4 tahun kemudian...
Setelah perdebatan hebat yang terjadi antara Lia dan ibunya, kini semua baik-baik saja. Bahkan, hubungan keduanya semakin erat saja. Ibu Lia yang biasanya hanya ada saat hari libur kini semakin sering ada di rumah, menemani putri semata wayangnya. Dia sadar, bahwa kebahagiaan tidak mesti dengan uang dan materi. Lebih dari itu, kebahagiaan adalah ketika bisa meluangkan waktu sejenak untuk bersama orang yang disayang. Apalagi, Lia adalah putri satu-satunya. Harta paling berharga yang ia miliki. Ibu Lia merutuki kebodohannya di masa lalu yang membiarkan putrinya sendirian setiap pulang sekolah tanpa tahu apakah putrinya itu baik-baik saja atau tidak.
Apa yang lebih membahagiakan selain dapat bersama orang tersayang terutama saat mendekati saat terakhir dalam hidup? Bukankah menyenangkan mati dengan damai dan melepaskan segala yang terpendam di hati? Itulah yang dipikirkan Lia. Dia bahagia karena kini ibunya punya lebih banyak waktu bersamanya selain dari hari-hari libur. Bahkan, setiap hari ibunya tak pernah melepaskan pandangan dan perhatiannya kepada Lia. Ibunya selalu memantau dirinya. Di sela rasa sakitnya yang kini semakin sering terasa, Lia bahagia berada di sisi ibunya. Tapi kebahagiaan itu akan terasa lebih sempurna bila ayahnya juga ada di sini, ikut menemani dan mendengarkan segala kisah keluh kesah yang Lia alami.
Sekali lagi, Lia harus bersyukur sampai pada tahap ini. Di luar sana, banyak anak malang yang tidak punya orang tua dan merindukan pelukan seorang ibu. Sedangkan di sini dia mempunyai sorang wanita yang selalu berusaha membahagiakan dirinya. Berjuang keras agar dirinya tetap bisa bernapas dan tersenyum sepanjang waktu.
Aku harus tetap hidup.
Motivasi itu datang dari dalam lubuk hatinya. Lia selalu menyemangati dirinya sendiri. Meskipun terkadang semangat itu padam dan hilang tanpa bekas, hilang-timbul begitu saja. Seperti deburan ombak di pantai yang bergerak sepanjang waktu. Dan karena semangat itulah dia bisa bertahan hingga kini, dengan napas yang masih sama seperti dahulu.
Hari ini, adalah hari pentingnya. Hari ini adalah hari yang paling dia tunggu sejak empat tahun terakhir. Dia akan diwisuda bersama ribuan mahasiswa lainnya, bersama ribuan teman seperjuangannya. Hasil dari jerih payahnya menempuh studi selama empat tahun. Hasil dari lelahnya menyusun skripsi. Hasil dari ketegangan dan rasa gugup ketika sidang skripsi pertamanya. Hasil dari perjuangan mental dan fisiknya yang kadang tidak bisa diajak kompromi.
Lia duduk di depan meja rias kamarnya. Dia memakai setelan baju wisuda yang rapi nan wangi. Wajah ovalnya yang cantik dia poles dengan sedikit make up tipis. Wajahnya menghadap sebuah cermin besar. Senyuman tak pernah lepas dari sudut bibirnya. Lia mematut dirinya sedemikian rupa.
Namun, senyum itu perlahan memudar ketika hidungnya mengalirkan begitu banyak cairan kental merah nan anyir, membasahi jubah wisuda yang ia kenakan. Setetes air bening meluncur dari pelupuk matanya. Bahagia tadi lenyap seketika.
"Masya Allah, Lia..."
Ibunya kaget melihat begitu banyak darah di baju Lia. Dia segera menghampiri putri cantiknya itu. Lia tertunduk menangis.
"Ibu... Hiks..hiks..hiks..."
"Tenang sayang, ini tidak apa-apa. Jangan menangis."
"Aku takut Bu...hiks..hiks.."
Ibunya memeluknya erat, mengecup ujung kepala Lia dengan lembut. Mengusap pelan punggung Lia, berharap bisa memberi sedikit ketenangan kepada putrinya.
"Jangan takut, kau adalah putriku yang kuat. Jangan menangis ya sayang."
"Aku tidak mau datang Bu, aku takut."
"Ssstt... Sudah. Kita bersihkan ini dulu ya, kita harus tetap datang. Ibu ingin melihat anak Ibu naik ke atas panggung dan menerima penghargaan tertingginya, hasil jerih payahnya selama ini. Kita bersihkan ini ya, masih ada waktu. Nanti diminum dulu obatnya ya sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH (EDISI REVISI)
Teen FictionTitik terapuh seorang Aprilia adalah saat Faris, sahabat yang terbaik yang telah merubah hidupnya berada dalam keadaan tidak baiK-baik saja. Aprilia, seorang gadis penderita kanker otak stadium akhir yang sehari-hari bergelut dengan obat, menjalani...