Malam ini Aku berasa seperti cinderella, dengan gaun dan make up aku menjadi sangat cantik. Tak lupa stiletto melekat di kaki kecilku. Sempurna! Saat mendengar namaku dipanggil aku menoleh ke arah suara, di sana sudah ada pria tinggi dengan setelan jas hitam tersenyum manis padaku. Pria yang sudah 2 tahun ini menemani hidupku dan memperlakukanku seperti putri kerajaan yang selalu dimanja.
"Sudah siap?" Tanyanya lembut mengusap pipiku. Hobinya yang satu ini tak pernah berubah dan masih selalu membuat pipiku terasa panas saat disentuhnya.
"Siap."
Kami tiba di restoran salah satu hotel bintang lima di kotaku. Hari ini adalah 2 tahun pernikahan kami, entah ada angin apa tiba-tiba Dinal mengajakku dinner di luar dan sok romantis begini. Bukan dia banget!
Sensasi makan malam super istimewa menurutku 'Under the Stars' di taman tropis beratapkan bintang dengan 5 sajian yang istimewa. Suasana makin romantis dengan adanya penampilan band akustik yang memainkan lagu-lagu romantis. Makin super istimewa karena aku menikmatinya dengan suamiku Radinal, pria diktator yang sampai saat ini suka memaksa dan cemburuan tingkat dewa.
"Kamu nggak lagi sakit kan?" Tanyaku sedikit berbisik. Ya walaupun di tempat ini hanya ada kami berdua tetap saja aku tak mau bicara keras-keras.
"Aku tentu sehat sayang. Kenapa?"
"Ini kamu yang punya ide? Aku yakin bukan."
"Memang menurutmu ini ide siapa huh? Kamu tak suka?"
"Suka, suka banget malah. Makasih sayang." Kataku tulus dari hatiku lalu beranjak dari dudukku dan mengecup pipi Dinal.
"Selesaikan makannya dan tunggu kejutan dariku."
Dinal pamit sebentar dan aku menyelesaikan memakan es krimku. Akhir-akhir ini aku suka sekali makan eskrim coklat dengan buah strawberry segar. Rasanya manis-manis asem seger, bikin tubuh dan perasaan jadi rileks.
"Lagu ini aku persembahkan untuk istriku tercinta, terimakasih sudah setia menjadi bagian hidupku dan membuat hidupku sempurna."
Aku menoleh ke arah Dinal yang sudah bergabung dengan para pemain band, dia sudah siap dengan gitar akustis di tangannya. Dahiku mengkerut melihat tak percaya dengan apa yang akan Dinal lakukan. Dinal mulai memetik gitarnya.
Kau begitu sempurna
Di mataku kau begitu indah
Kau membuat diriku akan slalu memujimu
Di setiap langkahku
Ku kan slalu memikirkan dirimu
Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Lengkapi diriku
Oh sayangku, kau begitu
Sempurna.. Sempurna..
Kau genggam tanganku
Saat diriku lemah dan terjatuh
Kau bisikkan kata dan hapus semua sesalku
Aku menggeleng pelan menyaksikan Dinal bernyanyi untukku. Dia Dinal suamiku kan bukan jelmaan. Antara terharu dan masih tak percaya seorang Dinal mau melakukan ini semua untukku karena selama 2 tahun hidup dengannya dia merupakan suami yang to the point tanpa mau susah payah atau ribet dengan hal-hal manis seperti ini yang katanya hanya buang-buang waktu. Tak terasa setetes air mata membasahi pipiku, aku bukan menangis terisak. Air mata ini hanya bagian dari bahagiaku malam ini yang begitu sempurna.
Dinal mendekat dan mengecup punggung tanganku, memintaku berdiri dan berdansa dengannya. Ya Tuhan ini kayak mimpi Dinal bersikap seromantis ini.
"Sayang, ini kamu kan?" Tanyaku lirih di telinganya saat tanganku sudah melingkar di lehernya.
"Tentu saja sayang ini suamimu yang sangat hebat dan tampan dan tak ada yang ngalahin."
Kucubit kedua pipinya gemas karena ucapannya yang tak pernah berubah, pedenya sampai langit ke tujuh.
"Aku juga punya kejutan untukmu." Kataku dengan mengerlingkan sebelah mataku.
"Apa sayang?"
Kami masih berdiri menggoyangkan badan ke kanan dan ke kiri.
"Sini mendekat." Kataku lalu Dinal menundukkan kepalanya. Walaupun aku sudah pakai stiletto 10 cm tetap saja Dinal masihlennbih tinggi dariku.
"Aku hamil."
Dinal berhenti menggoyangkan badannya dan menatap mataku intens dan tajam, aku tak suka dengan pandangannya yang seperti ini. Dia melepas pelukannya padaku lalu pandangannya beralih ke kakiku. Tiba-tiba saja Dinal menggendongku dan mendudukanku di kursi, dilepasnya stilettoku.
"Jangan pernah memakai sepatu laknat ini lagi sayang. Demi anak kita dan tentu saja demi kamu." Dinal melempar sembarangan stiletto merahku. Aku masih bengong menatapnya.
"Lebih baik aku menggendongmu kemanapun kamu mau pergi dari pada melihatmu memakai sepatu tinggi itu lagi." Serunya keras.
"Iya sayang." Kataku terbata karena takut melihat rahang Dinal yang masih mengeras.
Dinal mengusap pipiku dan menciumnya.
"Ayo kita pulang, aku nggak mau kamu capek. Makasih buat kejutannya sayang." Katanya seraya menggendongku lagi sampai mobil. Dinal menggendongku tenang serasa aku sangat enteng seperti kerupuk di warung bakso.
"Maaf." Kataku lirih meliriknya yang sudah duduk di balik kemudi.
"Nggak perlu minta maaf sayang, hanya jangan diulangi lagi."
"Iya aku janji."
Dinal mendekat, nafasnya yang memburu terasa di wajahku. Reflek aku menutup mataku. Terdengar desahan dari bibir Dinal.
"Sayang, masa setiap mau kucium kamu selalu menutup mata. Lihat aku, lihat mataku."
Entahlah sampai sekarang walaupun sudah menjadi istrinya lama aku tetap tak bisa membuka mata saat kami berciuman. Akhirnya aku mengikuti intruksinya, aku seperti terhipnotis melihat matanya yang bening. Tak terasa bibir Dinal sudah menciumku, membuatku mengerjapkan mata. Ciumannya semakin dalam dan membuatku hampir kehabisan nafas kalau Dinal tak juga menyudahinya karena aku juga tak berniatan untuk menyudahi ini, aku menikmatinya.
"Aku hidup memang butuh makan tapi kamulah oksigenku, satu-satunya yang bisa membuatku mati detik itu juga kalau aku kehilanganmu." Ucap Dinal dengan suaranya yang parau selepas ciuman kami, matanya menatap mataku lembut.
Aku memeluknya dan menenggelamkan wajahku di lekukan lehernya, mencium setiap aroma yang keluar dari tubuh suamiku.
"I love you sayangku." Kataku penuh penekanan saat mengatakan kata sayangku.
"I love you more." Dinal mencium kepalaku dan mengusap punggungku perlahan.
"Ayo kita pulang dan beritahu kabar baik ini sama mama, papa dan Jen."
Aku langsung mengangguk setuju dan mengukir senyumku sepanjang jalan. Kalau aku adalah oksigen buat Dinal, Dinal adalah jantung kehidupanku. Tanpanya aku tak yakin aku akan baik-baik saja menjalani hariku.
END
Bilang bye bye dulu sama Dinal dan Rasi yah..
Makasih untuk yang mau baca, kasih vote, kasih komentar dan masukin reading list
Rasanya ikut seneng kalau tulisanku bikin kalian semua juga ngrasain bahagia
Jangan nodong cerita tentang Nando dulu ya, saya masih belum punya ide cerita hahaha
Cek Fix You dulu aja yang masih on going
Kecup kecup manis ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
You are Mine
RomansaBertemu dengan pria songong bin sombong rasanya memuakan! Jangan pikir aku tergiur dengan pria berwajah tampan. _Rasika Vahya Binara Bertemu dengan karyawan tak disiplin dan menghancurkan harga diriku rasanya geram. Lihat saja nanti! _Radinal Gandra...