18: kebenaran

13 1 0
                                    

Aku langsung menampar wajahnya tanpa pikir-pikir lagi.

"A! " wajahnya berpaling dariku.

Aku meletakkan jari telunjuk dan jempolku di bibir ini sambil memasang wajah bersalah.

"Ya! " sambil dia mengarahkan pandangan tanjamnya.

"Hehe.. " senyuman takutku.

"Aaahhhh.... (Suara keras)  Aku akan gila dengan senyumanmu itu... (Nada bicara menurun)" sambil dia menggaruk-garuk kepalanya.

"Iya? " reaksiku tak percaya dengan apa yang telingaku dengar.

"Haesoo ya.. 5 detik saja.. "

"Hah? "

"5 detik saja, apa aku boleh? "

"Ya.. " belum sempat aku berbicara, tapi dia langsung memelukku dengan erat, berbeda dengan pelukannya yang tadi, kali ini terasa begitu tulus dan hangat.

"Aku sangat merindukanmu soo ya... " ucapnya, terdengar suaranya bergetar seperti orang yang akan menahan tangisnya.

Meskipun aku tak tahu siapa sebenarnya orang ini, tapi perasaanku mengatakan bahwa orang ini berarti dalam hidupku, aku pun membalas pelukannya. Aku mengusap-usap punggungnya, "tak apa... Aku disini... " ucapku.

"Rasanya aku akan mati selama ini tanpamu... " ucapnya akhirnya menumpahkan airmatanya dalam pelukanku.

"Tak apa... Jiwook.... Aku disini.. " nama itu terucap begitu saja dari mulut. Aku pun tak percaya dengan apa yang barusaja aku ucapkan. Bayangan itu kembali lagi, kini mungkin ingatan itu datang bertubi-tubi, aku mengingat semua kejadian itu.

Flashback

Saat itu aku berada di tempat hiburan yang dipenuhi dengan banyak permainan, aku sedang membeli permen kapas, tiba-tiba ayah muncul dan membawaku, sehingga permenku terjatuh dan aku pun menangis karenanya.

"Appa! Appa! Permenku! Lepaskan! " jeritan dan rengekanku. 

Saat itu aku lihat seorang anak laki-laki mengambil permenku dan mengejarku.

"Ajusshi! Lepaskan haesoo!" Perintahnya dengan wajah polos.

"Minggir! " ucap ayahku melanjutkan langkahnya yang besar itu.

Aku menangis dengan menjerit-jerit sambil berharap anak tadi dapat menolongku dan mengembalikan permenku. Namun anak itu malah berlari kebelakang, membuatku bertambah panik. Aku pun meronta-ronta minta diturunkan, namun ayah tetap saja berjalan bahkan dia berlari setelah aku mendengar teriakan ibu. Saat itu ku lihat anak tadi membawa ibuku, kakak, dan beberapa anak lain. Mereka mengejar kami,

"appa lepaskan!!! " jeritku.

"Hyesoo yaaa.. " teriak ibuku.

"Kau harus segera aku serahkan hyesoo ya.. "Ucap ayahku di tengah larinya yang semakin cepat.

"Tidak, appa! Aku mau turun! "

Akhirnya aku tak melihat keberadaan ibu lagi  karena ramainya pengunjung.

...

Saat itu aku hanya terduduk ketakutan di dalam sebuah mobil, aku lihat ayah sedang berbicara dengan seseorang diluar sana, sampai akhirnya aku melihat mereka berjabatan tangan, dan orang itu berjalan menghampiriku, dia duduk di sampingku, "ayo kita jalan.. " ucapnya pada supir. Setelah supir itu melajukan mobilnya aku makin ketakutan, aku lihat ayah dari kaca belakang mobil, dia malah berjalan entah kemana meninggalkan ku begitu saja. "APPA!!! APPA!!! " ucapku sambil menangis histeris memukul mukul kaca mobil.

Terlihat seseorang yang lebih tua umurnya dariku dan menggunakan seragam SMA datang menghampiriku menggunakan sepeda motor. Setelah aku perhatikan, wajahnya mirip dengan kakaku. Kulihat bibirnya seperti mengucapkan sesuatu, saat aku selidiki lagi kaka mengucapkan "jangan menangis... " sambil dia memejamkan matanya sebentar sambil sedikit mengernyitkan kedua alisnya lalu memasang senyuman. Saat itu aku langsung mematuhi perintah kakaku, aku langsung membekap mulutku dan mencoba menahan tangisan. Melihatku melakukan itu, kaka tersenyum dan langsung memalingkan wajahnya dan langsung menyusul mobil yang aku naiki. Aku hanya melihatnya dengan polos.

"Pak, apa yang harus saya lakukan? " ucap supir itu.

"Tabrak saja dia.. " perintah orang itu.

"Apa? " tanya supir itu tanpa mendapatkan balasan darinya.

"Oh, baiklah.. " sambil supir itu menginjak pedal gas.

Tahu dengan apa yang mereka bicarakan, aku tak tahu harus bagaimana, aku makin menangis dengan keras. Saat mobil mulai agak tak terkendali dan makin ugal-ugalan, aku menjerit dan langsung memegang tangan orang itu, "ajusshi... Tolong selamatkan kakaku... " ocehku memohon. Namun orang itu malah terus saja dalam posisinya tanpa mengasihani atau merespon permohonanku. Aku makin panik dan menangis lagi. Saat aku melihat ke depan terlihat makin dekat jarak mobil dengan motor kakaku. Ku coba memelas pada supir, dengan mencolek colek pundaknya, namun tetap saja dia tak bereaksi. Dan akhirnya terdengar suara sesuatu yang tertabrak dari arah depan kami.

"AAAAAA!!!!" teriaku karena kaget

Namun mobil terus saja melaju, kulihat ke arah belakang, kakakku tergelak di jalanan dan nampaknya dia tak sadarkan diri.

Tak tahu apa yang harus dilakukan, pemikiran ku yang masih kakanakan, bercampur amarah dan frustasi. Aku menggigit tangan sopir, menyebabkannya membanting setir dan akhirnya menabrak tebing.

Flash back off

Aku terduduk di atap gedung dengan mengayunkan kaki, ditemani seorang pria di samping ku.

"Apa kau tahu? Waktu itu aku sangat frustasi?" Ucapku

"Yah aku tahu pasti.."

"Sama seperti saat ini, aku begitu frustasi tentang siapa aku, mengapa semua terjadi, dan mengapa orang yang paling aku sayangi, berubah menjadi orang yang paling misterius di kehidupanku"

"Emang siapa? Apa dia pacarmu?" Tanyanya tanpa melihat wajahku, hanya tertunduk.

"Yah..... Kau tahu, orang yang paling aku sayang setelah ibu dan nenekku?"

"mmmmm...." Jawab simpelnya

"Dialah orang yang telah membuat ayahku pergi..."

"APA?" Kejutnya.

"Yah, orang yang menjadi kakakku, dialah orang yang paling aku benci untuk saat ini". Sambil ku goyangkan botol minumanku.

Jiwook hanya tertunduk tak percaya.

"Sssss.... Malam ini begitu dingin, aku harus pulang". Sambil aku mengencangkan tali Hoodie ku dan bangkit meninggalkannya.

"Kau mau kemana?"

"Kau ke rumah nenekku.."

"Bagaimana dengan ibumu..."

"Aku akan menjenguknya besok.."

"Apa aku boleh ikut menjenguk ibumu?"

"Baiklah, ku tunggu besok..."

"Hmmmmmm...."

Kemudian aku pergi meninggalkannya.

Keesokan harinya, waktu dimana aku akan menjenguk ibuku sepulang sekolah, ku menaiki bus seperti biasa, duduk di bangku belakang dengan earphone yang terpasang di telingaku. Saat ku angkat kepalaku, sebuah bus polisi melintas dengan para napi didalamnya. Terlihat seorang pria yang berada di sisi jendela menatapku dengan pandangan yang berbeda, penuh dengan penyesalan dan kasih sayang, tak lain adalah kakakku. Ku hanya tak percaya melihatnya, rasanya sudah lama kami tak melakukan kontak mata lagi, dan seakan hubungan kami bukan lagi sebagai seorang kakak dan adik, namun seperti seorang yang kehilangan kail di lautan, saling mencari kebenaran dan kepercayaan. Setelah bus tadi melewatiku tak terasa cairan menetes di pipi ini. Tersadar dengan itu, ku hapus perlahan dari wajahku, setelah itu, handphone ku berbunyi ku angkat dan ku tempelkan di telingaku dengan tangan yang satunya menghapus air mata.

"Yah.. jiwook kau di mana?" Dengan suara pengapku.

"Kau jangan terus menangis wajahmu jelek tahu...." Suara itu, tak salah lagi.

"Kakak?" Ucapku tak percaya.

Hoping For More Good DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang