9. What Happened To Me?

2K 123 0
                                    

Jam lima shubuh Ira terpaksa harus berangkat dari rumahnya menuju tempat resepsi pernikahan klien yang menggunakan jasa salonnya untuk menata rias akan dilaksanakan. Mempelai wanita yang akan menikah adalah teman kakaknya Yura yang merupakan pemilik salon tempat mereka bekerja. Kakak Yura sudah terkenal sebagai perias pengantin. Jadi hari ini mereka kebagian order yang menguntungkan. Untungnya hari ini hari minggu dan tidak harus berbenturan dengan jadwal mengajarnya. Keduanya sama-sama penting untuknya dan sulit untuk memilih. Kini ia sudah stand by di sebuah ruang kamar yang digunakan untuk merias pengantin dan pengiringnya. Dengan cekatan, tangannya memoles-moles wajah gadis di depannya. Setelah mengaplikasikan alas bedak dan membubuhkan bedak, ia melukis alis, membubuhkan eye shadow, memasang bulu mata palsu, membuat kontur untuk mempertegas garis wajah, membubuhkan blush on, serta terakhir lipstik. Ia melakukannya dengan telaten sampai hasilnya terlihat cantik dan menawan. Ia tersenyum puas melihat hasil karyanya, natural dan tidak menor.

"Selesai. Giliran siapa lagi?" tanyanya setelah satu orang selesai dirias. Maju seorang perempuan yang ia tebak tak jauh beda usianya dengannya untuk dirias. Dengan senang hati, ia kembali melakukan tugasnya sebagai penata rias atau make up.

Jam 7 lebih hampir setengah delapan, pengantin dan para pengiringnya sudah selesai dirias. Jam delapan acara akad nikah dimulai di mesjid terdekat. Ira dan teman-teman lainnya yang ikut merias duduk bersantai di beranda rumah di mana pengantin dirias. Tema resepsi adalah garden party yang mengambil tempat outdoor. Riasan bunga segar dan tanaman hias memberikan kesan sejuk dan begitu alami. Ira sangat suka dengan dekorasinya. Ia juga ingin seperti ini nanti saat pernikahannya.

"Aku juga pengen kayak gini Cas kalau nikah nanti." ucapnya pada Cassie yang duduk di sebelahnya sambil menyeruput teh manisnya. Cassie tersenyum tipis.

"Jodohnya dulu, Ra. Udah ada belum calon suaminya?" Ira tergelak pelan. Benar juga. Ia menggeleng.

"Belum, Cas. Ah, kamu kan udah ada Samuel. Tinggal nunggu dilamar." Cassie tertawa.

"Dia suka sibuk dengan profesi pengacaranya. Tapi dia bilang nanti akan melamarku secepatnya." Ira mengangguk.

"Semoga saja. Kalian kan udah pacaran 6 tahun. Awas lo, nanti keburu ditikung orang." Cassie mengerucutkan bibirnya.

"Jangan gitu dong Ra ngomongnya! Berdiri dengan dia di depan altar dan mengucap janji suci itu adalah impian kami selama berpacaran." Ira mengangguk-ngangguk.

"Iya, iya, aku doa'in. Makanya cepetan desek dia! Usia kalian kan udah cukup juga. Samuel juga udah mapan. Nunggu apalagi?" Cassie hanya mengangguk. Ira mengamati kembali tempat resepsi. Ia membayangkan jika ia yang menjadi pengantinnya. Ia membayangkan juga siapa pasangan yang akan menjadi suaminya nanti. Ah, ia tak sabar ingin segera mengalami hal paling indah itu.

"Bengong aja! Nih pisang krispi! Siapa yang mau?" Ambar duduk di seberang mereka sambil menaruh sepisang pisang kriuk yang menggoda selera. Langsung saja Ira mencomotnya tanpa harus meminta izin.

"Enak." komentarnya sambil mengunyah pisang krispinya. Rasanya enak dengan rasa vanillanya.

"Iya, dong. Kan aku yang bikin." Ira mendengus.

"Bohong! Aku tahu ini bikinan si Bibi yang di belakang. Bukannya kamu gak biasa nyentuh peralatan dapur, Bar? Mimpi apa aku semalem bisa ngerasain makanan enak bikinan kamu." Ambar hanya menyengir.

"Nanti juga bisa kok, Ra. Aku ikut bantu beliau kok tadi, bantuin naro ke piringnya." ucapnya smabil cengengesan. Ira berdecak. Dasar Ambar!

***

Resepsi dimulai jam sebelas siang. Para tamu undangan sudah memenuhi area resepsi. Karena diadakan di tempat terbuka, jadi hawanya tidak begitu sesak dan gerah karena padatnya ruangan oleh para tamu. Inilah untungnya memilih ruang terbuka untuk pesta. Kita bisa menikmati udara bebas dan angin sejuk untuk menghilangkan gerah dan pengap. Suara alunan musik dari arah panggung yang dimainkan oleh sebuah grup musik mulai terdengar memeriahkan acara ini. Ira duduk di belakang bersama Yura dan temannya yang lain sembari menikmati jajanan ringan yang disediakan di sini. Mumpung gratis. Kapan-kapan lagi bisa makan sepuasnya sesuai keinginan seperti hari ini? Ia menikmati satu cup es krim stroberi di tangannya. Siang-siang yang panas dan gerah begini cocok untuk memakan-makan yang dingin. Ia mengamati satu per satu tamu undangan yang sedang mengantri untuk bersalaman. Tiba-tiba matanya menangkap sosok yang selama hampir dua bulan ini ia kenal. Sosok yang entah sejak kapan mulai memenuhi benaknya karena rasa nyaman yang tiba-tiba saja tercipta dalam kedekatan mereka selama ini. Dan dia, dia di sana dengan seorang gadis cantik di sampingnya. Kelihatannya mereka seperti sepasang kekasih. Mengapa seperti ada yang tercubit di sudut hatinya. Memangnya Rafli siapanya? Hanyalah wali dari salah satu muridnya. Ia segera memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menghindari perasaan asing yang tiba-tiba saja menyerang dadanya. Kok ia seperti seorang gadis yang sedang cemburu kepada pacarnya saja karena ketahuan dekat-dekat dengan perempuan lain. Ia melanjutkan kembali obrolannya dengan temannya yang dirasa lebih asyik daripada mengamati Rafli yang sedang menggandeng pacarnya.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang