Hari ini adalah hari kamis, waktunya mapel IPA yang dipelajari siswa-siswi VII B.
Dan mereka membenci hal itu, sebenarnya bukan mapel IPA nya yang mereka benci. Melainkan pak Slamet Prihandono, guru IPA sekaligus wali kelas mereka yang sudah mulai pikun itu.
Wajah mereka terlihat lesu, mata yang sayu dan kepala yang sudah menempel ke meja. Siap untuk tidur jika ada jam kosong.
"Selamat pagi murid-murid" sapa Pak Slamet.
"Pagi pak" teriak semua murid serempak.
"Oke, kita akan mempelajari bab 5" ujarnya.
Pak Slamet mulai menjelaskan tentang dampak efek rumah kaca.
Tak terasa sudah hampir 2 jam pak Slamet mengajar kelas VII B.
"Jika ada yang bertanya dipersilahkan" ujar pak Slamet sambil mendudukkan pantatnya di kursi guru.
"Pak, apa itu anemia?" tanya Ratih tiba-tiba.
Semua pandangan sudah tertuju pada Ratih, kecuali sang guru yang berfikir sejenak.
"Kok jauh banget pertanyaan lo?" tanya Luisa.
"Ssttt, diem aja. Gue males tanya soal efek rumah kaca" jawab Ratih.
Pak Slamet menjelaskan apa itu anemia dengan bentuk gambaran di papan tulis, sontak semua siswa-siswi VII B tertawa karna gambaran pak Slamet seperti anak TK.
"Sudah mengerti atau belum?" tanya pak Slamet.
Semua pun mengangguk barengan, jawaban yang mereka berikan ke pak Slamet sangat bohong. Bagaimana tidak, mereka dari tadi tertawa sendiri saat pak Slamet menjelaskan.
"Pak, saya tanya?" teriak Hanif sambil mengacungkan tangan kanannya.
"Kenapa planet pluto bisa menghilang?" Hanif melanjutkan pertanyaannya.
"Pak saya juga mau tanya" teriak Satria.
"Yang tanya satu-satu, pertanyaan kamu apa?" tanya pak Slamet.
"Kenapa kakek saya bisa serangan jantung?" tanya Satria.
Pak Slamet pun mengkerutkan dahinya, sementara seluruh anak VII B malah tertawa terbahak-bahak.
"Loh, kalau itu saya gak tau ya. Mungkin sudah keturunan atau bagaimana gitu" jawab pak Slamet asal
Bagaimana tidak asal, tau kakeknya Satria aja gak. Malah ditanyai gitu.
"Bahasnya efek rumah kaca, tapi pertanyaannya udah kemana-mana" celetuk Jenniper.
"Ya sudah, waktu saya sudah habis" ujar pak Slamet.
"ASTAGFIRULAH!!" teriak seluruh siswa-siswa VII B.
"Loh, ada apa?" tanya pak Slamet.
"Sedih pak, karna waktu bapak udah habis" jawab Hanif.
"Iya pak, nanti guru ipa sama wali kelas kami siapa?" sahut Luisa.
"Kami turut berduka cita pak" sekarang Gysta yang mulai bicara.
"Hei, waktu mengajar saya yang habis. Bukan nyawa saya" balas pak Slamet.
Semuanya pun hanya menjawab dengan kata "oh" saja.
Kringg..Kringg
Bel istirahat pun berbunyi dan semua senang mendengar bel itu berbunyi.
"Fir, kita ke kantin yuk?" ajak Luisa.
"Ayo, cacing di perut gue udah demo nih" balas Shafira.
"Model cacingan" celetuk Hanif.
"Hahaha!!" tawa keras Luisa langsung pecah.
"Diem aja lo" sinis Shafira.
Saat di kantin.
"Rame banget nih kantin, gue sampe gak bisa masuk" gerutu Isa.
"Aduh gerah deh disini, model itu seharusnya gak boleh panas-panasan. Nanti keriput kulit gue" manja Shafira.
"Heh, ondel-ondel. Lo itu udah hitam gak usah manja deh" sahut Hanif yang kebetulan juga gak bisa masuk ke kantin.
"Yakk, kulit gue itu sawo matang bukan hitam. Jangan mentang-mentang kulit lo putih kyak oppa-oppa Korea, lo jadi ngatain gue lagi" Shafira mulai kesal.
"Debat ajasih, ati-ati jodoh lo" celetuk Luisa.
Dan alhasil dapat dua jitakan di kepalanya itu, satu dari sahabatnya Shafira dan satu lagi dari Hanif.
"Gue itu bukan oppa-oppa Korea, tapi keturunan kerajaan Inggris" dengan percaya dirinya Hanif mengatakan itu.
"Hueekk!!, gue jadi mual dengernya" ujar Luisa.
"Lo iri banget sih sama gue, lo kan juga putih kyak orang Inggris" ujar Hanif.
"Gue iri sama lo?, ya enggak mungkin. Kalau gue iri sama lo, gue pasti in. Krisna sama Isa jadian" cibir Luisa.
"Kok jadi gue dibawa-bawa sih?" tanya Isa.
"Bodo amat" ujar Luisa.
Kringg..
Bel masuk berbunyi, tak disangka mereka depat selama 30 menit lamanya.
"Kenapa belnya bunyi sih, gue kan belum sarapan" kesal Shafira.
"Salah sendiri gak sarapan" teriak Luisa dan Isa sambil berjalan pergi.
"Udah gak sarapan, ditinggal pula" gerutu Shafira sambil berjalan menuju kelas.
TBC...
Hai readers, kangen gak sama saya. Pasti kangen, wkwkwk (Saya PD banget).
Ikuti kisahnya trus ya..
Byee Byee...
Maaf typo bertebaran..
KAMU SEDANG MEMBACA
VII B Kelas Pembuat Onar
Non-FictionKisah nyata, tapi sebagian karangan sendiri. Menceritakan tentang anak-anak penghuni kelas VII B, yang seluruhnya mempunyai sifat yang sama. Pembuat onar itulah julukan yang tepat bagi kelas itu, hingga para guru geleng-geleng kepala dibuatnya.