Kamu Milikku #15

90.5K 4.1K 50
                                    

Pov Radinal

Saat ini aku sedang duduk dengan Nando di cafe Palazo. Entah apa yang mau dia bicarakan. Yang jelas mengganggu kencanku malam ini dengan Rasi setelah pagi tadi kami baikan dan batal putus.

"Jangan pasang tampang masam terus, bikin sakit mata." Ucap Nando yang duduk bersender di kursinya.

"Harusnya aku kencan dengan calon istriku, bukan malah duduk denganmu malam ini."

"Calon istri huh? Sudah melamarnya?" Remeh Nando padaku.

"Sudah tadi pagi, tapi sayang lampir itu tahu-tahu datang dan menaik Rasi pergi sampai jam pulang kantor."

"Maksudmu Jen?"

"Siapa lagi nenek lampir di sekitarku selain dia."

Nando tertawa puas melihatku sampai terbatuk-batuk, sialan.

"Aku dengar dari Jen kamu payah."

"Aku bukan payah, aku hanya to the point saja. Ngapain dibikin ribet." Ucapku seraya menyeruput coffee latteku.

"Hei, bersikaplah sedikit manis dengan wanita atau kalau kamu nggak bisa ya siap-siap kurebut dia."

Aku langsung menegakkan badanku tak terima. "Jangan pernah sekalipun kamu menyentuhnya bahkan secuilpun."

"Sepupuku ini benar-benar cinta mati sepertinya. Tenanglah aku tak kan merebutnya tapi saat kamu membuatnya menangis sekali lagi, jangan harap aku akan diam Nal." Ucap Nando dengan seringai yang kubenci.

"Aku tak akan membuat orang yang bisa membuatku jatuh cinta menangis. Dia benar-benar membuatku bertekuk lutut." Kataku seraya membayangkan sosok Rasi yang mungil dan menggemaskan, perhatiannya yang membuatku tak bisa jauh darinya. jadi ingin cepat-cepat pulang dan menemuinya.

"Berhentilah tersenyum, membuatku ingin muntah saja." Seru Nando sirik padaku.

"Dinal." Seru suara perempuan memanggilku.

Saat kutolehkan wajahku terlihat Soraya tersenyum melambaikan tangan padaku. Soraya teman perempuan satu-satunya yang dekat denganku saat di Jerman. Hanya teman dan nggak lebih karena aku hanya tertarik pada Rasi dari aku lahir.

"Hai Raya, kamu kapan pulang ke Indonesia?" Tanyaku seraya berdiri menyalaminya, dia masih sama seperti dulu. Cantik.

"Baru satu minggu ini." Jawabnya lalu melirik ke arah Nando yang pura-pura tak melihat Raya.

"Hai Nando." Sapa Raya pada Nando tapi Nando hanya melirik sekilas lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Nando memang tak suka dengan Raya dari pertama bertemu, entah apa yang membuat Nando tak menyukai Raya. Padahal Raya tak kalah cantik bahkan kadang lebih cantik dari wanita-wanita yang sering Nando ajak kencan sesaat. Raya juga baik dan bukan tipe wanita manja.

"Ayo gabung dengan kami atau kamu ada janji?"

Raya seolah berfikir lalu mengangguk dan ikut duduk di kursi antara kursiku dan kursi Nando yang saling berhadapan.

"Aku ada janji tapi masih satu jam lagi. Bagaimana kabarmu nal? Ah sepertinya sedang bahagia, terlihat dari senyum langkamu itu."

"Memang kentara banget ya, tapi aku memang sedang bahagia." Ucapku

"Bahagia di bawah penderitaan orang lain." Celetuk Nando.

Kulirik dia yang masih sibuk dengan ponselnya. Apa maksudnya penderitaan orang lain.

"Memang siapa yang menderita Ndo?" Tanya Raya.

"Aku."

"Kamu huh? Jangan mulai lagi, Rasi itu dari pertama sudah milikku." Seruku sedikit meninggikan suaraku. Sampai kapan Nando berhenti mengusikku, kalau saja dia bukan saudara dan teman terdekatku sudah kulempar dia kembali ke Jerman.

You are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang