23

2.5K 295 8
                                    

"Bila berjalan dalam kelam pasti tersesat jalan dan tidak akan pernah sampai kepada tujuan. Tanpa penyinaran cahaya pasti setiap langkah akan terperosok dalam jurang-jurang kehinaan.-"



-Peek a boo-

Busan, 2009

Gadis itu memandang geram sosok lelaki parubaya dihadapannya yang tengah lalu lalang menelepon entah siapa. Ia tak ingin mengakuinya, tapi sosok itu adalah ayahnya sendiri, ayah kandungnya. 

Ia menghela nafasnya kasar, memandang datar kearah luar jendela rumah yang sedari dulu menjadi saksi kebahagiaan keluarganya itu. Bayangan masa lalunya yang bahagia membuatnya tersenyum kecut, senang sekaligus miris. Dulu keluarganya sempat sebahagia itu ternyata. 

Mengingat masa lalu, kebahagiaan itu tiba- tiba saja kandas setahun lalu. Tepat saat ia masuk sekolah menengah atas. Ketika tiba- tiba saja kedua orang tuanya bercerai padahal ia tak pernah melihat keganjilan diantara keduanya. Ia sebagai anak semata wayang akhirnya dirawat oleh ayahnya, jauh dari ibunya yang semejak perceraian justru hilang entah kemana, tak pernah mengucap sepatah kata pun.

Semenjak perceraian itu, ayahnya berubah. Ayahnya yang biasanya menyayanginya dan selalu bersikap lembut padanya jadi kasar dan berubah seperti tak dikenalnya. Ayahnya selalu mabuk ketika pulang dan tak jarang membawa wanita jalang ke rumahnya. Ia jadi kasar dan kerap memukuli gadis yang notabene adalah anaknya sendiri. 

Gadis itu menyalahkan kedua orang tuanya, hingga saat itu ia sama sekali tak tahu penyebab perceraian keduanya. Yang jelas ia membenci keduanya, benci ibunya karena meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah kata apapun, dan benci ayahnya karena berubah seperti tak dikenalnya. 

Hari ini mungkin menjadi puncak kebenciannya pada ayahnya. Lelaki itu menyeretnya kasar, membawanya ke rumah konglomerat kaya dan ternyata justru menjualnya disana.

Hari itu mungkin terakhir kalinya bagi seorang Jennie Kim memanggil sebutan ayah pada lelaki yang tega menjualnya demi segopok uang, yang entah akan digunakannya untuk apa.

Hari- hari penuh dengan urai air mata menghiasi hidupnya. Kepedihan, kesedihan dan dendam memenuhi hatinya. Apalagi ditambah dengan perilaku buruk lelaki muda yang kini menjadi majikannya itu.

Jennie benci, sungguh benci laki- laki yang telah membelinya itu. Laki- laki itu bersikap kasar dan telah merenggut kehormatannya. Bukan sekali, namun hampir setiap hari. Ia tahu, ada yang tidak beres dengan lelaki itu. Semua ini membuatnya benar- benar ingin mengakhiri hidupnya.

Namun ada sedikit perubahan, tepat seminggu setelah ia mendekam disana. Laki- laki itu mulai bersikap sedikit manis padanya. Memberinya perhatian lebih dan tak sering menyentuhnya lagi. Membuat gadis itu goyah akan pendiriannya untuk membenci laki- laki itu.

Ia menyadari sesuatu, lelaki itu sama seperti dirinya. Ia hanyalah anak semata wayang yang kesepian dan haus akan kasih orang tua. Meskipun secara material orang tuanya selalu memenuhi setiap kebutuhannya, tapi laki- laki itu didalamnya hampa.

Laki- laki itu tak pernah punya banyak teman, sama sepertinya. Satu kesamaan mereka adalah, selama ini mereka hanya dimanfaatkan oleh orang- orang yang menganggap diri sebagai teman.

Ada sedikit rasa kasihan dan senasib. Hari itu untuk pertama kalinya Jennie Kim mengusap lembut surai panjang lelaki tampan yang tengah memeluknya itu. Dengan tiba- tiba laki- laki itu menatapnya dalam, tanpa suara. Jauh dari tatapan liarnya selama ini.

"Hidup memang sulit, tapi kau bisa cerita denganku jika memang ingin berbagi. Aku siap jadi temanmu," lirihan kecil Jennie itu ternyata mampu mengukirkan senyum manis di bibir lelaki itu. 

THE KIM'S SECRET ✔️Where stories live. Discover now