Garis pemisah antara sahabat dan cinta itu sangat tipis, terkadang orang melampauinya tanpa sadar.
***
"
Lipatan 1:
Aprilia Ekawati, 19-02-2013.Cinta adalah sesuatu yang sangat berarti dalam hidupmu, tanpa cinta hidupmu akan terasa hampa. Ungkapan yang selalu kudengar dari hampir setiap orang itu kini selalu menggangguku.
Bagiku cinta tak lebih dari sebuah bualan tak berguna yang menjerumuskan orang ke dalam luka. Tidak lebih dari ungkapan dusta yang dipoles dengan rayuan. Tak lebih dari sebuah rutinitas manusia yang fana, demi mencapai sebuah ambisi memalukan. Tak ada bedanya dengan tumbuhan kantung semar yang menarik para serangga untuk hinggap, lalu memakannya tanpa ampun.
Aku bisa hidup tanpa cinta. Aku bisa hidup tanpa cinta. Tapi permasalahannya adalah, apakah aku bisa menghindari sebuah cinta yang datang padaku? Apakah aku bisa berdusta pada diriku? Entahlah. Aku tak tahu jawabannya.
Aku mulai termenung dalam lamunan. Pikiranku selalu berkelana ke dunia lain, yang aku tak tahu ada di mana. Yang jelas, setiap kali aku ingin keluar, tak pernah kutemukan jalan keluarnya. Garis hidup yang ditorehkan Tuhan padaku adalah sebuah karunia yang harus aku jalani.Begitupun dengan adanya perceraian kedua orang tuaku. Dari sinilah, aku mulai membenci cinta. Jika saja di antara kedua orang tuaku tak ada cinta, perpisahan ini tak akan pernah terjadi. Dari mereka, aku mulai meragukan cinta. Mengenai kesungguhan, kesetiaan, kejujuran, dan apapun itu. Aku tak mau memilih salah satu diantara mereka.
Keputusan akhir pengadilan membuatku harus berjalan ke sana kemari menemani Ayah atau Ibu sesuai jadwal yang disepakati. Ini semua membuatku sangat lelah.
Terkadang aku bertanya, apa sebenarnya yang mereka cari dari sebuah cinta? Bukankah mereka hanya berusaha memamerkan senyuman di atas luka yang tertoreh akibat cinta itu sendiri?
Aku tidak pernah tahu jawabannya.
Lipatan 2:
Aprilia Ekawati, 21-05-2013.Aku tak pernah ingin melibatkan siapapun atas masalah hidup yang menimpaku. Aku ingin selalu memendamnya sendiri. Tidak teman, atau bahkan sahabatku sendiri. Tapi kau, kau malah datang melewati garis batas yang kuciptakan.
Ya, kau, kau yang sejak dulu menemaniku, sejak kulihat pertama kali kau baru pindah dari kota asalmu ke depan rumahku, kau yang menjadi tetangga baruku, yang kemudian menjadi sahabat baruku, menemaniku saat aku sedang dirundung pilu.
Sejak awal, aku senang menerima kedatanganmu. Aku masih ingat ketika kita pertama kali bertegur sapa. Kau menolongku saat aku hendak menubruk bangku taman.
Menyedihkan, bukan?
Pertemuan kita bahkan diawali dengan diriku yang telah merepotkanmu.
Kau tahu, aku tak pernah menyangka kalau kau akan satu kelas denganku. Orang-orang kemudian meneriakiku dan mencemooh diriku karena aku mengenalmu. Kutahu kau adalah salah satu murid yang disegani di sekolah barumu. Aku sempat berpikir untuk tidak mengenalmu lagi. Tapi kau tak memberiku kesempatan untuk menjauh. Aku dan kau menjadi sahabat, sahabat sehidup semati.
Yang sangat mengesankan darimu adalah perhatianmu padaku saat badanku lemah dan darahku merembes lagi. Aku katakan padamu bahwa ini hanya masuk angin saja. Meskipun aku sering mengalaminya. Dan kau percaya itu.
Sejak itu, aku merasa tak sendiri lagi. Berkat kehadiranmu, aku mendapatkan sahabat baru lagi selain boneka-boneka berbagai bentuk yang kutata rapi di kamarku.
Memasuki jenjang perkuliahan, kita berada di universitas yang sama. Di sana, kita mendapatkan teman baru lagi. Kita kemudian menjalani hari bersama-sama. Kau dan aku merasakan kebahagiaan yang sama. Aku hanya tersenyum ketika kau mengatakan kau senang dengan kehidupan universitas ini. Aku ingin tetap bersama kalian. Setiap hari, aku mendapatkan kebahagiaan yang sama dari kalian. Aku senang bersama kalian. Aku lebih senang lagi bisa melihatmu.
Kau tahu, semakin hari aku semakin merasa bahwa hidupku sudah tak bermakna lagi. Aku bahkan tak yakin apakah besok aku masih berpijak di bumi ini ataukah tidak sama sekali. Aku menyayangimu lebih dari apapun. Kau sahabatku, kau adalah teman hidupku.
Ada banyak hal yang ingin kukatakan kepadamu. Termasuk ketidaksukaanku tentang kedekatanmu dengan orang itu. Aku merasa kedekatan kalian berbeda. Tapi aku tak mampu mengatakannya. Diriku terlalu lemah dan takut. Entah sejak kapan perasaanku semakin besar kepadamu. Aku tak mengerti dengan diriku. Mataku terlalu silau melihat dirimu. Mentari pun kalah sinarnya jika disandingkan denganmu.
Lipatan 3:
Aprilia Ekawati, 22-09-2015.Hari itu, kau jatuh sakit. Kau bersemayam di ruang ICU beberapa hari. Ibumu mengatakan bahwa leukimiamu kambuh dan semakin parah. Tapi kenapa kau tak pernah bercerita kepadaku kalau kau sakit. Kau harus dioperasi dan membutuhkan donor sumsum tulang belakang. Aku lihat kau terbujur kaku. Wajahmu pucat sekali, lebih pucat dariku. Bibirmu kaku sekali, tak terlihat sedikitpun senyuman di sana. Air mataku meleleh. Kubelai wajahmu, aku takut kehilanganmu. Aku benar-benar takut. Aku tak henti hentinya memanggil namamu. Berulang-ulang. Tapi tak ada jawaban apapun darimu.
Lipatan 4:
Aprilia Ekawati, 29-11-2018.Aku tersentak melihat sebuah surat undangan merah muda tergeletak di mejaku, beberapa hari setelah aku di wisuda. Saat itu aku baru pulang dari luar kota. Kupasang kacamataku dan kubaca surat undangan itu. Aku melihat namamu dan orang itu di sana. Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga. Air mataku tak terbendung lagi. Hatiku hancur diluluh lantahkan perasaanku. Jiwaku rapuh dan lemah. Tubuhku terasa melayang jauh. Aku mendekap di pelukan ibuku dan menceritakan semuanya. Ibu mengelus kepalaku lembut sekali. Aku masih terus menangis ketika itu.
Ada apa ini? Aku tidak pernah memahami diriku sendiri. Apa yang aku rasakan dan apa yang sebenarnya aku inginkan, bahkan aku sendiri tidak tahu. Seharusnya aku senang dan bahagia karena kau akhirnya mendapatkan kebahagiaanmu. Tapi, entahlah. Seakan ada yang hilang dari bagian diriku. Aku tak tahu apakah namanya itu.
Mungkinkah aku mulai mencintaimu?"
Faris menutup buku itu. Matanya sembab karena sedari tadi menangis. Ia masih mengenakan pakaian pengantinnya. Mengapa di saat keadaan sudah seperti ini dia baru menyadari semuanya? Masihkah ada kesempatan untuk memperbaiki segalanya?
***
Revisi 24 Juni 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH (EDISI REVISI)
Teen FictionTitik terapuh seorang Aprilia adalah saat Faris, sahabat yang terbaik yang telah merubah hidupnya berada dalam keadaan tidak baiK-baik saja. Aprilia, seorang gadis penderita kanker otak stadium akhir yang sehari-hari bergelut dengan obat, menjalani...