3. Delaneira

2.8K 180 1
                                    

Benar-benar hari yang melelahkan, tapi begitu menyenangkan bagi seorang gadis bertubuh tinggi ramping yang baru memasuki rumahnya. Meski raut lelah terlihat jelas di wajah cantiknya, tetapi binar keceriaan dan kebahagiaan tak pernah surut dari wajahnya. Sambil menenteng tas coklatnya, ia melenggang masuk ke dalam rumahnya yang tak terbuka pintunya.

"Assalamualaikum!" serunya sambil berjalan menuju arah dapur. Ia menebak pasti sang pemilik rumah sedang berkutat di sana.

"Walaikumsalam." ia tersenyum dan menyalami wanita yang sedang asyik memasak itu.

"Baru pulang, Nak?" tanyanya sambil melanjutkan kembali kegiatannya memotong-motong daun singkong. Ira mengangguk.

"Iya, Bun. Capek juga ngajar anak-anak, tapi aku seneng, kok." ucapnya sambil tersenyum. Alika, sang bunda ikut tersenyum.

"Namanya juga guru, Nak. Setiap pekerjaan pasti ada resikonya. Ya, resiko jadi guru harus sabar menghadapi anak-anak. Apalagi ini anak yang masih usia kecil yang di mana diperlukan kesabaran ekstra untuk menghadapinya." Ira mengangguk sambil memerhatikan menu apa yang akan dimasak bundanya hari ini.

"Iya. Kadang aku juga suka kesel dan capek kalau mereka udah gak nurut dan susah diatur, tapi ya namanya juga anak-anak. Kalau kita marah sama mereka, yang ada mereka malah takut sama kita. Jadi ya intinya harus sabar aja, nyari cara untuk bujuk anak supaya mereka mau nurut sama kita tanpa harus marah-marah." Alika mengangguk.

"Bunda percaya sama kamu kalau kamu pasti bisa menjadi guru dan teladan yang baik bagi mereka. Ingat! Mereka masih kecil dan kita harus hati-hati dalam bersikap sama mereka karena usia mereka itu rawan bagi anak untuk mencontoh orang dewasa di sekitarnya. Ingatannya masih kuat dan bagus. Jadi sebisa mungkin kamu harus bersikap benar ada atau tidak ada murid kamu, untuk melatih kedewasaan dan rasa tanggung jawab kamu juga." Ira manggut-manggut paham mendengar nasihat bundanya.

"Oke, Bun. Masak apa hari ini?" tanyanya masih sambil memperhatikan apa yang akan dimasak bundanya.

"Rencananya mau masak gulai Padang. Bunda mau belajar bikin masak-masakan khas Padang." mata indah Ira berbinar ceria.

"Waaahh... Seru tuh kayanya. Aku mau ikutan ya, Bun?!" Alika tersenyum dan mengangguk.

"Iya. Ganti baju dulu! Nanti kamu cuci ayamnya, ya!" pintanya sambil menunjuk baskom yang berisi ayam mentah yang belum dicuci. Ira mengangguk.

"Sip!" gadis itu lalu berjalan meninggalkan bundanya untuk ke kamar mengganti baju sebelum ia ikut terjun bereksperimen dengan berbagai menu masakan bersama sang bunda tercinta.

Tak lama setelah Ira berganti baju, ia kembali menghampiri bundanya untuk ikut memasak. Hobi sang bunda adalah membuat menu masakan yang berbeda setiap harinya dan keluarganya hampir tak pernah makan di luar karena masakan sang bunda tak kalah lezatnya dengan cita rasa masakan ala restoran mewah. Ayahnya atau adiknya kadang menyempatkan diri untuk pulang ke rumah demi menikmati hidangan spesial dari sang ratu rumah daripada makan di luar. Dan hobi ini menurun padanya. Ia segera mengambil ayam mentah yang belum dicuci. Meski mual karena bau anyir, tapi Ira senang melakukannya. Ia bisa mendapatkan beberapa ilmu saat memasak bersama bundanya.

"Rempah-rempahnya udah siap belum, Bun?" tanyanya sambil mencuci ayam dengan air.

"Tinggal diulek aja. Nanti kamu potongin cabainya aja." Ira mengangguk.

Mulailah mereka tenggelam dalam aktivitas memasak yang menyenangkan itu. Ira tidak takut dengan cipratan minyak atau bau masakan yang menempel di tubuh dan bajunya karena memasak adalah tugas seorang wanita pada umumnya. Berbeda dengan Viona yang tak biasa menyentuh alat-alat dapur. Ia memperhatikan bundanya yang begitu cekatan mengulek, menumis, dan mengaduk-ngaduk masakan. Harum gulai yang menyengat membuat perutnya yang kebetulan belum diisi lagi menjadi memberontak. Ah, ia tak sabar ingin segera makan siang.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang