one

39.8K 4K 356
                                    

Seluruh penghuni panti asuhan berlarian keluar kamar saat seseorang dari mereka membawa kabar luar biasa. Seorang pria berjas datang, ingin mengadopsi salah satu anak panti.

Kata adopsi adalah yang paling ditunggu oleh setiap anak. Termasuk gadis cantik berusia empat belas tahun yang kini tengah duduk sendirian di ayunan panti.

Tidak. Dia bukannya tak mau bergabung dengan teman-temannya, mencoba memperlihatkan diri pada calon pengadopsi, barangkali mereka tertarik untuk menjadikannya putri mereka. Hanya saja, sudah dua tahun ini ia kehilangan harapan. Biasanya para pengadopsi akan memilih yang masih bayi hingga berusia sepuluh tahunan.

Jika sudah menginjak angka dua belas tahun, terlebih lagi empat belas tahun seperti dirinya saat ini, sangat kecil kemungkinan ada yang berniat mengadopsi. Maka ia sudah mulai mempersiapkan hati jika hidupnya hanya akan dihabiskan di panti asuhan ini. Entah sampai kapan.

"Ibu panti mencarimu."

Seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun muncul entah dari mana. Wajahnya terlihat berbinar, pertanda sesuatu yang baik akan terjadi.

"Paman itu akan mengadopsimu," kata anak itu lagi.

Meski semua anak panti berharap akan mendapat orang tua asuh, mereka akan tetap turut bersuka cita jika salah seorang teman mereka terpilih. Apalagi, semua orang tahu betapa berharapnya gadis bergaun biru langit ini pada sosok orang tua.

Dengan senyuman mengembang, gadis itu mengangguk. Ia membawa langkahnya pada pada ruang tamu panti.

Berbeda dari calon orang tua asuh yang lain, yang datang kali ini bukanlah sepasang suami istri. Melainkan seorang pria berusia akhir tiga puluh tahunan dengan setelan jas mahal. Ia didampingi oleh seorang pria berbadan kekar yang sejak tadi terlihat seolah berdiri siaga di belakangnya.

Ibu panti kembali tersenyum seraya menunjuk gadis itu. "Ini dia tuan, bayi yang empat belas tahun lalu dibawa kemari."

Pria itu tersenyum kemudian menghampiri gadis itu. "Cantik," gumamnya. "Pasti banyak yang berniat mengadopsinya."

Ibu panti mengangguk. "Sangat banyak. Tapi semua saya tolak, sesuai dengan isi surat yang datang bersamanya."

"Dia bisa berbahasa Korea?" tanya pria itu.

"Bisa. Sesuai amanat juga, dia dididik bahasa Korea sejak kecil."

Pria itu mengangguk puas. "Bagus. Akan sangat repot jika ia hanya bisa berbahasa Jerman."

Gadis itu masih terdiam, menyimak baik-baik percakapan antara Ibu panti dan pria asing di hadapannya ini. Sekarang ia tahu alasan mengapa tak ada orang tua yang mau mengadopsinya. Bukan karena dirinya tak menarik, tetapi karena ia telah dipersiapkan untuk orang lain.

Alasan kenapa seorang guru privat bahasa Korea datang setiap hari khusus untuknya sejak ia berusia delapan tahun juga terkuak sekarang. Karena ada seseorang yang membayarkan segalanya untuknya.

Dan karena wajah pria di depannya ini yang ia yakini adalah kebangsaan Korea asli, pastilah dirinya akan dibawa ke negara itu. Negara asalnya yang selama ini belum pernah ia kunjungi.

Sekali lihat saja, orang tahu bahwa gadis cantik ini adalah keturunan Korea, meski ada sedikit gurat Perancis yang terukir di wajahnya.

"Sebutkan namamu, anak manis."

"Han Paris," ucapnya yakin.

Pria itu menyodorkan tangannya. "Byun Sokwan."

Paris-gadis itu-menyambut tangan tuan Byun. Dia tidak takut maupun kikuk. Setiap gerakannya teratur, kontrol dirinya sangat baik. Dan hal ini membuat tuan Byun sangat puas dengan pembawaan Paris.

NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang