Bab 3

48 2 0
                                    

"Kau sungguh menganggetkanku." katanya.
"Apa? Aku hanya ingin keluar dan kau sedang apa diluar sana?" tanya ibunya.
"Tidak." Cassie murung.
      Ia berlari menuju tangga yang rapuh, sesekali ia terjatuh karena tangga itu benar-benar reyot. Terdapat ruang yang sangat Cassie sukai di rumahnya dan ia paling suka untuk menghabiskan waktu disana. Teras kamar. Ya, itu sangat disukainya ia menuju kesana dan duduk menatapi jalanan dibawahnya.
      Ia membuka buku novelnya seperti biasanya, membacanya, dan mulai membayangkanya seolah-olah ia berada di dalam buku itu. "hari ini sungguh membosankan dan aku benci ini" katanya dalam hati.
Dia membayangkan teman-temanya dulu disekolah, Cassie dapat merasakan itu rasa dimana ia putus sekolah. Ia menginginkan dunia itu kembali lagi padanya, rasa ingin berteriak menjalarinya hingga ia menangis di teras itu. Tidak ada seorang pun yang tahu.
    Cassie seketika itu mendengar suara-suara aneh dari bawah, tetapi ia menghiraukanya hingga terdengar sangat jelas "Cass... Casss" kemudian ia menengok dan sangat kaget melihat Legan dan Bella dibawah sana. Mereka melambaikan tangan kepadanya. Kemudian Cassie menghampirinya.

Bruk.
"Cassie, apakah kau gila?" tanya sang ayah.
"mmm?" anak itu belum sadar sepenuhnya.
"Dia tak terlihat baik.." kata ibunya
"A...A...apa yang terjadi? Mengapa sakit sekali?"
ringisan.
"kau sleep walking lagi ya? Atau kau mencoba untuk bunuh diri? Ku kira ada meteor jatuh tadi dan syukurlah kau masih hidup" kata ayah.
"Entahlah aku hanya ingin menemui temanku mereka ada tadi dan melambaikan tanganya padaku"
ringisan.
Ayahnya menggeleng dan mengangkat anaknya kembali ke rumah.
"kenapa sakit sekali punggungku?"
"Kau jatuh dari balkon, dengar? Kau jatuh tadi. Kurasa kau mulai tidak waras" khawatir ayahnya, "dan tidak ada temanmu disana, aku tidak mendapatkan seseorang pun mengunjungi kita dengar?"
     Anak itu hanya mengangguk dan meringis kesakitan, lalu siapa yang tadi dilihatnya itu tampak nyata. Cassie tidak merasakan tertidur sekalipun dan sekarang ia merasakan teramat sakit ketika tubuhnya ditaruh di sofa. Ia menatap atap rumah itu yang kusam.
     Apa yang dilihatnya itu sungguh nyata ia merasakanya hingga tadi ia merasa bahwa di depanya adalah jalanan lurus bukan teras. Cassie menghiraukanya.
     Hari sudah larut malam, sudah waktunya anak itu tidur di kamar namun dia tidak dapan bergerak sekecil apapun karena punggungnya sedang bermasalah. Ia tertidur di sofa ruang tamu, sedangkan orang tuanya di kamar mereka.

Beberapa minggu kemudian...

     Tidak ada hari yang enak pasca ia jatuh dari balkon teras itu. Semuanya tampak lebih buruk daripada biasanya. Hari-hari ia lewati dengan keperihan menjalar yang luar biasa. Cassie berpikir dia patah tulang atau mungkin hanya remuk sedikit, hingga kini ia kembali bisa berjalan lagi.
"Jangan tidur di teras lagi!" bentak ibunya, "dan kau sudah tau biaya pengobatanya kan" tambahnya.
Cassie hanya tersenyum kepada ibunya, kata-kata yang sulit dibantah itu menyelimuti pikiranya sekarang.
    Ia kembali menemui ayahnya di kebun dengan pekerjaan yang biasanya ia lakukan. Ia datang karena ia dipanggil, dan menemui ayahnya.
"Apa?"
"mungkin kau bisa membantuku? Badanku kurang sehat akhir akhir ini dan akan sangat melelahkan apabila aku bolak-balik mengambil bibit dari sana dan kemari."
"baiklah, aku mendapatkanya."
Cassie berjalan ke arah tempat bibit-bibit itu disimpan lalu memberikanya kepadanya.
"terima kasih anak baik."
Cassie tersenyum kecil.
      Ada sesuatu yang janggal ketika ia memberikan bibit itu kepadanya, disaat ia menggali. Anak itu melihat ada suatu yang aneh di dalam tanah. Dia berpikir kalau itu mungkin hanya halusinasinya saja, tetapi ia melihat itu untuk kedua kalinya. Hingga pada akhirnya itu memang benar. [ ]

 Dream Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang