the sun shines and warms and lights us we have no curiosity to know why this is so; but we ask the reason of all evil, of pain, and hunger and mosquitoes and silly people - Ralph Waldo Emerson
Hari-hari ku mulai tumbuh jadi lebih bersinar daripada yang sebelumnya terasa hambar dan gelap bak siang yang dilanda hujan awan hitam, karena kehadiran sosok tuan matahariku. Berbulan-bulan tak terasa sudah terlewati bersama sang cahaya. Aku lebih mengenal ia dan meyakinkan diriku sepenuhnya untuk mulai mempercayainya.
ku rasa Tuan Matahari bisa mengimbangi dan melengkapi kekurangan yang ku miliki, ia berhasil menutup keraguan ku tentang lelaki.
Tapi setiap perjalanan memang tak pernah berjalan mudah, bukan? sama seperti setiap manusia yang mulai tumbuh harus menghadapai setiap halangan yang terjal
Rasa ku padanya tak usai sampai disini, ada hal yang perlu ku perjuangkan tekad ku pagi ini dalam memperjuangkan rasa yang mulai tumbuh
Walaupun awan hitam terkadang menghampiri pun bulir air mata masih sering tinggal, menyesali segala trauma yang terlanjur ada di dalam hati
Sejauh ini dia tidak mengecewakan membimbingku juga memahami, rasa sedih yang ku miliki.
Tuan Matahari : Non, aku akhirnya kembali dengan masa lalu ku
Betapa terguncangnya hati ku mendengar kabar itu, lalu apa yang harus aku harapkan sekarang? masih adakah harapan untuk bersama? apakah aku harus aku memperjuangkannya?
Beribu pertanyaan mulai menyayat hati dan pikiran, memang aku tahu sedari awal aku yang salah menanamkan rasa pada teman yang begitu baik untuk ku, yang mana mungkin memiliki rasa yang sama terhadap ku, mimpi kamu Nin.
Seorang pangeran mana mungkin dalam dunia nyata memilih upik abu seperti ku.
bukankah memang seharusnya seperti ini matahari dan bulan tidak pernah bersatu?
Seharusnya memang aku tak membiarkan rasa ini tumbuh semakin jadi, seharusnya aku memangkasnya sampai ke akar bukan membiarkannya tumbuh dan merekah. Tapi hai bukankah rasa jika semakin dipangkas akan semakin tumbuh menggeliat?
Nin ku mohon bangun dari mimpi bersama pangeran mu itu, dia tak akan pernah hadir kembali menemani hari-hari mu yang mulai bersinar, dia telah hilang ditelan kegelapan malam yang aku sendiri pun tak tahu sampai kapan malam akan merenggut kebahagian ku.
Aku menyesali diri yang sudah terlalu bodoh menjatuhkan diri ke dalam kenestapaan dengan sukarela.
Aku benci menjadi melankolis seperti ini, dia tak lagi bisa kumiliki jangankan untuk memiliki, melirik pun juga bukan hak ku saat ini juga nanti ataupun selamanya.
Aku seperti orang linglung sekarang, tak tahu akan ku balas apa pesannya kali ini, sulit rasanya untuk membiarakan mata terbuka barang sesaat.
Seharusnya cerita Matahari dan Bulan berakhir bahagia seperti novel-novel picisan yang sering ku baca, bukan berakhir tragis dengan salah satu tokohnya yang berhenti mengejar
Tapi apalah daya, semesta seakan bersekongkol memisahkan kami. Semesta tak ingin menyatukan kami berdua sebagai sepasang insan.
Aku mencoba bersikap sewajarnya, seakan tak ada badai yang menerpa ku barusan
Anin : Congratulation Boy, longlast untuk kalian. Aku ikut bahagia :)
Sebetulnya siapa yang sedang aku tipu kali ini? diriku sendiri atau Tuan Matahari?
Munafik sekali aku ini.
Aku menuliskan kata bahagia disana, padahal aku sama sekali tak merasakan kebahagiaan pada berita yang dia tuliskan padaku.
Balasan ku hanyalah kamuflase dari kesedihan yang mendalam dari pecinta yang tak bisa merangkul cintanya sendiri, hanya harap yang tak kunjung usai. Sampai akhirnya waktu yang memisahkan mereka berdua
Terima kasih telah membuat ku percaya kembali dan sempat membuat hari ku cerah. Karena mu aku belajar berbesar hati, karena yang tinggal bisa dengan mudah pergi. Pada akhirnya, tak ada yang pernah abadi pada setiap pertemuan.
Pertemuan hanyalah perpisahan yang tertunda sama dengan apa yang terjadi pada ku dan kamu, aku sempat berpikir lebih baik kita tidak pernah bertemu jika akhirnya aku harus terluka dan hancur seperti ini.
Tapi, aku tidak bisa menyalahkan garis takdir yang begini adanya. Salah-salah bukan kebahagiaan nantinya yang ku dapat hanya kemalangan yang bisa aku lakukan sekarang adalah mencoba ikhlas atas segalanya
Tuan Matahari :Terimakasih teman ku
Teman kata mu? sudahlah mungkin aku yang memang terlalu berharap akan dirinya.
Apakah ini akhir atau permulaan dari penderitaan baru ku?
YOU ARE READING
Tuan Matahari dan Nona Bulan
Teen FictionApakah kau tahu? Bulan selalu membutuhkan sinar matahari lebih dari apapun, tanpa sinar matahari bulan tak akan pernah bertengger di atas langit dengan begitu indah. Sama dengan Nona Bulan, ia begitu rapuh. Menganggap Tuan Matahari adalah segalanya...