Happy reading
.
.
.Indri tampak enggan untuk naik, ia masih bingung. Apa tujuan Juna menawarkan tumpangan itu? Ia terus menatap helm Juna dan jok belakangnya dengan bergantian.
Tapi waktu tampaknya tak bersahabat. Ia sudah harus sampai ke sekolah dalam 10 atau 15 menit lagi. Dan ia pun terpaksa menerima tumpangannya. Oh! Hari ini memang hari sial.
"Juna, apa alasanmu tiba-tiba nawarin aku tumpangan gini? Kalau kamu mau sesuatu tinggal bilang aja."
Juna sesekali menoleh ke belakang saat motornya tengah melaju di jalanan. Ini hanya rencananya untuk memanas-manasi para fans fanatiknya itu. Ia tak sabar rasanya untuk mengerjai mereka.
"Gue ada rencana, nanti juga lo bakal tahu," ucapnya setengah memekik.
Indri mengerutkan keningnya.
"Kenapa harus aku? Kan cewek disekolah juga banyak?""Lo cantik," ucapnya asal sambil nyengir "Yang jelas lo nggak bakalan kenapa-napa, tenang aja."
Indri mendongak, rasanya ini bukan Juna yang ia kenal. Apa ia tak salah dengar ya? Sejak kapan dia jadi seperti ini. Padahal dikesan pertamanya. Juna tak lebih dari seorang cowok yang kasar dengannya.
"Apasih maksudnya? Bercanda ya?"
Namun jantung Indri terus berdegup sangat kencang. Pipinya juga memerah, Indri nggak bisa menjelaskan itu.
"Woy lo kenapa jadi diem? Nggak ada yang mau ditanyain?" tanya Juna.
"Jangan jangan lo pasti baper gue bilangin gitu? Elah cewek gampang baperan ternyata," lanjutnya.
Ya mungkin Juna benar, Indri kini tampak mencari cari alasan untuk menutupinya.
"Apa-apaan. Jangan sembarangan menyimpulkan gitu deh, aku cuma lagi mikir."
"Ngaku aja lah. Pake ngeles lagi lo, padahal gue tadi cuma asal ngomong."
Indri menggerutu kesal. Disepanjang jalanan mereka kembali diam. Indri yang hanyut dengan perasaanya dan Juna hanyut dalam lamunannya. Entah kenapa juna merasa sedikit tenang bila berada di dekat gadis ini. Walaupun ia sering membuatnya kesal.
Namun tak bisa dipungkiri juga. Indri memang cantik.
Sementara Indri masih menetralkan degup jantungnya. Sambil menatap setiap sisi jalan, ia belum pernah merasakan rasa yang seperti ini. Kadang bayangan Juna ada disaat malam tiba, atau kesan pertamanya yang terus terbayang bayang. Ia hanya menganggap itu hal biasa.
"Bagaimana dengan Juna? Apa dia merasakan hal yang sama?"
Mereka sampai di sekolah. Pandangan seluruh siswa tertuju pada Juna dan Indri yang baru memasuki sekolah dengan motornya yang menderu. Indri masih melamun, tapi Juna sudah menebar senyum liciknya ke sekitar.
Dilihatnya fans fanantiknya itu menatap jengkel ke arahnya, tak jauh dari sana. Tara, Yudis dan Dipa memberikan acungan ibu jari dan kedipan yang entah apa artinya itu, hanya Juna dan mereka yang tahu.
"Kita udah sampai. Lo buruan turun, tapi jangan kemana-mana sebelum gue suruh!"
Indri hanya berdiam diri sambil menatap Juna. Tiba tiba saja ia sadar, di tempat itu banyak yang menatap kedatangan mereka sedari tadi.
"Ini ada apa apaan sih? Kenapa semuanya liat kesini?" gumam Indri merasa risih.
Indri merasa ada yang aneh dengan telapak tangannya. Begitu hangat rasanya, dan tunggu, Indri menatap telapak tangannya dan dilihatnya telapak tangan Juna melekat di telapak tangan Indri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Here
Teen FictionMasalah selalu saja menghampiri Indri. Gadis itu menyembunyikan segala beban dari hadapan publik, ia tersenyum dibalik keterpurukannya, hanya satu orang mengetahui itu. Juna, cowok yang dulunya seorang pribadi yang bijaksana dan selalu di banggakan...