Paris memencet bel rumah beberapa kali dengan tak sabar. Sejak hari ini, Sehun memilih tinggal di rumah lama keluarganya. Alasannya sederhana, ia tak mau rumah yang ia sediakan untuk dirinya dan Jira ditempati oleh perempuan lain, terlebih lagi yang seperti Paris.
"Bisa memencet sekali saja? Aku tidak tuli."
Paris tak berbicara, ia melemparkan botol kecil berisi obat pereda nyeri yang tadi dibawanya dari ruangan Tuan Byun. "Pereda nyeri." Ia menekan pinggang Sehun, membuat pria itu memekik. "Tadi terkena tendangan kan?"
Sehun mengangguk. "Tapi tidak begitu keras."
"Tetap saja." Ia menggedikkan dagunya ke arah botol obat yang kini sudah berpindah ke tangan Sehun. "Minum itu lalu kompres bekas tendangannya tadi."
Paris berbalik usai mengatakannya, hendak beranjak dari sana, akan tetapi Sehun menahannya. "Mau kemana?"
Paris mengernyit. "Apartemen Baekhyun."
"Masuklah ke dalam," ujar Sehun. "Bagaimanapun, orang-orang tahu kau adalah istriku. Jangan berbuat hal yang melawan dogma seperti itu."
"Benar juga," sahut Paris. "Ada kamar kosong?"
Sehun mengangguk. "Kau bisa pakai kamar utama, aku akan--"
"Berikan aku kamar yang kecil. Pakai kamarmu sendiri."
"Terserah kau saja."
Sehun memiringkan tubuhnya untuk memberikan akses lewat pada Paris. Sejenak, Paris kagum akan rumah Sehun. Tempatnya begitu bersih dan tertata rapi padahal setahunya, rumah ini sudah lama tidak dipakai.
"Punggungmu..." Sehun terdiam beberapa saat membuat Paris mengerutkan kening.
"Punggungku kenapa?"
"Tadi kau terbanting."
Paris mendengus. "Ingin berakting layaknya seorang manusia suci yang peduli pada musuhnya? Jangan pedulikan aku."
"Hei, aku hanya bersikap manusiawi. Kau tadi terluka!" balas Sehun tidak terima.
"Jangan pernah peduli padaku. Aku benci manusia yang pandai berpura-pura sepertimu."
"Monster," umpat Sehun. "Kau tahu, kau makhluk paling tak berperasaan yang pernah ada."
"Ya, aku."
"Tidakkah hidupmu menyedihkan, usiamu masih muda dan kau malah berkecimpung di dunia gelap seperti ini," ujar Sehun mencemooh.
Paris terdiam sebentar lalu menyahut, "siapa yang bilang aku muda? Aku anak pertama Lee Youngsoo. Usiaku kini sudah 19 tahun, cukup untuk meremukkan tulangmu dan orang-orang tersayangmu."
"19 tahun?" Sehun memandang Paris penuh selidik. "Usiamu sama dengan adikmu. Apa itu masuk akal?"
Paris mengutuk kebodohannya dalam hati. Ia baru ingat soal dirinya yang menyamar sebagai anak pertama Lee Youngsoo.
"Aku lahir di awal tahun, tak lama kemudian Ibuku mengandung lagi dan melahirkan adikku di akhir tahun. Saat itulah Ayahmu membantai keluarga kami."
"Lagian, dari mana kau tahu soal usia adikku?"
"Semua orang tahu tentang Lee Jeno. Yang tidak diketahui hanya sosok dan keberadaaanya. Karena sampai aku tahu, kubunuh dia."
Paris tersenyum mengejek. "Langkahi dulu mayatku."
"Aku bahkan bisa menginjak-injak mayatmu kalau saja kau tidak bermain licik dengan menyandera Ayahku dan Jira."
"Jaga mulutmu atau besok yang kau lihat adalah mayat kedua sampah itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
NUMB
Fanfiction(Preview only) Selengkapnya bisa dibaca di Karyakarsa Hate me as much as you want, I'm numb to your pain. MATURE CONTENT (18+) Bahasa Story by: Skyspeare First publish on: 21 Juni 2018