"Tak mudah mengatur diri sendiri, tak mudah mengarahkan akan kemana hati ini berlabuh, tak mudah melakukan hal yang bertentangan dengan hati, tak mudah memahami isi pikiran dan hati, kenapa logika dan hati terkadang tak mau selaras?"-
-F L A S H B A C K -
Berat. Lelaki itu merasa berat, bahkan hanya untuk membuka mata dan turun dari kasur nyamannya. Lebih tepatnya, ia merasa tak rela hari ini tiba. Matanya terbuka perlahan, menatap samar jam dinding yang menunjukkan pukul 4 pagi.
Ia mengacak rambutnya lagi, lalu memegang dadanya yang nyeri tak beraturan.
Kriett..
Pintu terbuka, dan ia masih tak bergeming dari posisinya.
"Hey," gadis itu mengguncang pelan tubuhnya, berharap lelaki itu segera beranjak dari kasur kesayangannya. Lelaki itu menatapnya dalam, lalu menarik gadis itu untuk jatuh disampingnya, merengkuh tubuh kecil gadisnya dan menghirup aroma manis gadis yang paling dirindukannya itu.
"Hanbin," gadis itu memukul- mukul dada bidang Hanbin. Berusaha keluar dari rengkuhan sang kekasih.
"Hey! Kau harus segera bersiap- siap! Ini hari pernikahanmu!" ujarnya.
Hanbin tak bergeming, ia justru mempererat pelukannya.
"Bin, ka—" ucapan gadis itu terpotong ketika bibir tebal Hanbin membungkamnya, melumatnya kasar. Mau tak mau gadis itu hanya menurut.
"Ini berat Jis!" ucapnya setelah menyudahi ciumannya.
Jisoo menepuk pundaknya, memberi semangat. "Ini untuk kita juga. Toh juga setelah kau menikah, Jennie tak akan mengekangmu untuk menemuiku, kalian tak akan terikat," ucapnya.
Hanbin tersenyum miris, "Kenapa kau bisa begitu yakin?"
Jisoo membalas senyumnya, "Karena dia adalah sahabatku dan kau kekasihku sekaligus keluargaku. Kalian adalah dua orang yang paling kupercaya,"
Hanbin tersenyum lalu memeluk lagi gadisnya. Entahlah, dadanya berkecamuk, ada rasa aneh yang menyelimutinya.
Sepasang mata tanpa mereka sadari mengamati keduanya. Bibirnya tertarik miring, gadis itu meletakkan setelan buatannya di gagang pintu lalu bergegas pergi.
Hari itu, ia telah melihat semuanya. Hal yang membuat Jennie yakin pada persepsinya selama ini. Sedih? Tidak sama sekali! Ia justru makin mantap untuk menikahi Hanbin, entah kenapa.
***
-FLASHBACK OFF-
Jennie mengangkat galon air itu lalu meletakkan di tempatnya. Hanbin baru kembali dari kantor dan mendapati pemandangan tersebut hanya bersidekap sembari menyender di dinding.
"Kau bisa minta tolong kalau berat," ujar Hanbin.
Jennie tak memperdulikannya. Ia berlanjut menyelesaikan pekerjaannya lalu membuat secangkir coklat panas.
Hanbin masih mengamatinya, meskipun hanya hal sederhana, diam- diam Hanbin kagum akan kemandirian Jennie.
Dengan cuek Hanbin mendekat lalu meminum coklat milik Jennie, Jennie menatapnya tak suka.
"Kau bisa membuatnya sendiri, Presdir," sindirnya.
Hanbin kembali menarik sudut bibirnya. "Bukankah itu tugas seorang istri?" ucapnya sembari mencolek dagu gadis itu. Jennie masih tak luluh, ia memandang tajam lelaki yang seenaknya merebut minumannya itu.
Hanbin meletakkan cangkir coklatnya di meja, lalu meletakkan kedua tangannya di meja, mengukung tubuh istrinya yang masih duduk. Matanya menatap lapar istrinya itu, pakaian kantor yang melilit tubuh wanita itu melekat sempurna dan entah kenapa membuat Hanbin serasa hilang arah. Sementara Jennie hanya diam, menatap datar laki- laki dihadapannya itu.
YOU ARE READING
THE KIM'S SECRET ✔️
FanfictionThe best way of keeping a secret is to pretend there isn't one