MATAHARI.

51 3 0
                                    

Tercipta dengan begitu agung, bertugas untuk selalu menyinari dikehidupan ini, hingga menerangi jiwa-jiwa sepi.

Kehadirannya tanpa butuh 'penantian', kepergiannya tidak menunggu 'perintah', sebab melakukan itu semua karena kesadaran dirinya.

Apakah aku harus jadi seperti "Matahari" ? Yang selalu ada disaat kau tiada, selalu menemani walaupun tidak diakui, dan setia memberikan cahaya 'ikhlas' untuk bisa melihat engkau bahagia bersamanya.

Tidak ada kata untuk menyesalinya, karena kehadiranku memang untuk melihat kebahagiaanmu.

Walaupun aku harus membohongi hati kecilku ini, yang mempunyai niat ambisi memilikimu untuk menemani kisah-kasih dihidupku.

Tetapi akan terlihat begitu jahat, apabila aku menjerat engkau dalam niatku, karena yang diperoleh bagiku bukan kisah darimu, melainkan belas kasih dari kamu.

Lebih baik aku sadar diri, daripada harus memaksakan kehendak dan membodohi jiwa ini.

Memang yang seperti ini bisa dikatakan aku telah 'bertepuk sebelah tangan', tapi apakah diriku harus berhenti suka kepadanya ?

Tidak ada pikiran seperti itu dalam cerita hidupku, karena diri ini sudah seperti "Matahari" :

"Tetap menyinari meski engkau lupa berterimakasih, dan tetap menghangatkan walaupun aku tidak terlihat dikehidupannya."

Sebab langkah yang aku pilih dari awal yaitu dengan memperhatikanmu dari kejauhan. Dan, bersikap cuwek saat didekatmu. Itulah caraku menyukaimu secara diam-diam.

Arti dibalik semua pernyataan ini adalah "Rasa sakit yang hadir dalam hidup itu bertugas untuk menjaga kita tetap rendah hati, karena kita tercipta hanya sebagai manusia biasa, dan masih ada banyak hal yang diluar kuasa kita."

-Penulis_Cupu

BISIKAN ALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang