Jitsui

202 41 11
                                    

“Eh, eh!” Ayano datang menggebuk bahuku heboh. Aku sampai terbatuk kaget, mendelik kesal.

“Apa sih?!”

“Dih, sewot sekali,” Ayano malah mencibir. Dia menunjuk pintu kelas. “Itu, Jitsui-kun memanggilmu. Kau ini sekarang mendadak terkenal di kelas 2-D, ya. Kemarin digebet Tazaki-kun, sekarang dicari Jitsui-kun.”

“Hih, sudah sana minggir,” usirku.
Jitsui berdiri di sisi pintu, tersenyum sopan ketika disapa seorang teman sekelasku. Aku menepuk pundaknya tanpa canggung. Saat kelas satu, aku sekelas dengan Jitsui. Kursi kami bersebelahan di depan meja guru, dan kami lumayan akrab. Aku bahkan bisa dibilang jadi teman bertukar pikiran Jitsui, yang paling sering mengobrol dengannya. Jitsui tersenyum, mengeluarkan kantung dari saku jas.

"Ada? Ada?" Tanyaku antusias. Jitsui mengangguk, menyerahkan kantung kecil ke telapak tanganku. "Aaah, trims, Jitsui-kun!"

"Cara menanamnya sama seperti bunga biasa. Kalau mau coba-coba dulu, sebaiknya tanam sedikit saja. Nanti kalau ada yang mau kau tanyakan chat saja."

"Siap." Aku membuka kantung, mengintip benih-benih di dalamnya. "Hehe, nanti kalau sudah tumbuh kukirim fotonya untukmu."

"Oke." Jitsui mengangguk.

"Eh iya. Manga-mu bagaimana?"
Kami mengobrol santai, menanyakan keseharian masing-masing. Kadang bertukar tawa menceritakan kondisi kelas. Aku berusaha tertawa untuk mengusir firasat tidak enak yang mendadak bercokol dalam hati.

"Sudah hampir masuk. Kau tidak kembali? Kelasmu jauh kan?"

"Benar juga. Oh," mata Jitsui melebar sejenak. "Tazaki-san habis dari kelas sebelah? Mau kembali ke kelas bersamaku?"

Tazaki berjalan santai mendekat. "Tapi mampir kantin dulu."

"Oke." Jitsui menepuk pundakku. "Kami pergi dulu."

"Uhm. Makasih benihnya!"

Tazaki lewat begitu saja, menyusul Jitsui. Dia melirik sejenak, lalu memalingkan wajah. Ekspresinya datar.

"Sampai besok, Tazaki-san. Semangat ya," kataku saat dia lewat.

Tazaki tertegun, menoleh sepenuhnya padaku. Senyumnya melebar hingga lesung pipit terlihat begitu menggemaskan dan pipinya sedikit memerah. Tangannya terangkat, melambaikan tangan kecil.

"Heh, senyam-senyum!" Tegur Ayano. Dia berkacak pinggang. "Tadi kenapa Jitsui-kun datang? Aku baru tahu kau dekat dengannya," serbunya.

"Apa sih, lambe turah," balasku.

"Sembarangan! Aku cuma tanya, tahu."

Aku mencibir, mengantungi wadah benih bunga matahari dari Jitsui. Sebenarnya itu titipan Ibu. Beliau mendadak ingin menanam bunga matahari. Aku ingat Jitsui juga suka menanam, ternyata punya banyak benih matahari. Pemuda itu menawarkan akan membawa benihnya ke kelasku.

Tidak heran sih, banyak yang kaget tahu aku saling kenal dengan Jitsuiーselain mereka yang pernah sekelas denganku juga di kelas satu; Gamou dan Alain contohnyaーapalagi Ayano dan beberapa gadis penyuka gosip yang berhubungan dengan delapan siswa emas dari kelas D.

"Hehe, kepo ya."

"Iyalah!" Ayano membuntutiku sampai kursi, duduk di hadapanku dengan wajah penasaran.

"Diaー" Bel masuk berbunyi. Siswa-siswi berhamburan masuk sambil merapikan seragam dan atribut lain. "Hadap depan. Sensei sudah datang." Ayano mengerucutkan bibir, manut membalik badan sambil mengikat rambutnya agar terlihat lebih rapi.


Halu, selamat hari Selasa.

Ini, tolong banget jangan terpelatuk sama judulnya, ya. Diri ini memang (sangat) kurang pandai cari judul dan pas ngetik chapter ini aku pas nonton ulang Double Joker. Sebagian cerita ini disponsori oleh Jitsui/?

Makasih buat para pembaca yang membaca, ngasih votes, bahkan meramaikan komentar. Selamat menjalani hari, (meminjam kata-kata dari satu author yang sangat aku kagumi) jangan lupa bahagia hari ini! Semangat♥

Asmaraloka | Tazaki [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang