17

5.2K 811 11
                                    

21/07/18

.

.

Hari ini aku kembali berada di tempat ayah beristirahat. Bedanya, aku disini karena pemakaman ibu.

Ya. Ibu juga mati. Dia tidak terselamatkan.

Rasanya aku ingin berteriak keras keras. Apapun yang bisa menghilangkan rasa sesak yang ku rasakan dari kemarin.

"Kau ingin menyusul ayah? Jadi kau masih mencintainya?" Aku menghela nafas panjang dan menengadah.

"Lalu bagaimana denganku?" Aku bergunam.

Bagaimana denganku...

"Bagaimana.."

Drrt drrt

Aku mengeluarkan ponselku dan mengecek.

Jeno
| noona?
| aku jemput ya

Aku tersenyum kecil lalu kembali memasukkan ponselku ke dalam saku celana.

Ah, sudah seminggu aku tidak masuk. Pertama, aku sedang berduka. Kedua, karena Taeyong. Dan ketiga, aku sedang berduka.

Ayah bahkan belum lama pergi, tapi ibu ikut menyusul. Ingin rasanya aku tertawa pada nasibku yang mendadak sial. Mungkin ini cobaan dari Tuhan untukku.

"Ayah.. aku merindukanmu.."

Aku menggigit bibir bawahku dan menunduk dalam.

Aku duduk di tanah dan memeluk kedua kakiku. Aku menyandarkan daguku di atas lutut dan memandangi kedua gundukan tanah di depanku.

Aku terus dengan posisi seperti itu. Sampai sesuatu menempel di bahuku. Aku mendongak. Ada Jeno di belakangku dengan dua gelas kopi di tangannya.

"Ini, noona."

Aku tersenyum dan menerima kopi dari Jeno. Jeno lalu ikut duduk di sampingku.

"Taeyong hyung sudah pulang."

Aku yang ingin minum tidak jadi karena ucapan Jeno. Aku menurunkan sedikit tanganku lalu tersenyum miris.

"Apa.. dia baik baik saja?"

Aku menoleh ke arah Jeno. Jeno terlihat menenguk sedikit kopinya sebelum membalas.

"Mungkin, ya. Mungkin, tidak." Jeno tersenyum. "Dia membawa piala juara 1."

Aku ikut tersenyum. Merasa bangga dalam hati. "Ya, dia memang sangat pintar."

"Jadi, Taeyong sedang tidak baik baik saja?" Aku menenguk sedikit kopiku.

"Dia bahkan lebih dingin dari sebelumnya." Jeno bergidik. "Dan seperti dia sedang perang dingin dengan ayahnya."

Aku tersentak. "Jeno, tolong katakan pada Taeyong dia hanya salah paham."

Jeno menyerit. "Huh?"

"Ayahnya di goda ibuku saat sedang mabuk. Dan yang menyerang duluan adalah ibuku."

Jeno diam tidak membalas. Aku sedikit mencengkram gelasku dan memandang kubur ibu. Aku tersenyum miris.

"Padahal dia belum minta maaf.." aku bergunam.

"Apa, noona?"

Aku tersenyum lalu menggeleng. Aku menatap gelas di tanganku. Lalu tatapanku terfokus pada gelang yang melingkar di tanganku.

Gelang coupleku dengan Taeyong masih ku pakai.

"Kau masih memakainya?"

Aku menoleh pada Jeno lalu tersenyum tipis. "Iya. Aku suka gelang ini, makanya aku terus memakainya." Aku mengangkat tangannya lalu menatap gelang yang melingkar di pergelangan tanganku.

[1] chain ; taeyong✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang