Chapter 9

298 14 0
                                    

Sakura's POV
.
.
"Sakura ..." Suara ini, aku mengenalnya. "Sakura ..."

Ini suaranya... aku tidak salah lagi, ini suara –Sasuke— aku berbalik dan menemukannya berdiri di depan sana.

Kemudian aku melihat salju turun, karena aku merasakan dingin di wajahku. Ia mendekat ke arahku sambil memasang senyum bengkong-nya yang selalu membuatku terjerumus pesonanya. Ia mendekat lagi sampai berada di hadapanku dan memeluk sekeliling pinggangku dengan tangannya yang besar dan kekar, "Kau cantik sekali memakai kalung ini." Bisiknya sambil membelai pipiku, ia memajukan wajahnya, membuatku tidak bisa bergerak maupun bernapas, apa yang akan ia lakukan?

Pipiku sudah memanas karenanya.

Dan sekali lagi aku merasakan salju membasahi wajahku, ia masih memajukan wajahnya bersandar ke arahku. Dan aku, tanpa tahu apa yang akan terjadi reflek memejamkan mataku, dan sedetik kemudian aku merasa hangat dan lembut dibibirku, Sasuke ... Ia menciumku? Mencium bibirku? Oh Tuhan, aku masih merasakan bibirnya di bibirku, tapi anehnya. Kenapa rasanya seperti berbulu, sejak kapan Sasuke mempunyai jenggot?

Lagi-lagi aku merasakan wajahku terkena salju dan ini berlebihan hingga aku merasakan dingin, dan ....

"Bangunlah, Forehead!!" Aku membuka mataku lebar-lebar, apa tadi? Aku bermimpi? "Sudah selesai dengan mimpimu?"

Aku melihat Ino berdiri di sampingku sambil membawa gelas berisi air, aku tidak perlu tahu ia membawa itu untuk apa? Karena saat ini aku merasa wajahku basah, mengerti aku masih memandang gelas dalam genggamannya ia ikut melihat ke arah pandangku.

"Oh, hanya mencoba membangunkan putri tidur yang sedang bermimpi," ucapnya sambil mengangkat gelasnya ke udara. "sepertinya mimpi itu berbau erotis, benar?"

Aku melotot ke arahnya, dan ia menyeringai. "Oh maaf, aku tahu aku menyebalkan. Ini balasan kemarin, Forehead! Dan aku hanya membantu agar kau cepat sadar," ucapnya sambil meletakkan gelas ke meja, kemudian melipat tangannya di dada. "Sekarang! Kau tahu ini jam berapa? Kami semua sudah menunggumu selama satu jam lebih!"

Aku menguap dan mengusap mataku yang berair akibat ulah Ino, "Memang ini jam berapa?" tanyaku. "Kita janjian jam enam pagi kan?"

"Bagus!" ucapnya marah. "Kami sudah di sini dari jam setengah enam dan ini sudah jam tujuh lebih lima belas menit, dan kau masih santai begini?!"

"Tujuh lebih lima belas menit?" aku menyibak selimutku dan berlari ke arah jendela kamarku, sudah banyak teman-temanku yang berada di depan rumah. "Sial! Maaf Ino, aku kesiangan."

Ino mendengus. "Minta maaflah ke mereka. Mereka yang dengan sabar sudah menunggumu."

Aku mengabaikannya dan berlari menuju kamar mandi, kenapa aku bangun kesiangan? Kemana bunyi alarm sialanku disaat aku benar-benar membutuhkannya. Untung semalam aku sudah mengepak pakaianku di tas, kami semua menginap di sana, dan kembali minggu sorenya.

Ino sudah tidak ada di kamarku saat aku sudah selesai membersihkan diri, ngomong-ngomong kemana semua orang di rumah ini? Biasanya mereka berkoar-koar ke kamarku untuk membangunkanku, Kaasan tidak ke kamar, begitu pula si monster awet muda Nissan juga tidak ke kamarku dengan suara berisiknya membangunkanku. Kemana mereka pergi?

Aku memakai pakaian casual biasa untuk perjalanan menuju ke Suna dengan adanya pemanis di leherku karena aku memakai kalung. Pakaian yang akan aku kenakan untuk pesta nanti sudah aku siapkan di dalam tas. Aku berlari ke bawah dan tetap tidak menemukan orang di rumah ini, kecuali bibi Ayame, yang menitip pesan di meja memberitahuku kalau ia ke supermarket untuk berbelanja. Aku tidak mau ambil pusing kemana anggota keluargaku pergi sekarang. Karena aku sudah telat, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah aku keluar dari rumah.

Falling in Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang