35

3.4K 345 29
                                    

"Sekarang aku percaya, satu- satunya yang kekal adalah perubahan,-"


"J?"
Hanbin mengerjap kaget, dengan segenap sisa kesadarannya ia menatap lamat wanita yang sudah memenuhi pikirannya selama ini. Ini nyata? Wanita dengan gummy smile termanis yang pernah ia lihat kini tengah tersenyum kearahnya.

"Kau masih sahabat dan suamiku, jadi aku tak kan membiarkanmu merusak diri dengan banyak minum begini,"

Ya tuhan, suara manis wanita itu kembali membuatnya gila. Tak tahukah Jennie bahwa kembali berdekatan setelah sekian lama berusaha melupakan itu membuatnya sesak benar- benar. Hanbin lelaki tangguh secara fisik, tapi benar- benar lemah masalah hati.

Hanbin tak bisa menjawab dengan kata apapun, yang ia tahu, saat ini ia masih ingin memandangi wajah Jennie dan mendengarkan suaranya yang bak candu baginya. Ada tatapan rindu di matanya.

"Ingin kabur dari pesta?"
Bak dejavu, dulu Hanbin yang mengajak Jennie untuk kabur dari pesta, kini Jennie?

Hanbin masih melongo, entah efek alkohol atau bukan. Jennie jadi gemas sendiri, lalu memilih menarik Hanbin untuk keluar dari pesta, memilih berjalan diluar gedung. Gedung pestanya berada di dekat sungai Hann, jadi mereka sekarang tengah berjalan di sepanjang lintasan.

Genggaman tangan gadis itu di tangan Hanbin masih terasa, oh ini benar- benar nyata.

Semilir angin menerpa mereka berdua, Jennie tak memerdulikan anakan rambutnya yang terus diusak angin. Memilih berjalan dalam diam dan menatap lurus ke depan.

Sepasang sepatu hitam itu mendadak berhenti berjalan, membuat Jennie memutar tubuhnya, menatap heran laki- laki dihadapannya itu.

"Ada apa?" tanyanya polos.

Hanbin menatap tajam kearah Jennie, melepaskan genggaman tangan mereka berdua. "Apa yang sedang kau lakukan?" ada nada getir disana.

Jennie tersenyum kecil, "mengajakmu berjalan setelah minum terlalu banyak," jawabnya santai.

Lelaki itu memandang pahatan sempurna dihadapannya, ia benar- benar ingin mendekapnya secara posesif, tapi sebentar lagi semua itu akan hilang. Tunggu, apa ini perpisahan mereka?

"Apa yang kau pikirkan?" Jennie kali ini bertanya.

Hanbin menatap dalam kearah mata Jennie. "Biasanya kau selalu bisa menerka arah dan pikiranku, bagaimana dengan kali ini?" tanyanya dengan seutas senyum miring.

Jennie menatap licik senyuman Hanbin itu. "Apa kau sudah benar- benar muak denganku?" tanya Jennie.

Lelaki itu terdiam, menghilangkan senyum sarkas di bibirnya, lalu lebih memilih memasukkan tangannya ke dalam kantung celana.

"Apa jika kukatakan begitu, akan jadi lebih mudah buatku melupakanmu?"

Jawaban Hanbin sedikit mencekat nafas Jennie. Meski begitu, senyum miringnya masih tercetak jelas disana.

"Bagaimana kabarmu?"

Hanbin tak menjawab, memilih untuk memangkas jarak diantara mereka, menyentuh wajah wanita itu dan tiba-tiba melumat bibirnya dengan gusar. Ciuman yang cukup terburu- buru, ia menumpahkan segala kegalauannya dalam ciuman itu...dan seperti biasa, Jennie tak menolak, munafik jika ia bilang ia tak merindukan lumatan kasar lelaki dihadapannya itu.

Ciuman panas ditengah dera angin dingin yang kian menggila itu terhenti, tatapan kelam Hanbin kembali menyapa matanya ketika mata Jennie terbuka. Sial! Tatapan ini adalah tatapan paling mematikan yang benar- benar memerangkapnya.

THE KIM'S SECRET ✔️Where stories live. Discover now