Bab 24

20 1 0
                                    

     Mereka tiba dan mereka kembali. dengan aktivitas mereka masing-masing. Cassie duduk di atas tumpukan jerami yang masih berbentuk balok. Ia menatapi langit, yang mulai bewarna kebiruan yang indah. Suara burung berkicau terdengar dari hutan-hutan di sebelah.
    Hatinya masih mempertanyakan soal dirinya. Kenapa dirinya harus ditunjuk menjadi pemimpin, padahal dia tidak tahu sama sekali cara memimpin.
"Lelah..." Kata Bella tiba-tiba
"kau, hhh berhentilah berbicara tiba-tiba" balas Cassie memalingkan mata
Sebuah peta kembali dia buka, mencoba mengamati setiap dari gambar-gambarnya. Peta itu benar-benar minim penjelasan, hanya ada gambar dan arah panah menunjukan hari selanjutnya.
     Matanya terfokuskan pada suatu gambar. Gambar suatu bayangan hitam pada peta, pikiranya mulai menebak-nebak musuh macam apa ini. Sekarang dia tidak bisa membayangkan kondisinya jika ia melawan semua musuh yang ada di peta itu. Perasaan menyesalnya kembali datang, membuatnya langsung menutup peta itu dengan kasar.
      Ia mengambil pedang dari ikatan pinggangnya, pedang bewarna perak itu berasal dari dunia sebelumnya dan belum hilang. Ia merasa dunia ini semakin sulit. Beberapa prajurit lainya kembali berlatih, gadis itu melihat cara mereka berlatih. Tampak nya semakin berat latihanya.
Sesuatu muncul di kepalanya, bahkan dia belum juga mengenal nama dari semua prajurit itu. Alex kembali menghampirinya dari sekian waktu berlalu.
"Perlihatkan padaku, petamu!" perintahnya
Gadis itu membuka gulungan peta itu lagi.
"Kita akan menemui musuh pertama kita disini, bukit Alavance. Kita akan melawan naga ini." Tambahnya
Cassie menghela nafas
"kenapa harus aku yang ikut serta?" tanyanya
"karna kau pemimpinya, kau pembuka segel terakhir, dan.. Kami pernah mencobanya namun gagal kami tidak bisa membunuh naga itu." Jawab Alex cepat.
"Aneh." Balas anak itu.
     Dia dapat melihat naga itu, seekor naga berkepala tiga. Membuat jantungnya berdegup kencang, itu adalah hal gila yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ia membayangkan nyawa adalah taruhanya pada naga itu. "Apa tujuan dari dunia ini sebenarnya?" batinya. Bayangan itu musnah di kepalanya diganti dengan ingatan lain. "Tidak ada yang mati di dunia ini, hanya menghilang" kata-kata itu seolah menggema di kepalanya.
"Kenapa kalian bisa bermusuhan dengan bangsa Voyart itu?" tanyanya
"kami..... Hanya ada perselisihan... Aku akan menceritakanya malam ini. Pastikan kedua temanmu tidak mendengarnya temui aku nanti malam di depan api unggun. Sekarang kita latihan dulu" jawab Pria itu panjang lebar.
     Matahari mulai memanas seling waktu, Cassie sangat merasakan itu. Panas menyengat seperti sedang mengrogoti kulitnya. Ia melihat kulitnya dari waktu ke waktu dari beberapa hari yang lalu tidak berubah warna, masih tetap putih.
Alex mengayunkan pedang ke arah depan, Cassie berusaha menangkisnya. Ia sudah menduga sebelumnya kekuatan Alex lebih kuat dari padanya. Setiap kali latihan pria itu seperti mempunyai taktik dalam dirinya, berapa kekuatan yang harus dia keluarkan per latihan dengan gadis itu.
     Beberapa gerakan sudah Cassie kuasai, hanya saja dia belum lihai cara memutarkan pedang ke arah depan dan strategi pedangnya. Bahkan dia hampir tertusuk ketika pedang Alex melesat ke arah perutnya.
"Selesai." Katanya pendek
"hhh..." desah anak itu
"Pedangku cukup tajam bukan?" tanyanya menyengir
"ya, aku tau itu" jawab Cassie kelelahan
"cukup tajam untuk menggores benda-benda yang terbuat dari besi, dan makhluk sialan itu" balas Alex langsung memasukan pedangnya ke sakunya.
    Anak itu sudah selesai belajar sekarang, waktu istirahat tiba dan mereka semua kembali berkumpul membicarakan sesuatu. Kini tubuh mereka masing-masing telah basah keringat. Cassie duduk diantara bebatuan pohon, juga Bella dan Legan. Dia mulai membenci setiap kali terdiam hari ini.
     Pikiranya kembali bermain, memilah-milah pertanyaan dan kata. Sesuatu membuatnya tersadar ketika satu pikiran itu muncul dari kepalanya. Orang tua Bella. Hatinya mulai mengeluarkan banyak pertanyaan.
     Terlihat Alex dan prajurit lainya bercanda seperti biasanya di depan api unggun, hari mulai gelap. Anak itu masih ragu untuk menceritakanya, tetapi juga tidak kuat menahanya. "Cass..." Panggil Legan dari jauh.      Pikiranya masih dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan itu membuatanya bisu sementara.
     Sekarang pertanyaan-pertanyaan itu berganti dengan ketakutan, bukit itu. Disana lah dia akan melawan naganya. Jika ini semua tidak terjadi, mungkin tidak ada penyesalan yang mendalam dalam benaknya. Kini penyesalan itu mulai menggerogoti perasaanya perlahan. Setiap menit ia habiskan di dalam dunia itu, anak itu mulai frustrasi. Perlahan-lahan rasa sukanya dengan dunia ini hilang.
    Dia selalu berharap ada yang datang menolongnya keluar, hasratnya mulai timbul untuk melarikan diri. Tetapi dia tidak bisa melakukanya. Langit sudah bewarna biru kegelapan, ditaburi oleh banyak bintang. Sesuatu terasa baru dalam benaknya melihat banyak bintang itu, tidak pernah terjadi sebelumnya namun tampak indah.
     Ada satu bintang yang menarik perhatianya, dia tidak berkedip sama sekali. Bewarna oranye ke merah-merahan, matanya di pincingkan. Namun tetap tidak terlihat jelas.
"Itu bintang Hufret 20." Terang suara disampingnya membuat pikiranya pudar.
"Apa?" tanya Cassie
"Itu bintang yang muncul 5 bulan sekali. Indah kan?" Jawab Alex
"mmmm ya." Balas Cassie
"Jika kau penasaran dengan bintang-bintang disana kau bisa menanyakan pada Eric, temanku. Dia ahli." Tambah pria itu
"Oh tidak, aku hanya terkesan" balasnya.
    Beberapa orang hanya sedang bernyanyi-nyanyi dan meneriakkan motto mereka di depan api unggun. Seperti biasanya. Cassie merenungkan sesuatu yang tidak jelas.
Legan menghampiri Bella yang masih memegangi makananya, gadis itu tampak terkejut ketika Legan menepuk pundaknya tiba-tiba. "Aku rindu dunia nyata." Katanya. Kata-kata itu membuat Bella tersadar dari lamunan 10 detiknya.
"Kau mengatakanya." Kata Bella murung
"Ya, aku mengatakanya. Sampai kapan? Harus mengeluarkan para prajurit itu dari sini, memerjuangkan menyelesaikan masalah yang bukan milik kita. Aku rasa, sia-sia." balas anak itu.
"Bahkan aku tidak ingat, alasanku berada disini. Tidak hanya kau!" Balas gadis itu pergi.
     Suatu suara melengking, mengaggetkan semuanya prajurit disitu. Sebuah panggilan dari arah pohon Mahoni di depan, suara pluit itu terdengar aneh. Semuanya berlari menuju pria itu. Cassie tidak memerdulikanya, dia hanya berjalan menuju ke arahnya. Alex memanggil Cassie untuk berdiri di sampingnya, gadis itu menurut. "Berikan petanya" perintahnya. Gulungan peta itu keluar dari sakunya, dan ditunjukan ke semua prajurit.
"Kita akan menuju bukit Alavance seminggu lagi, latihan kita sudah cukup. Besok kita akan menentukan strateginya." Jelasnya
"Corisvieu!!!!" teriaknya kepada para prajurit itu
"Corisvieu!!!!!" Balas mereka.
     Mereka kembali ke gubuk mereka, Cassie kembali ke kamarnya. Ia mengambil batu pengasah dari sakunya. Gadis itu tertarik dengan pedangnya, hatinya bertekad bahwa dia harus mempunyai yang lebih tajam daripada punya Alex. *sriing* . Suara itu terdengar nyaring hingga luar kamar. Ia melakukanya berkali-kali hingga pedangnya tajam.
     Daun pintu kamarnya terbuka, memunculkan wajah Alex disana. "Psst! Kemarilah." Katanya dengan wajah serius. Suara nyaring asahan pedang itu terhenti, gadis itu menengok ke arah sumber suara.
Mereka berbicara di ruang tengah, tampaknya dengan tema yang serius. Raut wajah Alex tidak pernah seserius itu sebelumnya.
"Jadi, kita akan melawan naga itu seminggu lagi. Naga itu obstacle di dunia ini, ku harap kau paham. Dulu kami sejak pertama kali memasuki dunia ini, kami menyelusuri setiap wilayah disini. Kami menemuinya. Pasukan kami lebih dari 2000 prajurit dan sebagian hangus karena terkena semburan api naga itu. Tidak mudah, aku mengalaminya. Bahkan aku tidak tahu mereka sekarang dimana. Dunia ini seperti teka-teki. Aku yakin kau juga merasakanya." Jelasnya
hening.
    Gadis itu terdiam saat mendengar kata-kata hangus itu, dia mulai merasakan kepanikan itu sekarang. Kata-kata pria itu membuatnya membayangkan jika dia berada disana. Tentunya akan, seminggu lagi.
"Aku benci kotak itu!" bentaknya
"Aku mengerti, tapi dahulukan kepentingan di dalam dunia ini! Kami juga ingin bebas!" balas Alex membuat beberapa prajurit keluar dari ruanganya.
    Cassie mulai geram mendengar suaranya, ia kembali ke kamar dan mengunci pintu kamar. Pikiranya penuh sekarang, dan perasaanya berkecamuk. Dia berharap dirinya bisa kembali ke dunia nyata sekarang."Seorang gadis yang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin dari kedua temanya, akan menghadapi seekor naga berkapala tiga". Kata-kata itu terus berulang di kepalanya, membuatnya menangis.
     Beberapa orang mengetuk pintu kamarnya, dan menanyakan keadaanya. Cassie menghiraukanya, dirinya tidak bisa tenang malam ini. "Cass, ini aku Bella!!" teriaknya dari balik pintu
"Pergilah... Aku tidak ingin bicara!" bentaknya.
     Kepalanya pusing, kata-kata itu tidak bisa berhenti di kepalanya. Anak itu tidak bisa menghentikanya, hingga ia terdiam mencoba menenangkan dirinya untuk sementara. Suara panggilan beberapa prajurit itu diluar telah berhenti, meninggalkan kesunyian malam. [ ]

 Dream Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang