2. Hari Yang Berat

2.1K 293 23
                                    

"Anda tahu kenapa saya panggil kemari?" Tanya seorang wanita dewasa berpenampilan cantik pada pemuda di hadapannya.

"Ya." Jawab pemuda itu lugas.

"Kalau nilai anda kembali turun, saya tidak bisa menjamin anda akan mendapat beasiswa lagi tahun depan. Banyak pesaing anda yang menginginkan tempat anda sekarang, saya harap anda bisa meningkatkan kembali nilai anda untuk tetap mempertahankan posisi anda, Tuan Choi Seungcheol."

"Maaf, saya akan berusaha lebih keras lagi dan mempertahankan beasiswa saya."

"Saya dengar anda mengambil banyak kerja paruh waktu. Saya harap bukan itu yang menyebabkan nilai anda turun."

Seungcheol mengundurkan diri setelah pengurus kemahasiswaan menyuruhnya untuk keluar. Dia menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal dengan perasaan kesal.

Brengsek.

Sialan.

Seungcheol hanya bisa mengumpat dalam hati karena dia masih berada di lingkungan kampus, hanya wajah dan auranya saja yang menguarkan hawa kemarahan besar. Bukan wanita pengurus kemahasiswaan itu yang membuatnya kesal, sekarang ini dia lebih kesal pada kehidupan yang sedang dia jalani.

Seungcheol adalah mahasiswa miskin yang menggantungkan kuliahnya dengan beasiswa, tapi kalau seperti ini terus mungkin beasiswanya akan dicabut dan dia terpaksa menghentikan kuliahnya karena tidak mampu membiayai uang kuliah sendiri. Memikirkan untuk makan sehari-hari saja dia sudah pusing ditambah tugas kuliah yang tidak pernah habis.

Seungcheol hidup sendiri, Ayahnya pergi dari rumah setelah menjual rumah yang mereka tinggali dan hal tersebut menyebabkan Ibunya menjadi sakit-sakitan lalu meninggal dunia tepat setelah Seungcheol lulus SMA.

Seungcheol bersyukur karena berhasil mendapat beasiswa dari kampus incarannya, jadi dia tidak berhenti belajar setelah lulus SMA. Hanya saja kehidupan di kota tidak lah mudah, meskipun setiap bulan dia mendapatkan uang beasiswa tapi uang tersebut belum cukup untuk membayar uang sewa apartemen yang dia tempati dan biaya keseharian yang makin hari makin mahal. Jadi dia memutuskan untuk kerja di kafe saat malam hari dan mengantar susu di pagi hari, dia juga mendapat kerja paruh waktu di restoran ayam saat akhir pekan.

Kehidupan Seungcheol semakin sengsara sejak para penagih hutang datang. Tepatnya setengah tahun lalu para lintah darat itu mencegat Seungcheol di perjalanan pulang dan menagih hutang ayahnya. Bodohnya lagi, Seungcheol malah menantang akan segera melunasi sisa hutang tersebut, tanpa dia tahu sebelumnya kalau hutang Ayahnya sangat banyak hingga dia harus kerja banting tulang untuk membayar mereka.

Lelaki Choi itu duduk di salah satu bangku taman kampus untuk sejenak meratapi kisah hidupnya yang lebih sengsara dari pemeran utama melo-drama yang pernah ditontonnya. Dalam drama-drama itu selalu ada tokoh lawan jenis kaya raya yang siap membantunya lalu mereka jatuh cinta dan akhirnya hidup bersama. Tapi Seungcheol tidak akan terlalu muluk meminta seorang yang seperti itu, karena cerita semacam itu hanya sebuah karangan penulis skenario belaka.

"Kau tahu, tidak, saat kau cemberut saraf wajahmu lebih banyak tertarik dibanding saat kau tersenyum, yang mana akan membuat wajahmu terlihat lebih tua dari pada umur aslimu." Alis Seungcheol mengerut makin dalam mendengar ocehan lelaki berkacamata yang entah datang dari mana itu.

"Brengsek Lee Jihoon, aku tidak butuh ocehanmu sekarang."

"Bahasamu, Seungcheol." Seungcheol memutar bola mata malas. "Ada apa?" Tanya Jihoon sambil duduk di sebelah Seungcheol.

"Beasiswaku terancam dicabut." Wajah Sengcheol makin kecut saat mengatakannya.

"Aku sudah bilang jangan mengambil kerja mengantar susu, nilaimu pasti menurun karena kurang tidur."

My Fairy MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang