l,H17

85 10 3
                                    

Bantu koreksi ya
Jangan lupa vote+comment!
Itu sudah cukup menghargai saya :)
.
.
.
Happy Reading!

Nafas Juna tak teratur melihat Indri penuh lebam dengan tataan rambutnya yang sudah tidak rapi seperti sebelumnya bahkan baju seragamnya sudah kusam. Juna sungguh menyesal karena menyepelekan instingnya itu.

Indri dalam posisi tersungkur di lantai perpustakaan, ia tidak sadarkan diri.
Juna memangku setengah badan Indri. Berulang kali dia menepuk-nepuk pipinya berharap Indri akan sadar. Tapi justru usahanya tak membuahkan hasil. Juna mulai cemas dan panik, ini sungguh merepotkan!

"Indri! Bangun lo, ini gue Juna."

Indri tak kunjung merespon ucapannya.

"Sialan! Apa yang harus gue bilang sama keluarga lo nanti!? Jangan buat gue khawatir." Mulut Juna terus berkomat-kamit. Cukup sudah, ini bukan lagi kenakalan remaja yang bisa ditolerir! Tapi suatu tindakan kriminal yang hanya merepotkan orang-orang!

Juna menatap Indri sejenak, berusaha memikirkan cara. Dan akhirnya dia dapatkan, "gue harus bawa lo ke rumah sakit secepatnya."

Juna langsung menggendong Indri, menaruh tangannya dibawah kepala dan bawah lutut gadis itu. Untunglah tubuhnya ringan, mungkin akan mudah baginya saat berlari nanti.

Juna menendang pintu perpustakaan yang setengah terbuka dan berjalan di tengah-tengah koridor.

Tepat diujung, seorang guru memergoki mereka, guru itulah yang tadi mengajar di kelas mereka, guru itu sepertinya curiga dengan Juna karena tak kunjung kembali dari toilet. Namun apa yang dilihatnya sungguh tak terduga.

"Ya Tuhan! Ada apa ini?!" tanya guru itu setengah terkejut. Melihat putri kebanggaan sekolah ini babak belur dan tak sadarkan diri di dekapan Juna.

"Pak, nanyanya entar aja. Saya butuh mobil sekarang juga untuk bawa Indri ke rumah sakit. Biar saya aja yang nyetir, bapak jangan khawatir," ucap Juna dengan nafas tersengal-sengal.

"Pakai mobil bapak, cepat kamu bawa Indri ke parkiran! Biar bapak saja yang nyetir."

Juna mengangguk cepat, dan langsung menuju parkiran. Sesampainya di sana, Juna langsung menidurkan Indri di jok belakang, dengan ia yang memangku kepala Indri.

"Bagaimana bisa ini terjadi? Kamu berhutang pertanyaan pada pihak sekolah Juna!" guru itu kembali menegaskan. Sambil mengendarai mobilnya menuju keluar area sekolah.

"Baik, Pak, baik. Saya yang akan jelaskan semuanya, tapi tidak serinci-rincinya."

"Kenapa? Kamu takut untuk kena hukuman?! Apa yang terjadi ini sungguh kelewatan."

"Karena saya punya alasan sendiri, Pak."

Juna menatap kebawah, meneliti setiap lekukan wajah gadis itu tanpa ekspresi. Ini karenanya. Dekat dengan Juna hanya akan melenyapkan dirinya sendiri. Juna memang jahat, dirinya sungguh jahat. Membiarkan gadis tak berdosa terluka karena dirinya. Apa kata mamanya di surga? Pastinya beliau kecewa. Melihat anaknya sama sekali tidak bisa bertanggung jawab, karena sudah melibatkan gadis baik hati ini.

Juna mengelus pucuk kepala Indri lembut, dengan terus-menerus. Entah kapan terakhir kali ia seperti ini.

"Gue akan cari orang-orang bodoh yang nggak punya otak itu buat ngerasain semua yang lo rasain, Indri. Dasar orang gila!" Tangan Juna terkepal erat, emosi telah menguasainya. Beginilah Juna jika tersulut amarah.

"Bangsat!"

***

Tepat di depan salah satu ruangan di rumah sakit itu. Juna duduk memandang lurus ke bawah. Memikirkan kemungkinan apa yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan amarahnya pada orang-orang gila yang telah melakukan aksi heroik itu. Siapa pelakunya? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang.

I'm HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang