Chapter 7

50 7 7
                                    

Suasana kelas VII B sangat nyaman dan tentram serta damai, bagaimana bisa?.Tentu bisa karna sekarang adalah mapel ips, dan yang mengajar adalah bu Nunik. Guru dengan wajah terseram di sekolah itu.

Tak ada yang berani ngobrol sendiri saat bu Nunik mengajar kelas itu.

Kringgg...

Pergantian jam pelajaran telah berbunyi, surga dunia bagi siswa-siswi VII B.

"Baiklah kita sambung hari selasa" ujar bu Nunik sambil melangkah pergi meninggalkan kelas.

"Untung tuh guru udah keluar, capek gue dengerin celotehannya" ujar Luisa sambil memasukkan buku tulisnya ke kelas.

"Bu nunik itu bukan nerangin mapel IPS, tapi curhat" celetuk Hanif.

Isa yang kebetulan dengar pun langsung menolehkan kepalanya ke samping.

"Kok curhat?" tanya Isa dengan polosnya.

"Yha iya lah curhat, kalau ngomong gak ada titik sama komanya. Jalan aja punya pembatas, masa bu Nunik kalau ngomong enggak" jawab Hanif.

"Gak baik lo jelek-jelekin guru di belakangnya" cegah Shafira.

"Wouu, otak lo udah encer ternyata Fir" celetuk Kisma.

"Emng kyak lo, yang suka nyontek ke Isa" bales Hanif.

"Gaya banget lo Nif, lo aja juga nyontek" cibir Luisa gak trima.

"Otak gue dari lahir itu emng encer tau, tapi gue aja yang gak mau sombong" PD Shafira.

Di tengah-tengah pembicaraan mereka, pak Slamet masuk ke kelas VII B.

"Selamat siang murid-murid" sapa pak Slamet.

"Loh pak ini bukan jam mapel IPA, tapi mapel MATEMATIKA" ujar Hanif sambil menekan kata ipa dan matematika.

"Gak, ini VII C kan?" tanya pak Slamet.

"B pak!!" teriak semua murid serempak.

Pak Slamet menggaruk kepala botaknya bingung.

"Loh ini itu bukan VII C?" tanyanya lagi.

"BUKAN!!" jawab semua penuh penekanan dan juga teriak.

Setelah itu pak Slamet berjalan ke luar kelas, berniat melihat tulisan keterangan kelas di atas pintu.

"Ohh maaf-maaf, saya lupa" ujar pak Slamet sambil melangkah pergi tanpa harus mendengar jawaban murid-muridnya.

Semua siswa-siswi pun merasa lega, karna pak Slamet gak jadi mengajar di kelas VII B.

"Hahaha,, guru kok pikun" tawa Hanif pun pecah.

"Yha nih, untung kita gak jadi diajar pak Slamet" lega Shafira.

"Eh kalian tau gak?" tanya Jenniper.

"Gak tau" jawab semua serempak.

"Gue belum ngomong" kesalnya.

"Yaudah cepetan!" pinta Luisa dan Isa barengan.

"Pak Slamet tuh pernah ada waktu mengajar di VII C, tapi malah nyasar ke VII E. Dan alhasil siswa-siswi VII E gak ngeberontak kyak kita tadi" cerita Jenniper.

"Susah punya guru pikun" celetuk Mella.

"Jujur banget lo?" tanya Hanif.

Mella pun mengangguk.

"Mel, lo itu jangan jujur deh" ujar Kisma.

"Bodoh banget lo, menyesatkan ajaran lo" tunjuk Hanif ke Kisma.

"Kenapa kalau Mella jujur?" tanya Luisa.

"Karna kalau Mella jujur, pasti ucapan yang terlontar dari tuh mulut bakal menyakitkan" jawab Kisma.

Pletakk..

Kisma dapat jitakan dari Hanif.

"Apa salah gue ke lo" bentak Kisma.

Mulut Luisa, Isa, Mella dan Shafira pun ternganga. Jarang" Kisma berani bentak Hanif, bahkan setau mereka malah gak pernah.

Hanif menatap Kisma tajam, lebih mematikan dari tatapannya selama ini.

Merasa Kisma takut, Hanif pun cengar-cengir gak jelas.

"Hehe, tatapan gue tadi cuman bercanda kok" ujar Hanif.

"Bercanda dari Hongkong, tuh mata lo udah hampir jatuh. Lo masih bilang bercanda?" tanya Luisa.

Hanif pun mengangguk.

"Bercanda aja udah mau copot, apalagi beneran. Bisa-bisa udah jatuh ke lantai" celetuk Shafira.

Tap..tap..tap

Terdengar langkah kaki berada di dalam kelas VII B, semua pandangan tertuju ke depan.

Terlihat bu Nurkhayati sudah berada di depan kelas, mungkin bersiap mengumumkan info tertentu.

"Baik murid-murid, kita langsung ke intinya saja" ujar bu Nurkhayati dengan tatapan serius.

Gleekk..

Semua pun menelan ludahnya dengan susah payah.

"Kalian sekarang menuju kelas IX A untuk suntik difteri" jelasnya.

Penjelasannya itu mampu membuat sebagian murid lemas dan ada juga yang bersorak.

"Mati akuu!" teriak Kisma setelah bu Nurkhayati keluar kelas.

"Kenapa?" tanya semua serempak.

TBC..

VOTE DAN COMENTNYA..

IKUTI TERUS KELANJUTANNYA..

SEE YOUUU♡♡♡

VII B Kelas Pembuat Onar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang