Tears and Promises;

296 67 5
                                    

















Fr : Ibu

Bukankah sudah terlalu lama kau berada disana? Ayo pulang sayang, ada yang menunggumu kembali.





;

"Pulanglah," Jimin menatap lekat kekasih dihadapannya, mengeratkan genggaman tangan mereka di atas meja cafe, "Ibumu merindukan anak lelakinya."

Yoongi tersenyum- paksa, mengelus lembut genggaman tangan mereka seraya menatap mata Jimin lekat seakan menyampaikan dia baik-baik saja. Mungkin Yoongi lupa, bahwa salah satu hal yang sama sekali tidak bisa dia lakukan adalah membohongi kekasihnya itu, Jimin terlalu peka bahkan hanya dengan helaan nafasnya saja Jimin bisa tau isi hatinya.

Tiga hari setelah Jimin mengantarnya pulang tanpa penjelasan, akhirnya Yoongi mengetahui sebabnya hari ini ketika Jimin  mengajaknya untuk bertemu di cafe milik Taehyung. Tempat pertama dimana mereka bertemu hanya karena note kecil milik Yoongi yang tertinggal yang juga membawanya kembali pada Cinta yang dia harapakan menjadi Cinta Pertama dan Terakhirnya itu,

Rasanya, air mata yang terkumpul pada pelupuk matanya bisa saja mengalir dengan kurang ajarnya jika Yoongi tidak menahannya. Dadanya terasa sesak padahal dia tidak menderita penyakit yang berhubungan dengan pernafasan, rasanya sakit sekali

"Aku tidak ingin pulang."

"Ibumu mencarimu, bodoh."

"Dan membiarkanmu menangis seorang diri disini? Aku akan tampak seperti pria brengsek."

"Dia Ibumu,"

"Dan kau kekasihku, Min Yoongi."

"Jimin!"

"Aku pernah kehilanganmu sekali dan aku tidak berniat untuk kembali merasakan rasa itu untuk kedua kalinya."

"Ibumu menginginkanmu untuk bahagia, dan bukan aku orangnya-" beberapa tetes air mata sudah membasahi wajah manis Yoongi, genggaman tangannya dieratkan, "-Jangan membuatku tampak menyedihkan, Jimin. Rasanya sangat menyedihkan, bagaimana pikiranku tetap berharap akan kau dan aku yang tetap bersama hingga akhir."

Jimin beralih berdiri, duduk disamping kekasihnya seraya memeluknya erat. Isakan demi isakan seakan pedang yang menusuk hati Jimin tiap sisinya, rasanya menyakitkan melihat kekasih yang amat sangat dicintainya kini menangis degan begitu pilunya dalam dekapan.

Yang cemas tentu bukan hanya Yoongi, Jimin sendiri tau konsekuensi yang akan didapatkannya ketika dia memilih untuk pulang. Jika ingin jujur, Jimin sama sekali tidak berniat untuk pulang jika Yoongi tidak ikut bersamanya, namun akan lebih menyakitkan jika dia belum bisa melindungi Yoongi di hadapan keluarganya dan berakhiran kehilangan Yoongi lagi,

"Sayang," Tangannya mengelus punggung Yoongi lembut, sedangkan yang satunya beralih menyatukan lagi kedua tangan mereka, "Aku tau kecemasan yang kau rasakan, jika ingin jujur aku sama sekali tidak berniat untuk pulang kesana-" Yoongi mendongakkan wajahnya enatap sang dominan. "-jika aku sendirian dan tidak bersamamu."

"Tapi, jika aku seperti itu sama saja aku adalah pengecut , bukan?" Tangan yang tadinya mengelus punggung kini beralih mengahapus jejak-jejak air mata di wajah itu, "Aku pernah kehilanganmu, karena waktu itu aku yang tidak mampu menjagamu. Kali ini, aku tidak ingin mimpi buruk itu terjadi lagi, aku tidak ingin kehilanganmu."

sebuah cincin dengan ukiran nama keduanya kini terpampang manis pada jari milik Yoongi; Jimin mengusapnya lantas menciumnya penuh kasih, menatap kekasihnya yang hanya menatapnya dengan wajah yang akan kembali menangis, "Aku akan berjuang untuk hubungan kita, aku akan membuat ibu merestui pilihanku. Apa kau mau berjuang bersamaku, Min Yoongi? Aku tidak bisa menjanjikan hal ini akan mudah, namun aku bisa menjanjikan tidak akan ada kata selamat tinggal di antara kita-" Satu senyuman diberikan Jimin, menyatukan kening mereka ketika air mata kembali membasahi wajah terkasih Jimin, "-Ingin berjuang bersamaku?" dan satu anggukan mantap diterima Jimin.

Yoongi mengelus pipi kekasihnya, mengelusnya begitu sayang sampai Jimin rasanya ingin menangis saja, "Aku hanya ingin mengingatkanmu, kita berada pada jalanan yang sama, ingatlah aku akan selalu menunggumu. Min Yoongi mencintaimu, Park Jimin."

"Kau tau Min Yoongi? Kau adalah perasaan yang datang tanpa peringatan dalam hidupku; kau sudah memiliki seluruh hatiku bahkan ketika aku belum berkata tidak untuk itu dan aku bersyukur karena tidak menolak perasaan ini."







------------------------------------------------

11k views dan 2k Votes; adalah salah satu hal tidak pernah saya bayangkan. Rasanya terima kasih saja tidak cukup saya ketikkan kepada kalian yang masih senantiasa mendukung saya dengan memberi vote atau comment pada cerita saya.

Jujur saja, rasanya masih ngga nyangka sih haha (apasih lebay bgt.), intinya saya sayng kalian aja gitu, saya terlalu pemalu jadi maafkan lah saya :"

PJM's - myTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang