.

Dadaku kembali terasa sesak saat mengingat nama itu. Mengingat si pemilik nama yang sempat singgah dan mengisi kekosongan di hatiku namun juga menorehkan luka secara bersamaan.

Aku mencengkram kuat pagar besi pembatas balkon, mataku terasa panas.

Selama ini aku sudah berusaha untuk menghapus semua tentang Naufal. Namun, usahaku tidak pernah membuahkan hasil. Naufal masih berkelana dengan bebasnya di kepalaku.


Naufal.

Namanya masih terukir indah di hatiku. Aku tidak bisa mengelak, aku benar-benar sudah jatuh cinta dengan si kecebong besar itu. Dia mampu memporak-porandakan hatiku yang telah lama aku kunci.

Tujuh tahun ini aku masih mengharapkannya, menunggunya agar segera menemukan diriku. Rindu ku padanya sudah menggunung, tidak tahu kapan akan terobati.

Tapi, siapa aku yang berani merindukannya?

Mungkin dia sudah menikah dengan temannya itu, mereka mungkin juga sudah bahagia bersama keluarga kecilnya.

Suara notifikasi dari ponsel membuyarkan lamunanku. Aku kembali tersadar dan mengeceknya, siapa tahu penting.

Sebelah alisku terangkat saat melihat nama di pengirim pesan.

Ngapain Jaemin chat? tumben.

Line

Na Jaemin
Belum tidur?

Astrid
Belum. Kenapa?

Na Jaemin
Makan ke luar gimana?

Tumben dia ajak makan.
Diluar lagi.

Udah malam sih.
Tapi, di kamar terus bosen juga.

Astrid
Ayo!


Aku kembali masuk kedalam kamar lalu menutup pintu yang menghubungkan antara balkon dengan kamarku.

Aku berganti pakaian, setelah selesai ke luar kamar dan langsung menuruni tangga menuju ruang tamu. Sedikit terkejut saat melihat Papa sedang menonton tv dan duduk di sofa sendirian. Aku mendatanginya, lantas duduk disampingnya.

LOVE : MYSELF [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang