I,H2

224 67 16
                                    

#Sebelum dibaca, harap di vote ya ;) ayolah... gratis kok💛

Senyum Agus merekah lebar. Kumis hitam  lebatnya tak luput dari wajahnya yang semakin keriput terpaut umur. Lelaki paruh baya itu sangat rindu dengan Juna, karena Juna tak pernah lagi menemuinya semenjak ibunya tiada, dan setelah sekian lama akhirnya Agus bisa bertemu.

"Wah Juna? Makin ganteng aja." Agus menepuk-nepuk pundak Juna sembari tertawa.

Pandangan Juna bertemu dengan Indri. Juna menatapnya dengan tatapan tajamnya, Indri hanya bergidik takut dan buru-buru mengalihkan pandangannya. Agus kini memeluknya erat. Juna seperti tak bisa bernafas saking semangat Agus memeluknya. Dengan paksa Juna melepaskan pelukannya merasa agak malu dengan cewek didepan yang masih menatapnya.

Agus melepas pelukannya, Agus memandanginya, masih dengan senyum khasnya dan kumis lebatnya yang tak terpisahkan.

"Oh iya. Kelas kamu bareng sama Indri. IPA 2 benar kan?" tanya Agus pada Indri yang dibalas anggukannya.

Juna mengarahkan pandangannya dari bawah sampai atas Indri dengan tatapan tajamnya. Indri malah mengalihkan pandangannya.

"Heh?"

"Kalian boleh masuk ke kelas. Sementara kamu bersekolah disini, saya akan pantau kamu Juna, seperti apa yang ayah kamu suruh."

"Yaelah pak, jangan kayak ayah lah. Bawaannya ngelarang mulu, nggak dikasih kebebasan."

Agus terkekeh kecil. "Selagi kamu bandel, terpaksa." Juna berdecak malas.

Indri masih mencoba memahami situasi ini, kira kira siapa ya Juna? Mana mungkin anak baru bisa langsung seakrab ini dengan kepala sekolah yang cukup disegani para muridnya.

Dengan segera Indri mengantar Juna menuju kelasnya. Juna juga tidak menolak, ia ingin cepat-cepat masuk dan duduk dikelas karena merasa kelelahan.

***

Juna mengamati koridor yang mereka lewati, sesekali matanya melirik Indri.

Ia teringat saat Indri terkekeh pelan menatap ekspresi anehnya saat ia dipeluk erat Agus. Sungguh memalukan!

Indri memberhentikan langkahnya. Ditatapnya Juna sekilas, lalu kedua matanya melirik pada nomor ruangan kelas yang tergantung di dinding dekat pintu. Seakan ia menunjukkan bahwa itulah ruang kelas yang sedari tadi mereka tuju.

Juna mengikuti arah pandangnya ia mengamati ruangan itu dalam diam. Indri memutar bola matanya malas.

Tok Tok Tok

Semua siswa, guru menoleh pada asal suara, begitupun dengan Juna.

"Bu... saya bawa murid baru, maaf terlambat," ucap Indri sopan pada guru didalam kelasnya.

"Oh. Iya, silahkan masuk," suruh guru itu.

Juna melangkah masuk ke ruangan itu. Suara bisik terdengar jelas ditelinga Juna. Tak terkecuali Tiyas yang menganga saking senangnya, kelasnya kini kedatangan cogan... lagi.

"Wah berapa banyak sekolah ini punya cogan ya, In?" tanya Tiyas masih menatap Juna sumringah.

"Tak terhingga," jawab Indri asal.

"Nah, hari ini kita kedatangan murid pindahan, dari?" guru itu melirik Juna.

Juna membalas. "SMU Garuda Kencana."

"Silahkan perkenalkan diri kamu. Gunakan bahasa Indonesia yang benar."

Juna mengangguk. "Perkenalkan semua, saya Arjuna Satyatana, pindahan dari SMA Garuda Kencana. Semoga kita bisa menjadi teman yang baik," kata Juna singkat.

"Ada yang ingin bertanya?" Kini ibu guru melirik yang lainnya.

Nampak seorang siswi mengangkat tangannya tinggi tinggi. Dengan senyum centilnya terukir di kedua sudut bibirnya. Wajahnya manis dan cantik memang, dengan hiasan make up di wajahnya. Tapi, siswa laki laki hanya menatapnya bosan dan memutar bola matanya malas. Mereka bisa menebak apa yang akan ia lakukan.

Yuri guru itu tampak meragukannya.
"Ada yang kurang jelas?" tanya guru itu.

"Halah Buk. Paling nanya nya seputar, eh berapa nomor kamu? Udah punya pacar belom? Eh ini Eh itu," cibir laki-laki di belakang yang bernama Tara sambil menirukan suara cempreng Mitha. Satu kelas mentertawakanya.

"Diem deh! Sekali aja gue pengen banget terhindar dari polusi suara yang lo ciptain," ujar Yudis dibelakang Tara.

Mitha membalikkan tubuhnya menatap satu persatu laki laki dikelasnya itu. Bersiap membalas segala cibiran temannya.

"Bu, apa nggak ada keadilan buat saya?!" Mitha mengadu.

Tara membalas dengan lantang.
"Bu Yuri mah bodo amat sama elu. Gue emang gue perduli!"

"Caper mulu lo! Bosen gue liatnya."

Kelas semakin gaduh antara perdebatan Mitha dan Yudis, Dipa, juga Tara. Bu Yuri si Guru tampak berusaha melerai sementara Juna menatap heboh aksi antara dua geng itu. Baginya itu sebuah pertunjukan yang indah.

Tak lama guru itu mengambil penggaris panjang lalu memukulnya di meja hingga suaranya menggelegar, dan seluruh isi kelas itu terkaget. Semua murid diruangan beralih menatap guru itu horor dan tak ada lagi yang bersuara.

Hening.

Yuri kembali berbicara. "Kita lanjutkan pelajaran hari ini!" Semuanya kaget. "Arjuna. Silahkan duduk bangku kosong itu, disebelah Yudis."

Juna mengangguk.

"Jika kalian berani ribut lagi. Saya tambah jam pelajaran matematika kalian selama 1 bulan! Kalau perlu 1 semester."

Semua melotot mendengar keputusan sang guru. Namun guru itu acuh saja dan semua tampak gelisah.

"Yah jangan buk! Udah cukup realita yang bikin saya pusing," protes Tara sambil memegang kepalanya dramatis.

"Jangan gini lah buk, matematika itu sudah nggak diterima lagi di otak saya, kalau matematika nya tentang penjumlahan saya mau kok," ucap Dipa dengan bodohnya.

"Pokoknya semuanya harus serius mendengarkan apa yang saya jelaskan hari ini juga seterusnya. Jika ada keributan seperti ini di jam pelajaran. Keputusan tadi harus kalian laksanakan tanpa penolakan!" omel Yuri yang membuat seluruh murid di kelas itu terdiam kembali. Bahkan Dipa dan Tara tak mau lagi berdebat.

Voment nya mana nih, tinggal tap tap aja. Untuk saran dan kritik, bisa di post di akun wattpadku. 💕

Makasih loh yang udah ngevote cerita absurd ini. Kalau belum ada bapernya, maklumi lah, baru awal ini... :v

I'm HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang