I,H18

72 8 0
                                    

Sebelum baca, Vote cerita ini ya :) Minta comment nya juga kalau boleh.
Nggak bayar kok.

Hargailah saya hwhw.

Happy Reading
.
.
.
.
Juna dan Davin terduduk di sebuah bangku panjang di koridor rumah sakit. Juna menatap lurus-lurus kebawah. Suasananya tegang, memang ada rasa kekhawatiran yang Juna rasakan.

"Jadi, ini semua terjadi mendadak? Dan nggak ada satupun yang tahu selain lo?!" Davin menatap Juna tak percaya, hal semacam ini harusnya bisa diketahui oleh pihak sekolah lebih cepat. Tapi, ini sudah kelewatan.

Juna mengangguk. "Gue nggak ada niatan buat Indri kayak gini. Justru gue pengen ngebantu dia."

"Hah?! Lo nggak waras?! Seharusnya lo kasih tau dulu pihak sekolah." Wajah Davin mulai merah menahan marahnya. "Kalau adik gue mati, pembelaan lo nggak berguna di mata gue!"

Juna mendengus nafasnya. Rasanya sekarang bukan waktu tepat untuk membela diri, karena apapun yang ia katakan tetap saja Davin akan menyalahkan. Jadi, Juna terpaksa mendengarkan ocehan itu walau telinganya sudah panas dan malas berdebat.

"Gue akan cari orangnya. Apapun yang gue cari akan didapat lebih mudah. Kalau perlu gue panggil polisi."

Setidaknya Juna masih memiliki rasa untuk bertanggung jawab.

"Apapun itu, yang penting gue mau lo cari orang-orang itu sampai ketemu!" Juna mengangguk paham.

Lalu beberapa detik kemudian. "Apa lo cowok yang nganter Indri pulang tanpa tas waktu itu?" tanya Davin.

Ekspresi wajah Juna nggak berubah. Masih menatap lurus kebawah. "Ya," jawab Juna singkat.

Ternyata dugaan Davin benar, pantas saja wajahnya terlihat familiar. "Apa yang harus lo lakukan, lakukan segera. Gue nggak mau kejadian ini sampai terulang lagi."

"Gue bener-benet minta maaf untuk itu."

"Semua udah terjadi, percuma lo minta maaf sekarang."

Beginilah Davin jika sudah marah, bahkan Indri tak bisa mencegahnya. Davin kerap kali mengeluarkan kata-kata yang begitu menusuk hati. Bahkan ia pernah menyakiti hati Indri.

Tapi kini tidak lagi... Tidak akan pernah.

***

"Woy, Bambang! Lo liat Juna nggak?" tanya Dipa pada si ketua kelas yang masih sibuk mengemas tasnya hendak pulang.

Bambang menggeleng kepalanya cepat lalu nyelonong keluar kelas untuk menghindari orang-orang sinting seperti mereka ini. Ia takut akan mendapat masalah. Ketua kelas kok takut. Harusnya pemberani kan?

"Lele, liat Indri nggak lo?!" Kini Dipa bertanya pada gadis cupu di pojok kelas, yang hendak buru-buru pulang.

"Nama gue Elle! Mana gue tahu Indri kemana, emang gue nyokapnya?" Elle langsung ngibrit keluar kelas.

"Eh, berani juga ya lo, cupu! Gue cium, kicep lo." Dipa tak hentinya bersuara.

"Mulut lo bisa diem dulu nggak?" Yudis menatap keki Dipa lalu kembali sibuk menghubungi nomor Juna.

Davin mendengus nafasnya. "Nggak diangkat, gue udah hubungin 5 kali."

"Emang Juna kemana? Indri juga nggak ada. Apa jangan-jangan mereka lagi bolos trus kencan dan sekarang lagi..."

I'm HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang