two

24.6K 3.4K 374
                                    

Baekhyun mengepalkan tinjunya ke udara. Ia tersenyum bangga pada gadis yang kini tengah tersenyum padanya dari tengah lapangan. Di sisi lain, seorang pemuda yang juga berusia sama dengan mereka tengah terkapar tak berdaya. Ulah siapa lagi jika bukan Han Paris?

Suara sorak-sorakan siswa lain bergema dimana-mana. Dan semuanya menyuarakan nama yang sama. Minerva.

Lima tahun sejak Paris menginjakkan kakinya di tempat ini, julukan itu memang pantas untuknya. Dewi peperangan.

Karena pada setiap sesi pertandingan, gadis sembilan belas tahun itu selalu menjadi sebab utama luka-luka yang diderita oleh lawannya. Sejak tahun pertama dilatih, Paris memang sudah berbeda dari kawan-kawan angkatannya. Pun para seniornya mengakui kebolehan gadis itu dalam segala macam bela diri yang dilatih untuk mereka.

Siapa yang tidak mengenal Han Paris di Erebos? Satu-satunya gadis yang dilatih di tempat kejam seperti ini. Itu adalah alasan pertama ia dikenal. Namun alasan mengapa ia disanjung adalah saat dua lima lalu, saat seluruh angkatan baru mendapat penyambutan, dia satu-satunya yang bertahan.

Penyambutan yang tentunya bukan main-main. Satu malam direndam di dalam sebuah danau cukup membuat teman-temannya, termasuk Baekhyun berakhir kehilangan kesadaran. Pun angkatan-angkatan sebelumnya, sekuat apapun mereka bertahan, pastia semuanya akan tumbang di waktu-waktu terakhir.

Hanya Paris yang membuat dirinya beda. Gadis yang saat itu masih berusia empat belas tahun itu bahkan sanggup naik ke daratan tanpa bantuan para pelatih.

"Apanya yang kau patahkan?" tanya Baekhyun saat Paris datang menghampirinya.

Paris mendengus geli lalu berkata, "tidak ada. Hanya saja mungkin dia akan mengalami sedikit geger otak karena benturan di kepalanya."

Baekhyun tertawa mendengarnya. "Lama-lama kita bisa menjadi monster sungguhan di sini."

Paris menggedikkan bahunya. "Mau bagaimana lagi? Kita mati jika tak punya perlawanan."

"Paris, Baekhyun, kalian dipanggil ke ruangan tuan Park."

Kedua orang itu mengangguk lalu melenggang bersama ke ruangan tuan Park. Sebuah pintu besar yang di depannya tertulis 'Head of Erebos'.

Seorang pria jangkung yang masih cukup muda berdiri menghadap keluar jendela, membelakangi dua siswanya yang baru saja masuk tanpa mengetuk pintu. Tidak ada pelajaran mengetuk pintu di sini, karena jika nama sudah disebut oleh tuan Park, itu berarti siapapun itu berhak masuk ke ruangan ini.

"Ada apa kuping besar?" Baekhyun yang pertama menyapa.

Pria itu berbalik dengan wajah kesalnya. "Sudah kubilang jangan panggil aku sembarangan mentang-mentang aku sepupumu."

"Ada apa, Park Chanyeol?" Kali ini Paris yang bertanya.

Chanyeol sebisa mungkin menahan letupan emosinya. Kedua anak ini tidak pernah mau menghormatinya sekuat apapun ia minta dihormati.

"Sebentar lagi seorang utusan dari Lee company akan datang."

"Lalu?" tanya Baekhyun.

"Kalian berdua sudah mulai mendapat misi."

Wajah Paris dan Baekhyun sontak menegang. Mereka tahu akan tiba saatnya sebuah misi akan diberikan, tapi tetap saja rasa berdebar-debar itu muncul secara tiba-tiba.

Misi pertama mereka. Dan bagian terberatnya adalah, Lee Company yang akan memakai jasa mereka. Perusahaan yang menaungi tempat pelatihan ini.

"Apa-apaan? Lee Company? Bagaimana bisa mereka memakai siswa dengan misi pertama untuk bekerja pada mereka?" tanya Baekhyun tak habis pikir.

"Well, kalian lihat saja rekam prestasi kalian di sini. Siapapun akan tergiur menggunakan jasa kalian. Dan siswa-siswa hebat seperti kalian memang sudah dipersiapkan untuk perusahaan inti, pemilik bangunan ini. Kalian tidak akan diperjual belikan pada orang lain."

"Lagian kalian harusnya senang. Ditugaskan bersama. Bukankah itu mimpi kalian sejak dulu?" tambah Chanyeol.

Paris mendengus kasar. "Tetap saja. Masih banyak yang lebih senior dibandingkan kami. Dan ini bahkan baru misi pertama."

Chanyeol hendak menyahut, namun kemunculan seorang pria berjas di dari balik pintu mengurungkan niatnya. Tuan Choi, perwakilan dari Lee Company.

"Selamat siang tuan Choi," sapa Chanyeol.

Tuan Choi mengangguk singkat lalu menatap Paris dan Baekhyun. "Mereka adalah yang terbaik di sini?"

Chanyeol mengangguk tegas. "Tidak ada yang sehebat mereka."

Tuan Choi menyerahkan sebuah amplop cokelat tanpa basa-basi. "Perhatikan baik-baik foto yang ada di dalam situ," perintahnya.

Baekhyun membuka amplop tersebut kemudian mengeluarkan selembar foto yang dimaksud tuan Choi. Di dalam foto itu, ada dua orang pria. Sekali lihat saja, mereka tahu jika kedua pria itu adalah sepasang anak dan ayah.

"Target kalian adalah yang tua. Namanya Oh Sungho, direktur utama Universe corporation."

Paris mengalihkan pandangannya pada tuan Choi. "Diapakan?"

"Terserah kalian, asalkan bawa dia padaku dalam keadaan bernafas. Waktu kalian dua hari." Tanpa pamit, tuan Choi langsung beranjak dari ruangan Chanyeol.

"Sinting!" umpat Chanyeol. "Bagaimana bisa mereka memberikan misi berbahaya seperti ini pada pemula?"

Chanyeol akui kehebatan kedua muridnya ini, hanya saja target mereka adalah direktur utama Universe corp. Dia bukan orang sembarangan, pengawalnya ada dimana-mana.

Ditambah lagi, semua orang tahu bahwa Oh Sungho adalah mantan ketua geng mafia terbesar. Perusahaannya menaungi banyak bisnis gelap. Bahkan sudah menjadi kenanagan buruk bagi setiap orang, pembantaian besar-besaran yang dilakukan Oh Sungho pada beberapa musuhnya beberapa tahun silam.

"Dia orang hebat, huh?" tebak Paris.

Chanyeol mengangguk. "Cukup hebat untuk sebuah misi pertama."

"Haah... aku tidak tahu apakah harus bangga atau menangis karena misi ini," gumam Baekhyun. Ia lalu menatap Paris. "Mereka adalah musuh utama Lee Company, kau tahu Ayahku bekerja di Lee Company kan?"

Paris mengangguk. "Secara tidak langsung, mereka adalah musuh Ayahmu juga."

"Jadi, kalian siap akan misi ini?"

Paris dan Baekhyun mengangguk tegas. "Aku lelah terus melukai siswa lain selama masa pelatihan. Sekarang sudah waktunya aku mengalihkan kemampuanku pada musuh yang sesungguhnya," ucap Paris.

"Aku dan Paris adalah satu paket. Jika sudah waktunya dia terjun, maka aku pun harus ikut," kata Baekhyun yakin.

Diam-diam, Chanyeol menyimpan rasa bangga dalam hatinya. Tidak salah ia selalu mengagumi kedua muridnya ini.

"Baik kalau begitu." Chanyeol memutar tubuhnya, melangkah ke sebuah rak berisikan banyak id-card kemudian meraih dua buah. Ia menghampiri kedua muridnya itu lalu menyerahkan id-card itu pada masing-masing. "Selamat bertugas, Minerva dan Vulcan."

Baik Paris maupun Baekhyun tersenyum samar melihat julukan mereka yang diberikan oleh para pelatih tertera di sana. Ini adalah awal dari segalanya, sekaligus akhir dari kehidupan mereka di Erebos. Tidak ada lagi pelatihan, yang akan terjadi nanti adalah membunuh atau dibunuh. Pilihannya ada di tangan mereka berdua.

NUMBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang