XV

115 19 2
                                    

Tacenda
(n). things better left unsaid;


Chapter 15


“ Jadi apa jawabanmu, (Y/n)? ”



Kamu menatap matanya. Mencari kebohongan dari perkataanya. Kamu ingin sekali menjawab iya. Tetapi lidahmu kelu. Kamu tahu hubungan kalian tidak akan mulus, pasti akan ada hambatan dan masalah. Katakan saja dirimu itu pengecut, pasalnya masalah yang akan kalian hadapi bukan masalah yang bisa kalian selesaikan berdua, ini menyangkut banyak orang di luar sana. Orang-orang yang percaya pada Suga.

“ Aku tidak tahu. ”


Kamu menutup wajahmu dengan kedua tangan dan mengusap matamu yang sudah sembab dari tadi. Kenapa semua ini terasa sangat sulit untukmu dan Suga?


“ Aku tidak bisa menunggu, (Y/n). ”

Suga semakin mendesakmu untuk memberikan jawaban. Kamu memikirkan kemungkinan yang akan terjadi jika kamu menjawab iya, akankah akan semakin banyak orang yang membencimu? Apakah semuanya akan berjalan baik-baik saja? Apakah Suga akan baik-baik saja?

Atau kamu harus menjawab tidak? Kamu tahu kalau memang terkadang lebih baik untuk pergi menjauh orang yang dicintai, bukan karena telah berhenti mencintai, hanya saja menghindari dirimu dan orang itu dari luka. Kalian sadar ingin bersama tapi kalian tidak bisa apa-apa.

Rasanya melelahkan untuk tetap bertahan, tetapi kamu terlalu mencitainya untuk rela melepaskannya.

Lalu kamu berpikir, daripada memikirkan alasan-alasan lain yang membuatmu melepaskannya, mengapa dirimu tidak fokus pada satu alasan yang lebih penting?










Kamu tidak bisa hidup tanpanya.

Ia melengkapimu. Ketika kamu berusaha memenuhi dirimu sendiri dengan hal lain, kamu tidak bisa menjadi lengkap.

***


[ Suga’s POV ]

Hari ini aku dan perwakilan dari kuasa hukum Bighit menemui Suran langsung di agensinya, tentunya aku sudah menghubungi agensinya terlebih dahulu.

Aku sudah mencoba untuk menghubunginya dari beberapa hari lalu. Aku ingin meluruskan masalah ini dan memastikan bahwa ia tidak lagi melakukan hal yang akan membahayakan (Y/n), termasuk membongkar privasinya. Aku tidak tahu masih ada berapa foto lagi yang masih Suran sembunyikan dariku atau pun media.

Bang PDnim sudah mengurus beberapa berkas terkait skandal ini, dan memastikan bahwa Suran bisa terjerat tindakan pidana karena telah membongkar privasiku dan (Y/n) serta menggunakannya sebagai ancaman untuk keuntungannya sendiri di industri musik.

Aku tidak banyak bersuara ketika kuasa hukumku menjelaskan beberapa hal terkait masalah ini pada CEO Kim dan juga Suran. Wanita itu nampak kesal ketika CEO-nya mengetahui masalah yang ia timbulkan.

Sempat menimbang-nimbang, CEO-nya meminta keringanan dan minta tolong agar tidak diumbar pada publik, agar masalah ini hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. Sebenarnya aku tidak begitu masalah selama Suran tidak membuat masalah lagi.


“ Baiklah. Tapi ini merupakan peringatan. Aku tidak akan segan-segan jika ada masalah lagi. ” ucapku menutup pertemuan pribadi itu.

***

[ Back to your POV ]

Setelah hari itu, kamu memutuskan untuk bertemu dengan Jimin berdua saja. Membicarakan perihal pernyataannya malam itu.


“ Maaf, Jim. Aku menyukaimu, tetapi aku menyukaimu sebagai teman saja. ”

Jimin tidak bergeming setelah aku mengatakan hal itu.

Ia diam saja memandang sneakernya.






“ Aku minta maaf. ”

Jimin memandangmu lama. Tatapannya penuh dengan banyak hal yang bahkan tidak bisa kamu mengerti ada apa saja di dalamnya. Kamu tahu pasti ia terluka. Tetapi membohongi perasaanmu dan mengatakan bahwa kamu menyukainya dengan cara yang sama seperti ia menyukaimu akan memperparah keadaan.

“ Tidak apa-apa, noona. Tidak usah minta maaf. ”

Jimin mengucapkannya sambil tersenyum lebar, hingga matanya ikut melengkung.

“ Boleh aku memeluk noona? ”

Pertanyaannya membuatmu terkejut. Tetapi kemudian kamu melebarkan tanganmu.

Jimin memelukmu erat sekali, ia menenggelamkan wajahnya di pundakmu. Pelukannya membuatmu sesak.

Kamu ingin meminta untuk melepaskan pelukan kalian tetapi ketika kamu menyadari bahwa pundakmu basah, kamu menepuk punggungnya pelan.





“ Maaf. ”

***

Hari itu kamu dan Suga seharian kencan di studionya.

Kamu duduk di sofa sambil menatap Suga yang sedang mengerjakan musik. Ia kelewat serius sampai sepertinya ia sepenuhnya mengabaikan keberadaanmu.

Kamu sudah memberikan banyak kode, seperti bertanya apakah ia pegal atau tidak, mengatakan dirimu lapar, bosan, dan seterusya. Tetapi Suga hanya menjawab dengan gumaman atau anggukan tapi sama sekali tidak berpindah dari posisinya.

Kalian sudah berada di studio dari jam 10 pagi sampai sekarang matahari sudah tenggelam. Untungnya kamu membawa beberapa snack dan minuman. Sebenarnya kamu sudah bisa menduga kalau Suga pasti akan sibuk. Tapi ini sudah keterlaluan. Ini ‘kan hari kencan kalian.


Kamu pun memutuskan untuk mengganggunya.


Kamu berdiri dari sofa dan mulai menggoyang-goyangkan kursi Suga yang bisa berputar 360⁰. Kamu terus menggerakkannya hingga Suga melepaskan headphone-nya dan menatapmu lama.

Kamu menggigit bibir bawahmu gugup. Sepertinya kamu membangunkan singa yang tadi sedang tidur.

“ M-maaf. Aku tahu kau sedang bekerja.. tapi aku bosan sekali dari tadi cuman duduk di sini. ”

Kamu memandang ke sekeliling studio, mengarahkan matamu kemana saja asal tidak bertemu dengan mata tajam itu.

Kemudian Suga bangun dari kursinya dan mendekatimu. Membuatmu semakin takut.





Cup.

Matamu sukses membulat besar.
Baru saja Suga menciummu. Ciuman yang singkat dan ringan.

Kamu mengedipkan matamu berkali-kali karena rasanya tidak nyata. Mungkin kamu bermimpi.

Kiyowo. ” Suga mengucapkan itu sambil mencubit pipimu dan menampilkan gummy smile-nya. Kamu hampir meleleh dan jantungmu sudah berdetak kencang melebihi batas normal.

Tidak menunggu reaksimu lebih lanjut kali ini Suga kembali menciummu, tetapi lebih lama sambil merengkuhmu ke dalam pelukannya. Kamu bisa merasakan ia tersenyum di balik ciuman itu. Membiarkanmu merasa kehangatan tubuhnya. Membiarkan detak jantung kalian menjadi satu.










“ Aku mencintaimu. ”









[END]

Next Chapter : Bonus Chapter.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang