I

277 21 2
                                    


Tacenda

(n). things better left unsaid;









Chapter 1

Kamu sedang duduk terdiam, menatap ponsel yang juga tidak bergeming. Kamu sedang menunggu seseorang.

Kamu membuka sebuah pesan dan tersenyum menatap ponsel itu.

'Hari ini kira makan malam di restoran xxx ya? Jam 8.'

'Oke'

Jawaban singkat seperti ciri khasnya.

Sebenarnya hari ini adalah hari anniversary-mu dengan Suga yang ke 4 tahun.

Kamu telah mempersiapkan semuanya. Kamu akan membuat Suga benar-benar terkejut. Setelah beberapa bulan bekerja sebagai dokter magang, kamu berhasil menabung dan membelikan Suga speaker untuk studionya. Bukan speaker mahal seperti yang dibelikan oleh penggemarnya sih, tetapi cukuplah untuk dipakai saat membuat lagu.

Kamu menatap kue dengan tulisan 'Happy Anniversary' dan lilin berangka 4 yang belum sempat dinyalakan. Sudah 1 jam semenjak Suga melewati jam janjian kalian.

Kamu sudah meminta izin untuk pulang cepat hari ini. Untungnya orang-orang di rumah sakit memaklumi dan malah memberiku semangat dalam rangka memberikan surprise pada Suga.

Kamu sudah tidak sabar melihat ekspresi Suga nanti. Kamu benar-benar merindukan gummy smile Suga. Sudah berapa lama tidak melihatnya? Sebulan lalu? 2 bulan? Atau 3?

Dua jam berlalu.

Suga masih belum datang. Ini sudah jam 10. Restoran akan tutup pukul 11. Kamu sebenarnya ingin sekali menelpon Suga, tapi juga tidak berani. Kamu takut kalau saja Suga sedang sibuk bekerja, kamu benar-benar tidak ingin menganggu Suga.

Dengan begitu kamu memutuskan untuk menunggu Suga sebentar lagi. Kamu yakin pria itu akan datang karena Suga sudah membaca pesannya. Bahkan membalasnya.



.

.

.

Kamu menatap jam tangannya, jam 11.47. Kamu bahkan sudah berada di luar restoran sekarang. Kamu berada di halte bus. Restoran sudah tutup. Suga tidak datang.

Kamu menatap hadiah speaker mini dan kue yang sudah berada dalam bungkusnya seperti semula dan kamu tenteng di tangan kiri sementara berkas-berkas pekerjaan di sebelah kanan.

Kamu sebenarnya marah setengah mati. Kamu memejamkan mata erat-erat berusaha untuk tidak membiarkan cairan bening mengalir keluar.

"Hubungan macam apa ini? "

***

Kamu menekan bel.

Saat ini kamu berada di depan pintu dorm BTS. Menunggu pemiliknya membuka pintu, berharap saja Suga.

.

.

Cklek.

"Noona? Kenapa larut begini datang? "

Kecewa sebenarnya. Kamu sedang ingin sekali bertemu dengan Suga. Sekaligus meminta penjelasan tentang ketidakhadirannya tadi.

"Em. Jimin-ah, tolong berikan ini pada hyungmu. "

Kamu menyerahkan tas kertas berisi kue dan juga speaker.

"Ah, baiklah. Noona tidak mau mampir dulu? "

"Tidak usah, lagipula ini sudah malam. Aku besok kerja. "

"Kalau begitu tunggu sebentar ya, aku antarkan barangnya. Aku antar noona pulang. "

"Ta-" Belum menyelesaikan ucapanmu, Jimin sudah pergi. Kamu benar-benar merasa tidak nyaman selalu diantar pulang Jimin. Jimin sendiri pasti sama sibuknya dengan Suga.

Tak lama kemudian Jimin muncul kembali dan tersenyum.

.

.

.

" Noona, ayo. "

[]

tbc

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang