Kamu Milikku #8

93.5K 4.1K 63
                                    

Pov Radinal

Setelah memastikan Rasi tidur aku menyelimutinya dan aku pulang, tapi saat kubuka pintu apartemennya monyet sialan itu menampakkan wajahnya di depanku tanpa rasa takut.

"Mau apa kemari huh?"

"Kamu mungkin bosku di kantor tapi di sini kamu hanya orang asing. Aku mau bertemu dengan Rasi apa aku perlu meminta izin padamu?"

"Tentu, dan aku tak pernah mengizinkanmu."

"Kalau begitu aku tak perlu izin darimu karena Rasi itu milikku dari dulu."

"Itu mimpimu bung, nyatanya Rasi itu milikku. Apa yang jadi milikku tak seorangpun boleh menyentuhnya."

"Jangan merasa memiliki kalau hatimu saja tak jelas isinya."

Perkataan monyet sialan itu menohokku tepat di ulu hatiku, tangannyapun menyentuh dadaku saat mengatakannya.

"Sialan." Umpatku nyaris tak terdengar.

Monyet itu pergi meninggalkanku yang masih terpaku karena ucapannya. Brengsek! Dia benar aku tak tahu apa yang aku rasakan, tapi aku nggak mau mengakuinya. Aku harus meyakinkah hatiku kalau ini hanya obsesiku belaka, tak ada main hati di dalamnya. Tapi melihat monyet sialan itu dekat dengan Rasi membuatku mendidih sampai ke ubun-ubun.

***

Pov Rasika

Masih sama seperti pagi kemarin, bangun dengan kaki di balut kain coklat hanya sekarang nyerinya tak terlalu terasa dan buat menginjak lantai rasanya lebih nyaman dibanding kemarin. Pagi ini aku happy, bisa jalan normal lagi sebentar lagi. Bisa bebas kemana aja dan bisa ambil mobilku secepatnya.

"Pagi tuan putri."

"Ya Tuhan, bikin kaget saja. Kupikir siapa."

"Memang kamu pikir siapa?"

"Siapa ya? Kupikir pangeran dari mana pagi-pagi sudah nangkring di meja makanku." Kataku seraya menggaruk-garuk kepalaku yang nggak gatal seolah-olah berfikir.

"Ayo sarapan, aku beli bubur ayam tadi selepas joging. Habis makan kita berangkat ke kantor bareng."

"Siap siap siap." Kataku 100% ceria.

Pagi-pagi kedatangan Ramon rasanya bikin perasaan jadi seluas samudra. Melihatnya menyiapkan bubur ayam saja bikin aku senyum-senyum sendiri. Membayangkan kalau kami jadi keluarga kecil nan bahagia. Sedikit gila mungkin imaginasiku tapi tak apalah namanya juga angan-angan walaupun itu mustahil kejadian. Sekarang nikmatin aja yang ada.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Bahagia." Jawabku singkat.

Kulihat Ramon menaikkan sebelah alisnya dengar jawabanku. Aku membalas pertanyaan tersiratnya dengan menjulurkan lidah dan kembali menyantap bubur ayamku yang mulai dingin. Ramon mengacak poniku, "pelan-pelan makannya."

Kejadian yang paling nggak aku harepin pagi ini kejadian, hilang sudah keceriaanku pagi ini. Baru mau melangkah berangkat kantor sama Ramon eh si biang kerok muncul di hadapanku. Bukan aku nggak suka dengannya, aku hanya ingin menghindari sesuatu yang buruk yang belum terjadi.

"Sudah siap? Good." Katanya penuh percaya diri meraih bahuku.

Aku kan mau ke apartemen Ramon buat berangkat bareng dia. Kenapa Dinal selalu muncul di saat yang sangat tepat buat berdua Ramon. Menolak juga nggak mungkin, hapal betul aku tabiat pria satu ini walaupun baru tahu beberapa hari saja.

"Gimana kakimu?" Tanya Dinal melihatku yang sudah berjalan tak pakai kruk.

Aku sudah mulai berjalan tanpa kruk walaupun masih pincang, tapi sedtidaknya aku sekarang bisa menapakan kakiku lebih enak di lantai.

You are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang