Kamu Milikku! #7

89.9K 4.3K 121
                                    

Pov Rasika

Akhirnya Dinal mengantarku pulang ke kantor lagi walaupun dengan pemaksaan akan menjemputku pulang nanti. Aku tak peduli apa yang dia lakukan, terserah. Kupikir dia akan langsung pulang tapi ternyata ikut turun dan tiba-tiba saja sudah membukakan pintu untukku. Daebak! mungkin dia bisa sulap.

"Sini kubawakan tasmu biar kamu leluasa jalan." Coba yang melakukan ini pria biasa aja dan normal mungkin aku sudah termehek-mehek dengan sikap gantlenya.

"Makasih. Tapi kamu bisa langsung pulang tak perlu mengantar."

"Aku mau memastikan kamu sampai di ruanganmu dan duduk manis."

Rasanya aku mau melepas kepalaku atau menutup kepalaku dengan ember, bayangkan satu kantor tak ada yang tak melihat ke arah kami bahkan mereka menundukan kepala setia berpapasan dengan Dinal. Betapa kupernya aku atau bagaimana sampai aku tak tahu siapa pria di sampingku ini. Si tuan narsis yang ternyata memang kaya, kupikir dia hanya sok belaka. Jangan-jangan memang dia yang punya perusahaan, mati aku sudah main-main sama yang punya kantor. Gimana caranya aku biar nggak berurusan lagi dengannya yah.

Aku masuk ruanganku, ruanganku langsung hening seperti tak berpenghuni. Aku tahu mereka pasti sebenarnya ingin sekali memunculkan kepala mereka untuk mengintipku.

"Ya sudah aku balik kantor dulu aku ada rapat jam3 tapi tenang sebelum jam 5 aku pastikan sudah di sini untuk menjemputmu. Oke?"

Aku menarik ujung jasnya. "Boleh aku pulang sendiri saja?"

"Aku tak akan membiarkan kekasihku pulang sendiri naik taksi apa lagi dengan pria lain kalau aku masih bisa menjemputnya. Paham?" Katanya dingin penuh pemaksaan. Ya sudah sementara pasrah dulu sambil cari cara menjauh dari pria kaya ini, sekarang bukan pria narsis lagi tapi pria kaya yang mengerikan. Dia pasti berfikir apapun bisa dia dapat karena dia berkuasa.

Setelah Dinal benar-benar keluar dari ruanganku, semua seisi ruangan keluar dari bilik dan berkerubut mendekatiku. Menanyakan bermacam pertanyaan yang membuatku pusing, mereka seperti wartawan gosip saja.

"Haduh kalian bisa diem nggak aku pusing dengernya."

"Sttt...stttt..." Melin langsung menginterupsi semua yang sedang cuap-cuap mengeluakan pertanyaan.

"Sekarang jawab aku, bagaimana kamu bisa berpacaran dengan pemilik perusahaan ini?" Tanya Meli nyaring diikuti anggukan dan pernyataan persetujuan dari yang lain.

"Wha???" Aku syok, jadi Dinal yang punya perusahaan. Tuhan, lindungi aku kalau begitu.

"Cepat jawab jangan sok kaget gitu Rasi."

Ini bukan sok, emang aku kaget beneran. Aku jawab apa dong haduh si narsis itu bikin perkara aja padahal orangnya aja udah nggak ada, tapi masih aja dia nimbulin masalah buat aku.

"Sedang apa kalian?" Syukurlah dewa penyelamatku datang, suara kepala Divisiku menggelegar di ruangan. Anak-anak langsung beringsut ke bilik masing-masing. Saat ini aku terselamatkan, nanti entah apa kabar.

Kulirik jam berkali-kali, rasanya seperti menunggu bom akan meledak. Aku ingin kabur tapi mau sampai kapan kabur terus, dia pasti akan tetap menemukanku di kantor ini kecuali aku hengkang. Malang nian nasibku ini dewi-dewi kecantikan.

"Sudah lama menunggu? Maaf lama." Baru saja mematikan komputer aku dikagetkan dengan suara berat si tuan narsis. Dia menyodorkan tas kertas kepadaku, saat kutengok isinya kotak hp. Aku menatapnya dengan kening berkerut tapi telunjuknya langsung ditempelkan di dahiku.

"Jangan suka mengerutkan dahi, cepat keriput. Bukanya nanti saja, ayuk kita pulang."

Aku menurut dan mengikutinya, bukan mengikuti juga karena dia berjalan di sampingku dan membawakan tasku lagi. Rasanya malu setengah mati berjalan dengan ditatap berpuluh-puluh pasang mata begini seperti maling ayam. Tapi Dinal biasa-biasa aja gitu tampangnya, seperti sudah biasa dilihat banyak orang. Rasanya mau pinjem alat doraemon yang bisa bikin aku transparan tak terlihat kasat mata.

You are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang