I,H3

197 60 14
                                    

*Sebelum baca, harap di vote ya cerita ini. Gratis kok :)

Jam pulang telah berdering. Siswa-siswi SMU Sedana hendak meninggalkan area sekolah, begitupun dengan Juna, Dipa, Yudis dan Tara yang baru berteman akrab. Orang lain pasti mengira mereka telah bersahabat saking akrabnya mereka kini. Semua pandangan menuju kearah mereka, Dipa, Yudis dan Tara sudah terbiasa akan itu.

"Eh! Gue punya ide. Gimana kalo nanti malem kita ke tempat nongkrong, gua udah kangen banget Ama tu tempat, ahhh," seru Dipa sambil meregangkan otot-otot nya yang kaku sehabis belajar.

"Wah gue setuju tuh. Anggap aja nih penyambutan kedatengan lo," ujar Yudis sambil merangkul pundak Juna.

"Lo, mau kan Jun? Gak jauh amat lah. Jalan bentar aja nyampe," kata Tara.

"Boleh lah, gue lagi bosen dirumah."

"Oke, lo dateng aja ke cafe greenpeace jam 7, gue tunggu lo disana," kata Yudis.

"Hah... gue udah gak sabar banget dah kesana lagi, kangen gue sama suasananya," kata Dipa.

"Heleh lo! Mentang mentang temenan ama anak yang punya cafe, Lo malah enak nyari gratisan," cibir Tara.

"Gak ada gratisan mah pokoknya! Lo bayar sendiri," sambungnya lalu bergegas pergi ke area parkiran sekolah.

Deg

Dipa tersadar akan ucapan Tara tadi, ia sontak berlari mengejarnya sambil merayu rayu agar gratisan tetapnya tak berkurang. Yudis yang menatap bosan ke arah Tara dan Dipa, karena hal seperti ini sudah sering terjadi.

"Semoga si Juna ga kayak mereka berdua. Pada nggak waras," batin Yudis.

Sementara itu, di sekolah masih tersisa anggota klub dari ekstra Mading. Hingga jam telah menunjukkan pukul 16.00. Indri selaku ketua mading dan teman lainnya telah lama berada di sekolah. Hingga salah satu anggota mengusik mereka sejenak.

"Woy! Udahan dulu yak gue, ada janji nih," kata Vino si anggota.

"Kemana? Cepet bener tumben," tanyanya.

"Biasa lah si Tika minta ngedate. Lo tau kan kalau dia ditolak bakal ngambek, itupun susah dibujuk."

"Oh aku juga mau udahan lah, gak seru kalau cuma segini doang. Btw kamu udah banyak bertengkar, masih mau dipertahanin ya?" Indri menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Ia masih polos dalam hal seperti ini.

"Ya namanya cinta mah, gue rela. Makanya lo cari pacar! Biar ngerasain rasanya pacaran, cinta dan cemburu."

Indri menerawang, kemudian menunduk merenungkan ucapan dari temannya itu.

"Aku akan ngerasain itu, tapi nanti, Mungkin..." batinnya pada dirinya sendiri sembari tersenyum.

***

18.39

Juna telah bersiap untuk nongkrong di tempat dan waktu yang telah temannya janjikan. Malam ini ia mengenakan kaos abu-abu, celana jeans pendeknya serta sepatu kets putih. Rambutnya dibiarkan berantakan begitu saja. Itu gaya khas nya.

Aldi yang tengah membaca di ruang tamu melihat Juna turun melangkahi anak tangga dengan pakaian yang cukup rapi. Aldi mengerutkan keningnya. Ia baru tahu Juna suka berkeliaran malam.

"Mau kemana lo?" tanya Aldi.

"Nongkrong bareng temen gue, lokasinya sekitaran sini, nanti lo jangan nelpon gue."

"Emang siapa?" tanya Aldi lagi "Oh gue tahu... Tara, Yudis sama Dipa kan yang ngajakin lo ikut, gue tadi liat lo berempat di parkiran sekolah."

"Trus, masalah nya sama lo apaan dah, ya terserah gue mau nongkrong sama siapa," Juna langsung mengambil helm dan kunci motornya dan nyelonong pergi meninggalkan Aldi yang masih terpaku.

"Dih, gue kan cuma nanya, Jun... Belum apa-apa udah ngegas."

Juna tidak memperhatikan Aldi.
"Gue pinjem motor lo," ucap Juna dari luar.

"Lo jangan buat macem-macem bareng mereka!" pekik Aldi.

Aldi kembali duduk untuk membaca buku yang ia pinjam dari salah satu siswi dikelasnya, itu buku tentang para member boyband Korea yang dihebohkan anak perempuan di kelasnya tadi.

***

Jalanan yang tak terlalu ramai dan bebas macet memudahkannya untuk menyalip kendaraan lainnya. Hiasan bintang-bintang dan cahaya bulan turut menerangi jalanan malam itu.

Salah satu hobi Juna yang membuat ayahnya kewalahan adalah seringnya ia melanggar aturan lalu lintas, untungnya ia tak masuk penjara. Ayahnya seakan membelanya agar Juna tak mendapat pandangan buruk dari para rekan bisnisnya

Dan kini ia telah sampai di cafe yang dimaksud Dipa. Cafe berkonsep green garden dihiasi gemerlap lampu lampu. Dari luar sudah terdengar alunan musik klasik yang bagi Juna sudah tak asing lagi ditelinga nya.

"Lumayan," batinnya sembari melepas helm dan turun dari motor.

Pandangan dinginnya menyapu ruangan itu. Tara melambai-lambaikan tangan kearahnya. Juna mendatangi arah meja yang terletak dipojok ruangan.

"Gimana tempat nongkrong kita? Bagus kan? Lo liat deh sekitar lo. Cewe-cewe juga pada nongkrong disini. Cantik bat, lumayan bisa gue deketin," kata Dipa

"Gue nih yang punya, Damantara Putra yang pasti." Tara si pemilik cafe diberi wewenang dari ayahnya untukmenata cafenya itu. Karena memang tempatnya yang dekat dari sekolah juga agar Tara bisa belajar lebih banyak tentang bisnis.

"Dari berapa tahun lo ngurus ginian?" tanya Juna.

Tara mencoba mengingat-ngingat.
"Mungkin ya, sekitar 1 tahun lebih dari kita kelas 10 semester 2."

"Btw, gue mau nanya nih. Gimana menurut lo cewek-cewek dikelas kita? Cantik cantik nggak?" tanya Tara pada Juna. Wajar saja kalau dia ingin menanyakan itu. Ia penasaran apa respon Juna.

"Gue gak tertarik sama yang begituan. Kalau cantik, di sekolah gue yang dulu juga banyak kali," ucap Juna enteng.

Tara menggeleng kepalanya takjub.
"Edan Jun... padahal dibanding kelas lain, cewek-cewek kelas kita yang paling terdepan."

"Lo kira motor, terdepan," celetuk Tara.

Yudis yang fokus ke ponselnya beralih menatap sekitarnya sekilas. Kemudian dia mengerutkan alisnya sesaat.

"Kayanya gue ngeliat penampakan."

"Seriusan Lo?! Mana?" ucap Dipa heboh.

"Penampakan apaan? Ngaco bener lo, gue udah pasang anti hantu-hantuan di cafe gue."

"Nyari dimana? Emang ada yang kaya gituan, ngomong pada bener," kata Juna.

"Gue kan belinya di supermarket serba ada," balas Tara cuek.

Dipa masih saja memantau arah pojok.
"Hantu apaan bege! Gue ga ngeliat apa apa, jangan boong lo. Dosa!"

Yudis menatap kedua mata Dipa, Tara dan Juna bergantian. "Tuh liat ke kiri di pojokan. Itu jauh lebih serem dari setan."

Mereka mengikuti arah jari telunjuk Yudis, "Anjir Mimi fairy," umpat Dipa

"Wah gila. Ngapain dah dia ke cafe gue?"

"Ya mau nongkrong lah! Masa iya mau mandi. Lo makanya jangan keseringan bolos! asah otak lo," ucap Yudis gemas.

"Pas gue bolos, lo kemana emangnya? ngajarin setan rumus aljabar?" ucap Tara sewot.

"Gua ngajarin tuyul rumus atom."

Mulut Dipa berkomat kamit tak jelas masih menatap kearah situ. Sementara Juna mencoba mengingat siapa yang ditujuk Yudis tadi.

"Cewek caper," gumam Juna akhirnya menyadari.


Voment ya, jangan jadi silent reader🙄
Absurd?, Nanti akan ada saat bapernya.
Buat yang mau ngevote makasih banyak loh hehehe jadi sayang... 💕

Ke Juna maksudnya hehehe :v
Trimakasih buat yng udah ngevote

I'm HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang