V (*)

153 17 0
                                    

Happy reading 💓
Ini ada part tambahan dari versi ori ya~







Tacenda
(n). things better left unsaid;





Chapter 5






Kamu duduk di kasur sambil memikirkan pertengkaranmu tadi dengan Suga.

Selama kalian berpacaran, kalian jarang sekali berkelahi. Baru kali ini Suga memarahimu dengan cukup kasar. Biasanya kalau kalian ada perdebatan kecil atau kesalahpahaman,  Suga tidak akan pergi meninggalkanmu begitu saja. Ia akan mencoba menjelaskan semuanya baik-baik.

Kamu mencoba mengevaluasi dirimu. Apakah ada kesalahan yang kamu lakukan,  atau kata-katamu menyinggungnya. Tapi kamu tidak tahu dimana letak kesalahannya.

Sudah nyaris 4 bulan Suga bertingkah seolah menjauhi dirimu. Kamu tidak pernah mengeluhkan secara langsung pada Suga betapa sibuknya dia. Kamu tidak meminta banyak hal padanya.

Kamu tidak akan bertanya manakah yang lebih penting antara dirimu atau pekerjaannya. Kamu tidak akan menghalanginya bertemu teman atau melakukan hobinya.

Tetapi membalas pesan atau menelpon bukan permintaan sulit 'kan?





Tok tok

Seseorang mengetuk pintumu dan kamu keluar mengecek siapa di sana.


.

.

" Noona,  ini Jimin.  Ayo kita makan malam. Semua sudah berkumpul di sana."

Kamu mengambil jaket dan ikut Jimin pergi ke restoran yang ada di hotel tersebut. Di sana sudah berkumpul semua member kecuali Suga. Tetapi tak lama kemudian pria itu datang menyusul.







Kalian makan dengan seperti biasa, diiringi sedikit obrolan dan candaan. Suga tidak membawa permasalahan tadi, ia sepenuhnya mengabaikanmu, meskipun ia duduk di sebelahmu.

Kamu hanya makan dan sesekali menimpali perkataan yang lain dan menjawab jika ditanya.



Saat kamu menyuapkan pangsit ke dalam mulutmu,  mendadak kamu terbatuk.

Kamu mengambil tisu segera dan mengeluarkan makanan yang setengah terkunyah itu.


Jimin langsung menyodorkan segelas air putih sementara perbincangan sempat terhenti.

" Apa kau baik-baik saja? " tanya Jin dari seberang meja,  dan kamu sahuti dengan anggukan selagi berusaha meminum banyak air untuk mencuci isi mulutmu.

Suga menyingkirkan piring pangsit itu ke arahnya. " Pangsitnya isi kerang. Dia alergi kerang. "

Suga menjelaskan entah pada siapa,  mungkin semuanya. Tetapi ia menunjukkan sikap cuek dan lanjut makan begitu saja.

" Apa noona baik-baik saja? "

Kamu mengangguk sambil tersenyum ke arah Jimin. " Aku belum menelannya kok. Harusnya tidak apa-apa. "

Kamu memandang Suga lama. Merasa canggung. Ingin berterima kasih,  tetapi tidak tahu berterima kasih karena apa.


***

Setelah makan malam, member bangtan mengajamu untuk main UNO bersama. Kalian berrkumpul di kamar Namjoon untuk bermain. Sayangnya permainan itu berubah jadi berantakan karena Taehyung sulit sekali mengerti cara bermainnya.

“ Ah, jadi aku hanya boleh menaruh kartu berangka 6? “

Namjoon segera menyahut dengan wajah sebal, “ Tidak, kau juga boleh taruh kartu warna kuning. “

Hoseok hanya tertawa melihat kelakuan dongsaengnya itu.

“ Sudahlah, kau datang ke kamarku saja habis ini. Aku akan mengajarimu. “ ucap Jungkook, disambut tawa Hoseok yang mengeras. Kamu pun hanya bisa tertawa karena juga tidak mengerti, tapi lain hal dengan Taehyung, kamu tidak ikut bermain. Hanya ikut menonton saja.

Ketika Jimin menaruh angka 0 semua langsung menggabungkan tangan di tengah dengan hebohnya. Namjoon adalah yang terakhir sehingga ia terkena hukuman. Kamu memperhatikan mereka bermain, sambil sesekali melirik ke arah Suga. Pria itu tidak nampak marah atau apa pun. Malah Suga termasuk heboh saat bermain, seperti tidak ada masalah sebelumnya.

Di tengah permainan ponsel Suga berbunyi sehingga ia pergi keluar untuk mengangkatnya. Menyisakan kalian bertujuh. Kalian lanjut saja bermain.

.

.

“ Kenapa hyung lama sekali? “ tanya Jungkook menanyakan keberadaan Suga yang sedari tadi tidak kembali.

“ Mungkin itu telepon penting. “ jawab Namjoon enteng.

Tapi kamu tentu tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir karena kalian bahkan sudah melanjutkan ke permainan selanjutnya. Kamu yang mulai khawatir pun mengajukan diri untuk pergi mengecek.

***

Ketika kamu keluar, kamu tidak menemukan Suga di lorong. Jadi kamu mencoba mengecek ke lantai dasar. Siapa tahu Suga sedang membeli kopi di bawah.

Namun tiba-tiba seseorang menarik sikumu.
“YA!” teriakmu keras dan meronta.

“ Ssttt.. ini aku. “ ucap Jimin berusaha menenangkanmu.

Napasmu memburu karena terkejut, kau pikir orang asing yang menarikmu. Rupanya itu Jimin. Reaksimu memang sedikit berlebihan, tapi ini adalah tempat asing, lorong juga sedang sepi dan tiba-tiba ada yang menarikmu. Bukan hal yang salah untuk berteriak.

“ Ish, kau membuatku kaget! “ omelmu sambil memukul lengan Jimin. “ Kenapa kau di sini? “






“ Menemanimu. “

Jimin memandang ke sekeliling. “ Suga hyung mungkin di bawah. “ Kalian berdua pun masuk ke dalam lift dan turun ke lantai dasar.

.

.

Tidak butuh waktu lama sampai kalian menemukan Suga sedang duduk di kafe meminum ice  americano sambil membelakangi kalian. Pria itu masih sibuk menelpon sehingga tidak menyadari keberadaan kalian yang sedang mendekatinya.

“ Sepertinya dia keasyikan ngobrol. “

“ Min Su- “














“ Aku akan putus dengan (y/n). Aku janji. “




Rasanya jantungmu jatuh ke perut.

‘Aku tidak salah dengar ‘kan?’

Rasanya sesak, dan seperti ada bongkahan bola pahit di tenggorokanmu yang membuat sulit bernapas. Langkahmu terhenti. Mulutmu tidak jadi memanggilnya.

Kamu berusaha menahan agar suara sesegukanmu tidak terdengar. Kamu berusaha menahan suaramu dengan dengan menutup mulut dengan kedua tangan. Air mata sudah tidak dapat dibendung dan mengalir membasahi pipimu.

Suga masih sibuk berbicara dengan lawan bicaranya dan tak menyadari dirimu ada di sana. Suara percakapan mereka tak bisa lagi kau dengar karena pikiranmu hanya terfokus pada kalimat yang terus berputar di kepalamu dan seolah terngiang terus di telingamu.

Kalimat itu kamu dengar langsung dari bibir orang yang kamu sayangi.

Mendadak kamu merasakan badanmu tertarik ke belakang dan membalik.

Wajahmu yang sudah basah dengan air mata menempel pada tubuh seseorang. Tangan hangatnya menyentuh puncak kepalamu dan punggungmu. Mengusapnya pelan, berusaha memberimu kehangatan dan ketenangan. Berusaha meredam suara isakanmu yang semakin lama semakin keras.










“ Jangan dengarkan lagi. Lupakan. “

[]

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang