34. Berdamai

2K 109 0
                                    

Hari ini adalah jadwal Ira cek kandungan. Rafli menemani istrinya untuk memeriksakan anak mereka. Mereka begitu senang melihat perkembangan janin di rahim Ira yang tumbuh dengan baik dan sehat. Rafli berjanji untuk selalu memperhatikan kesehatan istri dan anaknya lebih baik dari sebelumnya dengan tidak membuat Ira stress dan emosi. Liana ditinggal sementara bersama pengasuhnya di rumah karena ia dan suaminya akan berkunjung ke suatu tempat terlebih dahulu. Kini mereka baru saja pulang dari rumah sakit dan sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat yang sudah direncanakan mereka untuk dikunjungi dari kemarin. Mobil Rafli berhenti di sebuah area pemakaman umum. Ira melihat suaminya yang sedang melamun.

"Aku yakin kamu pasti bisa, Yah!" ucapnya memberi semangat. Rafli menolehkan wajahnya. Ia tersenyum kaku.

"Aku..., aku hanya sedikit berdebar saja." Ira tersenyum.

"Hilangkan semua kegelisahanmu saat ini. Sudah saatnya kamu berdamai dengan masa lalumu." Rafli menghela nafasnya. Ya, ia harus belajar mengikhlaskan dan memaafkan sekarang. Ia tak perlu khawatir selama masih ada istrinya di sampingnya. Akhirnya ia mengangguk.

Mereka pun turun dari mobil dan berjalan menyusuri area pemakaman yang luas. Mereka berjalan melewati jejeran batu nisan yang bertebaran di kanan kiri jalan yang mereka lalui. Dan akhirnya mereka sampai di sebuah pusara dengan nisan putih yang sudah kusam dan pudar dengan rumput-rumput liar yang menghiasi. Makam ini terlihat jarang dikunjungi dan kurang terawat. Ada rasa bersalah di hatinya karena baru kali ini ia menginjakkan kakinya di sini lagi setelah 6 tahun lalu di mana jasad wanita di dalamnya dikebumikan. Mereka berjongkok di depan pusara itu. Rafli menarik nafasnya sejenak. Dipandanginya nama yang tertulis di batu nisan itu, nama wanita yang pernah menjadi cinta pertamanya.

"Maafkan aku yang baru mengunjungimu lagi. Apa kabarmu, Ivana? Aku harap kamu selalu bahagia di atas sana." ucapnya.

"Icha putrimu, dia tumbuh menjadi anak yang baik dan cantik sepertimu. Terima kasih atas pengorbananmu yang merelakan nyawamu demi memberi kesempatan hidup untuknya. Kamu tak perlu khawatir, dia tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang dari kami. Dan sekarang kami senang karena kini Kevin terlihat lebih dekat dan memperhatikan putri kalian. Dia tidak mengabaikannya lagi dan selalu menunjukkan kasih sayangnya kepada Icha tanpa keraguan lagi. Aku yakin, kamu bahagia di sana karena harapanmu kini telah terwujud." Ira tersenyum mendengarnya. Dalah hati ia bersyukur jika memang Kevin sudah bisa menerima putrinya sendiri seutuhnya selayaknya ayah kepada anak kandungnya sendiri.

"Aku ingin tak ada lagi belenggu masa lalu yang membebani langkah kita untuk berjalan menuju masa depan. Aku berterima kasih kepada Tuhan yang sudah mengirimkan bidadari yang ada di sampingku sekarang." ucapnya sambil melirik Ira di sampingnya yang tersipu malu.

"Dia yang selalu ada di sampingku di saat senang maupun susah. Dia yang paling mengerti diriku, mengobati luka hatiku dengan sabar dan penuh kelembutan. Terima kasih padamu yang sudah membuatku menjadi pribadi yang lebih dewasa dengan membuka mata dan hatiku bahwa ada seseorang yang jauh lebih baik untuk mendampingiku. Aku berterima kasih karena dengan cara ini aku bisa bertemu dengannya dan membuatku merasakan indahnya jatuh cinta lagi, mengajariku bahwa cinta itu tulus dan mengalir seperti air, bukan karena keterpaksaan dengan hati yang setengah-setengah. Meski kejujuranmu dulu sangat melukai hatiku, tapi aku tahu bahwa kamu ingin aku menemukan seseorang yang lebih mencintaiku dari dirimu, yang menerimaku seutuhnya bukan hanya sekedar sahabat, tapi sebagai teman hidup sampai akhir nanti. Dan kini aku telah menemukan seseorang itu, dia istriku yang sangat kucintai sekarang dan selamanya." ungkapnya membuat mata Ira berkaca-kaca. Ia membalas senyuman lembut suaminya. Ia kembali menatap pusara mantan kekasih suaminya lagi.

"Ivana, perkenalkan, aku Ira, istri Rafli. Terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk memiliki lelaki hebat ini dalam hidupku. Aku sudah tahu cerita tentangmu dari suamiku. Jujur, aku sempat marah dan geram saat mendengar bagaimana kamu menyia-nyiakan Rafli yang begitu mencintaimu dulu. Tapi aku berpikir lagi, mungkin aku belum tentu akan berjodoh dengannya jika kamu dan dia masih bersatu dan berlanjut ke dalam sebuah ikatan suci. Mungkin ini jalan dari Tuhan yang mempertemukanku dengannya. Entah aku harus bersyukur atau tidak karena kamu memilih untuk melepaskan Rafli dan membiarkannya mencari cinta yang lain yang lebih baik darimu. Tapi yang pasti, aku sangat bahagia bisa memiliki, mencintai, dan dicintai olehnya. Dia adalah lelaki terbaikku." Rafli tersenyum senang mendengar ucapan istrinya.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang