Pov Radinal
Brengsek! Apapun yang aku lakukan hari ini rasanya tetap sama, berasa ada Rasi dimana-mana. Tiga hari menghilang yang ada aku makin tercekek rindu. Kuakui aku ingin sekali melihat Rasi bahkan hanya mendengar suaranya saja. Mama terus saja mengomeliku tak jelas karena aku tak mau keluar kamar. Kata mama aku seperti anak gadis yang patah hati. Aku bukan patah hati, aku sedang marah. Marah dan rindu yang sama besarnya.
Ada rasa bersalah yang menohokku setelah mengucapkan kata yang seharusnya tak kuucapkan untuk wanita manapun. Tapi kuucapkan pada Rasi, betapa bodohnya aku.
"Sayang, mau sampai kapan kamu seperti ini? Kalau kamu rindu ya bilang, kalau kamu cinta ya bilang bukan malah seperti anak bhgadis patah hati begini. Kelakuanmu ngalah-ngalahin kelakuan adikmu saja." Ucap mama di pagi hari begini, membuatku semakin frustasi kalau setiap hari diceramahin begini.
"Ma, aku Dinal bukan Jen yang harus diceramahi setiap detik."
Mama mengeplak lenganku dan melotot. Nggak pantes banget mama berlaga marah karena aku tahu mamaku itu orang paling baik sedunia.
"Ma, biarkan saja perjaka tua itu kalau ngeyel. Kemarin Jen lihat kak Nando kencan sama sekretaris kak Dinal. Bye bye pria batu!" Ucap Jen adikku yang masih duduk di bangku kuliah sembari mengibaskan tangannya di depan wajahku.
Siala bocah tengil itu mengataiku perjaka tua.
"Tutup mulutmu Jen." Ucapku dengan nada yang lebih tinggi.
"Kak, dengar ya. Wanita itu nggak suka pria lembek begini." Jen mendorong bahuku.
"Wanita juga bukan cenayang yang bisa tahu perasaan kakak. Jangankan kak Rasi, kak Dinal saja nggak tahu perasaannya sendiri. Jadi jangan mengharapkan kak Rasi akan tahu. Cepat bangun, mandi dan susul kak Rasi atau kakak akan jadi perjaka tua seumur hidup." Ucap Jen sok tahu dan mendengus di depan wajahku. Tampang juteknya kembali dipamerkan, entah dari mana dia mendapat wajah sejutek itu karena mama berwajah lembut sedangkan papa sangatlah ramah.
Kulirik mama yang hanya menahan senyumnya. Dua wanita ini memang menyebalkan! Tapi aku paling nggak bisa melawan mereka.
"Ma, jauhkan nenek lampir ini." Seruku frustasi.
Tak tahukah mereka aku sedang dilanda penyesalan telah berkata kasar pada Rasi. Sampai-sampai aku tak berani menunjukkan wajahku di depannya. Aku tak tahu permintaan maaf seperti apa yang bisa membuat sakit hati Rasi hilang. Aku bukan minta Rasi mau memaafkanku, tapi lebih ke bagaimana cara menebus kesalahanku padanya.
Aku tahu apa yang Rasi lakukan tiga hari ini tanpaku, selalu ada Nando di sampingnya. Pria satu itu memang tak bisa kukalahkan untuk hal menyenangkan hati wanita, dialah ahlinya. Saat mendengar dia ingin serius dengan Rasi rasanya mustahil. Tapi kata mama Nando sudah bilang dari awal kalau dia mau serius dengan Rasi bukan sekedar ingin memanas-manasiku seperti yang mamaku suruh. Mama memang keterlaluan meminta Nando kembali ke Indonesia untuk bersandiwara dengan Rasi agar aku paham soal perasaanku. Tapi hasilnya aku jadi jauh dari Rasi dan Nando serius melancarkan ucapannya. Sial!
Aku berangkat kerja dengan hati menahan rindu dan takut bertemu dengan Rasi. Aku takut menerima reaksinya yang membenciku.
Kulihat dia sudah duduk dikursinya, menatap layar komputer. Ingin sekali aku langsung menghambur ke arahnya dan memeluknya tanpa jeda, tapi langkahku terhenti saat melihatnya yang sebentar-sebentar menghela nafas panjang dan melirik ponselnya. Sebenarnya apa yang sedang dia tunggu.
Aku berjalan melewatinya begitu saja, karena sekali aku berhenti di dekatnya maka aku tak bisa menjamin apa yang akan kulakukan.
"Pa-gi." Sapa Rasi saat sadar dengan kehadiranku.

KAMU SEDANG MEMBACA
You are Mine
RomanceBertemu dengan pria songong bin sombong rasanya memuakan! Jangan pikir aku tergiur dengan pria berwajah tampan. _Rasika Vahya Binara Bertemu dengan karyawan tak disiplin dan menghancurkan harga diriku rasanya geram. Lihat saja nanti! _Radinal Gandra...