4 - Pandangan Pertama

362 33 1
                                    

Gideon's POV

Gideon Baldwin.

Orang-orang biasa memanggilku Deon. Aku terpilih sebagai kapten tim basket sekolahku sejak tahun lalu.

SMA kami selalu merebut juara pertama dalam pertandingan basket, dan itu semua berkat usaha kerja kerasku dan teman-teman lainnya.

Pada tahun terakhir ini, tim basket SMA Pelita Penabur hanya memiliki tiga senior yang tentunya juga sebagai pemain inti dalam basket.

Diantaranya yaitu aku, Leo, dan Nico. Sisanya merupakan junior dari kelas 11.

Tentunya, tahun ini kami akan merekrut kembali anggota baru, yaitu calon murid-murid baru dari kelas 10.

Dalam tahun terakhir ini, aku bertekat untuk merebut piala utama dalam pertandingan basket tingkat Nasional seluruh Indonesia nanti.

Dengan begitu, timku akan tercatat sabagai pemain tim basket terbaik di SMA Pelita Penabur dan mengalahkan prestasi dari tahun-tahun sebelumnya.

Sebuah impian yang hebat bukan?

"Mana si anak-anak lama banget," suara itu berasal dari temanku Leo.

Anak kelahiran korea bertubuh tinggi dan berkulit putih menjadikan dia layaknya seperti artis boyband korea.

Ya, nggak gue pungkiri dengan tampang ganteng dia. Ia selalu jadi bulan-bulanan anak cewek, dan sering di panggil-panggil dengan sebutan Oppa.

Bukannya risih, dia malah kelihatan senang di panggil dengan panggilan alay ala-ala fangirl korea. Bahkan anak-anak cewek terkadang ada yang meminta foto bareng dengannya.

"Santai aja kali, pasti anak-anak masih ganti baju," sahutku.

Selang beberapa waktu kami menunggu, akhirnya para peserta PLSSB satu-satu mulai memasuki lapangan indoor.

Para OSIS mulai mengiringi para peserta bimbingan mereka untuk memasuki lapangan olahraga yang telah di tentukan buku pedoman.

Tugasku di sini adalah sebagai panitia yang akan menjelaskan tentang teknik-teknik dalam permainan bola basket.

Setelah itu, tentunya timku akan membantuku mengajarkan praktek teknik permainan basket langsung kepada para peserta.

Kalau tidak salah, jam pertama ini kelas ruang 13 sampai 15 akan memasuki ruangan indoor basket pertama kali.

Kyaa!!

Terdengar suara teriakan nyaring dari anak-anak perempuan yang memasuki ruangan.

"Heboh amet perasaan," kata Nico.

Sohibku satu ini bisa dibilang tidak ada bedanya dengan Leo. Tampangnya yang menawan membuat banyak anak perempuan selalu teriak kegirangan.

"Setiap hari juga satu sekolah ini heboh," jawabku.

Yahh.. bukannya sombong. Tapi setiap kali aku, Leo dan Nico berjalan ke sekeliling sekolah, pasti selalu ada segerombolan cewek yang kegirangan bahkan histeris saat melihat kami.

Tapi jujur saja. Aku tidak pernah tertarik dengan cewek-cewek heboh seperti mereka, yang ada lama-lama aku jadi tuli beneran karena setiap hari harus mendengar teriakan mereka.

"Yow man! Biarin aja kali. Toh fans kita kan jadi bertambah," sambung Leo sambil merangkul aku dan Nico.

"Dasar buaya baj*ngan," sahut Nico sambil mencengkram leher Leo dan mengacak-acak rambutnya.

"Woy woyy! wah parah.. ilang kan kegantengan gue," kata Leo sambil merapikan rambutnya itu.

"Najisss!" sahutku sambil ikut mengacak kembali rambut Leo.

IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang