22. Bos Suamiku

2K 122 0
                                    

Bulan-bulan pertama kehamilan yang sangat berat akhirnya berhasil dilalui Ira dengan penuh perjuangan. Dulu ia hampir tidak mau menyentuh nasi dan bau makanan yang menyengat yang langsung membuatnya mual. Hidungnya begitu sensitif saat itu dan membuat nafsu makannya menurun drastis hingga sang suami begitu cemas melihat keadaannya yang semakin lemas hingga kesehariannya lebih banyak dihabiskan di ranjang. Dan kini usia kandungannya sudah memasuki bulan keempat. Perutnya sudah mulai agak membuncit dan ia bersyukur karena nafsu makannya kembali normal. Bukan! Nafsu makannya malah melonjak naik dari biasanya dan membuat tubuhnya semakin berisi di beberapa tempat tertentu. Dulunya ia sensitif dengan bau makanan yang menyengat, sekarang malah doyan makan-makanan yang baunya menggoda. Rafli hanya geleng-geleng kepala melihat perubahan pada istrinya saat ini. Hanya satu yang tidak berubah, kondisi emosionalnya yang masih tetap labil, malah makin menjadi. Sekarang Ira lebih sensitif jika membahas tentang bentuk tubuhnya yang sudah tak selangsing dulu lagi. Ia selalu cemburu tak jelas berbicara melantur takut suaminya berpaling kepada wanita lain yang lebih seksi daripada dirinya. Rafli terus berusaha untuk pintar-pintar mengontrol emosinya agar tidak sampai terpancing dan teringat akan kondisi anaknya dalam perut istrinya. Hari ini Ira ingin makan siang bersama di kantor suaminya. Ia sengaja datang ke kantor suaminya karena bosan di rumah. Rafli awalnya melarangnya dengan alasan takut terjadi apa-apa dengan anak mereka, tapi Ira berusaha untuk membujuknya dan meyakinkannya bahwa ia tidak akan apa-apa, dan ia senang karena pada akhirnya suaminya memberinya izin. Ia tak mau Rafli terlalu overprotektif karena dirasanya ia sudah baik-baik saja dan tidak semenderita dulu, jadi ia sudah bisa ke mana-mana lagi. Lagian ia hanya ingin menemui suaminya saja.

Drrtt ... drrtt ....

Ira merogoh ponselnya dari dalam tasnya dan melihat nama suaminya terpampang di layarnya. Segera ia mengangkatnya.

"Assalamualaikum, Mas. Ya, ini aku lagi di taksi. Bentar lagi juga nyampe, kok." ucapnya langsung karena ia sudah tahu apa tujuannya.

"...." Ira hanya mengangguk-ngangguk.

"Iya, Mas. Aku pasti jaga diri, kok. Yaudah, nanti Mas tunggu di sana, ya! Assalamualaikum." putusnya. Setelah mengakhiri obrolan singkatnya, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tasnya.

Taksi sudah sampai di depan gedung kantor suaminya bekerja. Setelah turun ia seperti biasa melenggang masuk ke dalam dan tak secanggung dulu lagi saat pertama menginjakkan kaki di kantor mewah ini. Ia juga sudah kenal dengan beberapa teman kantor suaminya di sana. Kini ia tak perlu lagi menunggu di lobi dengan perasaan tak nyaman karena sendirian karena kini suaminya telah duduk menyambutnya di sana. Rafli langsung menghampiri istrinya dan Ira meraih tangan sang suami seperti biasa untuk diciumnya. Beberapa orang merasa iri dengan kemesraan dan keharmonisan pasangan suami istri itu.

"Tadi di jalan gak kenapa-napa, 'kan?" tanya Rafli dengan nada sedikit khawatir dan tangannya terulur untuk mengusap perut membukit sang istri. Ira tersenyum.

"Kami baik-baik aja kok Ayah. Ayo ah kita ke kantin! Si Dedek udah laper." Rafli mengangguk dan mereka berdua berlalu dari sana untuk segera makan siang.

"Uhuyy! Yang makan siang ditemenin istri tercinta. Jadi ngiri kita, Dik." Rafli dan Ira menolehkan wajah mereka ke arah belakang di mana dua lelaki yang Ira kenal sebagai teman suaminya.

"Makanya cepetan cari istri! Jangan jomblo terus dipelihara. Gak enak rasanya kalau gak dipeluk sehari aja, gak ada yang angetin." Ira mencubit pelan lengan suaminya dengan wajah malu karena beberapa orang terlihat memperhatikan mereka. Kedua lelaki itu tertawa. Rafli hanya menyengir.

"Hehe... Tapi bener kan, Yang?" Ira hanya mendengus. Ia lebih memilih berjalan di depan suaminya dan meninggalkannya.

"Yang, Yang! Kok ditinggal, sih. Yaelah, bini gue...." keluhnya frustasi kala hormon kehamilan istrinya lagi-lagi muncul tak terduga. Ia lupa kalau Ira sedang tidak bisa tersulut emosinya saat ini. Kedua temannya hanya mentertawakannya.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang