1. Gak usah Prolog

847 32 2
                                    

"Gas!! Tahu gak?! Ada cewek yang bisa dijadiin boneka baru!!" heboh Diffa merebut minuman dengan rasa jeruk dalam gelas Bagas.

"Beli sendiri napa Dif! Kere amat lo!" decak Bagas

"Marah-marahnya nanti aja, yang pasti lo musti liat ini cewek" Diffa menyodorkan ponselnya kepada Bagas dan sejenak, Bagas mengerutkan kening.

"Dia anak kelas sepuluh?" tanya Bagas

"Iyup!!" angguk Diffa

"Kok culun gini? Cantik tapi jadi kelihatan bego-nya. Dia minus? Katarak atau gimana? Kok pakai kacamata?" tanya Bagas dengan serius menatap layar ponsel Diffa, "Tapi cocok buat dibully. Lo udah siapin semua informasinya?" tanya Bagas lagi

"Sudah, kaptain! Namanya, Agatha Chelsea anak kelas sepuluh jurusan IPA-3. Kata temen-temennya dia pendiem tapi pinter banget dan sadisss. Terus, kalau diluar sekolah, menurut foto-foto instagramnya, kayaknya dia anak orang kaya karena banyak liburan di luar negeri seperti Australia, Inggris dan Paris. And ... Dia gak punya temen." jelas Difa membaca informasi yang dia dapat.

Bagas mengangguk singkat, "Besok kita kenalan sama dia"

"Aye, aye kaptain!!"

"Kenapa harus nunggu besok? Kenapa gak sekarang aja? Kenalin, gue Agatha Chelsea. Lo, Bagas Rahman, anak kelas sebelas jurusan IPA-4 yang kurang belaian dan kurang kerjaan sekaligus haus perhatian karena punya kebiasaan ngebully temen-temennya tapi menobatkan diri sebagai pria paling dicari alias most wanted sekolah yang terkenal dengan kepandaian dan ketampanannya. Apa selama ini lo gak pernah ngaca dulu? Otak lo bahkan gak seberapa kalau dibanding kecerdasan secuil yang gue punya" jelas Chelsea panjang lebar sambil membawa buku dipelukan dan melepas kacamatanya.

"By the Way, gue gak katarak, cuma sayang mata aja dari sinar-sinar loser semacam lo" ucap Chelsea sarkas kemudian melangkah meninggalkan tempat duduknya di kantin meninggalkan Diffa yang melongo sedang Bagas justru tersenyum miring.

"Dia udah tahu tentang gue" gumam Bagas.

"Gila, Gas! Dia ... Cantik banget kalau lepas kacamata, ya Tuhan! Lo ngebayangin gak kalau dia senyum? Gue gak tahu bisa ngebully dia atau enggak kali ini" ucap Diffa menopang dagu sembari tersenyum pada jalan kosong di depannya.

"Oke, karena dia gak suka pake prolog, besok kita langsung klimaks" ucap Bagas bangun dari duduknya kemudian menepuk bahu Diffa dan berlalu meninggalkan temannya tersebut.

Tidak berjalan menuju kelas. bagas justru melewatkan deretan kelas sebelas dan berjalan melewati lapangan basket untuk selanjutnya berhenti didepan kelas sepuluh IPA-3 membuat para siswa didalam kelas mengalihkan perhatian pada Bagas. Ada yang terang-terangan mencibir, takut namun banyak juga para perempuan yang saling berbisik mengagumi ketampanan pria itu.

Bagas melihat Chelsea yang duduk di bangku paling belakang sudut ruang sedang menelungkupkan kepala.

"Perhatian kalian semua!" ucap Bagas didalam kelas sementara ia tidak menemukan tanda-tanda Chelsea terusik dengan suaranya.

"Mulai besok, Agatha Chelsea teman sekelas kalian yang duduk dipojok ruang itu, adalah milik Bagas Rahman. Tidak boleh ada yang mengganggu, dengan pura-pura menjdi teman atau pahlawan untuknya. Siapapun yang berani menyentuhnya, akan mendapat hadiah luar biasa dari Bagas Rahman. Paham?!!" ucap Bagas.

Bagas masih belum melihat tanda-tanda pergerakan Chelsea. Semakin gemas, Bagas akhirnya menarik kursi dibangku sebelah dan duduk didekat Chelsea.

"Kau suka inti yang seperti apa, Chel?" tanya Bagas namun tidak mendapat jawaban dari Chelsea.

"Tidak masalah, kau tidak mau berkenalan dengan Bagas dan ingin langsung pada intinya. Jadi, selamat menikmati sekolah yang akan menjadi sangat mengerikan" ungkap Bagas mendekatkan mulut pada telinga Chelsea.

Menit berikutnya, bel tanda istirahat berakhir berbunyi dan Chelsea menegakkan kepala, melepas headphone di telinga dan menatap heran kearah ruang kelas juga Bagas yang nampak kesal.

"Jadi? Kau tidak mendengar ucapanku sejak tadi??" geram Bagas.

"Apa itu pengumuman penting?" tanya Chelsea.

Berdecak, Bagas memilih bangkit dan melempar kursi yang tadi dia duduki sembarangan. Mengabaikan guru yang baru akan masuk kelas mengelus dadanya kaget.

Chelsea yang melihat interaksi tersebut hanya menautkan dua alisnya, kemudian menaikkan tangan kanannya.

"Iya, Chel?"

"Apa dia anak orang yang berpengaruh di sekolah ini hingga ibu tidak berani menegurnya?" tanya Chelsea yang membuat si ibu guru berjengit kaget.

"Oke, selamat siang anak-anak. Kita akan mulai pelajaran kali ini mengenai, Genre dan fokus pada Procedure Text" ucap si ibu guru mengalihkan pertanyaan Chelsea.

Chelsea hanya bergidik tidak peduli dan segera mengambil ponsel mengirim pesan pada seseorang yang dia kenal.

"Ah ... Jadi dia anak donatur tetap sekolah? Seperti sinetron saja." gumam Chelsea.

Memasukkan kembali ponselnya, Chelsea fokus pada pelajaran dan tidak ingin masuk terlalu jauh pada dunia Bagas. Tidak tertarik. Dan tidak peduli.

_

Sedang Bagas kembali ke kelasnya dengan uring-uringan sambil memarahi siapapun yang ada di dekatnya dan ketahuan sedang memperhatikannya.

Membuka pintu kelas dengan keras, mengabaikan guru yang sudah masuk, Bagas duduk di kursi dan memasang headphone sambil memutar musik dengan volume paling keras. Tidur.

Guru yang melihat kejadian itu hanya menghela nafas keras. Mereka bukan takut, tapi sudah menyerah tidak tahu lagi harus bagaimana. Jadi, selama Bagas tidak merugikan nama sekolah, para guru menganggap semuanya masih  batasan aman.

Sampai kelas berakhir, Bagas baru terbangun dan melihat Diffa tengah bermain game disampingnya.

"Anak-anak pada kemana?" tanya Bagas di sela-sela mengumpulkan kembali nyawanya.

"Pulanglah! Ayo pulang!! Bel udah bunyi sepuluh menit yang lalu" ucap Diffa memasukkan buku-buku kedalam tas dan bangkit hendak meninggalkan Bagas yang masih terlihat bingung dari tempat duduknya.

"Lo tidur dari masuk tadu, bego!! Lagian lo kenaoa lagi sih? Masuk kelas marah-marah kayak tadi?" tanya Diffa tidak jadi melanjutkan langkahnya.

Seolah teringat dengan perlakuan Chelsea tadi, Bagas kembali berdecak kesal dan menyambar tas berikut memasukkan buku-bukunya sembarangan.

"Ayo pulang! Kita bikin rencana paling keren buat menyambut boneka baru kita!" ucap Bagas kasar dan keluar kelas lebih dulu.

Diffa seolah paham kemana arah pembicaraan Bagas. Ia hanya mengangguk kecil dan mengekor pada Bagas. Menyambut hari dan rencana berikutnya.

_

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang