Detak jantungnya seakan berpacu dengan nafas yang sedari tadi tidak beraturan akibat berlarian menuju tempat yang diberitahukan tadi, menatap penuh damba kepada seorang yang kini tertidur begitu damainya dalam ruangan putih itu.
Ada perasaan yang membuatnya detakan jantungnya kian tak beraturan, perasaan yang masih sama walau sempat terhalang oleh kecelakaan yang membuatnya melupakan sosok sang pujaan hati.
Kakinya melangkah maju perlahan, terlalu takut jika suara langkah kakinya dapat membangunkan sosok yang tertidur di dalam sana, membiarkan suara angin dan detak jantungnya saja yang membuat keributan.
Hingga pada langkah terakhir yang tepat membawanya ke sisi samping kasur , dimana Jimin dapat melihat secara jelas wajah sosok dambaan hatinya. Sosok yang membuatnya tergila-gila dalam sekali pandang, sosok yang tidak pernah lepas dari ingatan barang sehari, sosok yang selalu bertanggung jawab atas debaran detak jantung yang tidak beraturan seakan jantungnya terasa tidak sehat.
Beralih dari wajah, tatapannya turun ke lengan yang memperlihatkan banyak tanda bekas goresan benda tajam yang terlihat memudar. Jimin mengelus pelan bekas goresan itu, berharap bisa turut merasakan betapa sakit rasa goresan itu ketika mulai memberi tanda pada kulit mulus yang teramat putih itu
"Maafkan aku, yang tidak bisa berada di sampingmu selama kau membutuhkanku."
Tanpa sadar, Jimin menangis. Meratapi goresan demi goresan pada tangan dambaannya, memikirkan bagaimana tersiksanya dia, bagaimana Jimin yang tidak bisa berada di sampingnya, bagaimana tidak bertanggung jawabnya Jimin karena menjadi satu-satunya yang melupakan semua itu sedangkan sosok dihadapannya terus terbayang akan masa lalu yang kelam.
"Kau pasti sangat membenciku, iya kan?"
Dimana bisikan lirih itu hanya bisa terbawa angin tanpa mengusik sedikitpun sosok yang ertidur begitu damainya seakan sedang bermimpi indah,
"Apakah aku masih pantas berada disini?"
Jimin tetap berada di dalam posisinya, terdiam sambil tetap mengelus lembut bekas goresan yang memenuhi lengan putih itu, menahan seluruh perasaan yang seakan ingin meledak begitu saja,
"Apakah kau mau memaafkanku, Min Yoongi?"
Dimana tanpa sadar, Yoongi bergerak ketika tangan Jimin kini menggenggam erat tangan itu, kembali mengaitkan kedua genggaman seperti yang pernah mereka lakukan, mengisi ruang kosong yang seakan pas untuk diisi oleh mereka masing-masing.
"Jimin.."
;
Tbc.(Setelah sekian lama, akhirnya up juga :')
Adakah yang masih menunggu?)
KAMU SEDANG MEMBACA
PJM's - my
Fanfiction"Rasanya tidak asing; Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"