Just Best Friend?

761 76 1
                                    

Aku menyadari sebuah senyuman terlukis diwajahku melihat chatku bersama Vincent, dia sahabatku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menyadari sebuah senyuman terlukis diwajahku melihat chatku bersama Vincent, dia sahabatku.

Bisa dibilang kami sudah lama berhubungan di Roleplay. 5 bulan sepertinya. Cukup lama ya? Pasti ada yang bertanya, kok bisa bertahan? Yang pastinya aku bertahan tidak hanya dengan satu alasan saja.

Aku mengenal Vincent setelah 1 minggu back memainkan roleplay dari long hiatus-ku. Pada awalnya ia sangat slowrespon dan cuek, hanya menjawab yang penting tanpa embel-embel panjang walaupun balasanku 180° berbeda darinya.

Aku tentunya tidak menyerah, dan setelah 1 bulan pada akhirnya dimulai saat itu ia mulai berubah menjadi fastrespon dan perhatian. Sampai sekarang kami seperti itu

By the way, kenalkan namaku Olivia Putri, dan namaku di roleplay adalah Livina.

"Diliat mulu, sekalian aja ajak kencan tuh handphone," celetuk Rina—sahabatku—melihatku sedikit kesal.

"Hehe, sorry. Dia lagi on, jadi maklum di kacangin dulu sebentar," ucapku meminta maaf.

"Oh si Vincent itu?" tanya Rina menebak dan aku mengangguk walau mataku tak menatapnya.

Aku bisa melihat Rina mengangguk-anggukkan kepala, "masih berharap sama dia? gak bosen?"

Aku mematikan layar handphone-ku, kemudian fokusku teralihkan pada sahabatku di depanku.

"Apasih," jawabku singkat menyembunyikan kebenaran.

"Vincent baru balik dari hiat, dan ya seperti biasa dia fastresp. Jangan tinggalin kesempatan apapun," jelasku tersenyum-senyum menatap Rina, dan ia malah menggelengkan kepala.

"Woy udah 5 bulan, ngarep-nya udah kelamaan, Liv. Udah gausah gini terus cari cowo lain aja." Kata Rina lalu menepuk pundak kiriku.

Iya, kalian sudah paham? alasan aku tetap bertahan adalah karena aku menyukai Vincent. Entah kapan perasaan ini muncul, namun otakku selalu berkata bahwa jangan pernah menyerah.

Selama itu Vincent sudah beberapa kali berganti pasangan, namun tidak pernah namaku ada di bionya. Haha, menyedihkan.

Tapi selama itu pula hubungan kami selalu baik. Aku sudah tahu tentangnya, dan ia sudah tahu tentangku. Kami jelas sangat dekat.

...

Sungguh lelah sekali malam ini aku sudah menyelesaikan beberapa tugas dari guru-guruku di sekolah. Kudaratkan bokongku diatas kasur dan kunyalakan handphone yang kugenggam sejak tadi.

 Kudaratkan bokongku diatas kasur dan kunyalakan handphone yang kugenggam sejak tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku rasa senyum diwajahku mengembang.

"Liv, jangan begadang. Besok bukan hari libur."

Aku menoleh dan melihat ibuku sudah berdiri tak jauh dariku. Sejak kapan ia berada disitu?

"Iya, bu. Sebentar lagi ya," jawabku tersenyum menatapnya, dan langsung meletakkan handphone-ku di sebelahku.

"Lagi chat sama siapa sih?" tanya ibuku dengan senyuman.

Yah, ketahuan.

"Ehm, bu. Oliv mau nanya, apa kecocokan awal pacaran itu dilihat dari waktu lama mengenal?" entah kenapa aku ingin menanyakan itu pada ibuku. Cukup pertanyaan yang pas untuk kehidupan RP-ku sekarang, bukan?

Ibu berjalan mendekatiku, duduk di sisi ranjang terdekatku.

"Menurut ibu tidak. Cinta tidak memandang waktu, tidak memandang siapa kita, dan apa status kita sebelum menjadi pasangan," jawab ibu lembut.

"Belum tentu hubungan sahabat yang sudah mengenal sampai bertahun-tahun bisa jadian, dan belum tentu juga hubungan teman yang waktunya masih bisa dihitung jari bisa jadian," jelasnya.

"Oliv mulai paham. Jadi lama PDKT itu gak berpengaruh ya?"

"Iya begitu. Bisa saja hubungan sahabat lebih baik daripada pacaran. Menurut ibu, mengubah segala sesuatu itu akan ada resikonya, entah kecil atau pun besar. Jadi lebih baik tidak mengubah daripada menjadi hancur." Lanjut ibuku panjang lebar.

Setiap kata yang ibu katakan membuatku paham. Pikiran dan hatiku juga menyetujui perkataannya. Apa ini saatnya aku berpikir bahwa Vincent tidak akan aku dapatkan, dan saatnya aku move on.

...

"Pikirin Vincent?"

"Huh?"

Aku terkejut entah sejak kapan Rina sudah duduk di bangku sebelahku.

"Iya, kamu masih pikirin cowo itu?" tanya Rina sekali lagi.

"Hm, gak juga," jawabku singkat. Pada nyatanya aku masih memikirkannya.

"Kenapa gak jujur duluan? menurutku itu lebih baik." Saran Rina merangkulku.

Aku diam sejenak.

Jujur? untuk apa? lagipula sudah terlambat.

Aku tidak menjawab dan menyerahkan handphone-ku pada Rina.

Aku tidak menjawab dan menyerahkan handphone-ku pada Rina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bisa melihat perubahan ekspresi pada wajahnya.

"Wah gila ini. Kamu kenal cewenya?" tanya Rina.

"Gak sih. Tapi aku rasa mereka baru kenal beberapa hari. Lihat bionya, tanggal mereka jadi duo," jelasku setenang mungkin.

"Terus perasaanmu?" tanya Rina serius.

"Yaudah mungkin dia lebih cocok sama perempuan itu." Jawabku.

Pikiranku sebenarnya lebih berfokus pada ucapan ibuku. Aku harus melupakan perasaan ini. Lagipula, mungkin Vincent lebih cocok pada wanita itu dibanding aku.

Ingatlah lamanya perempuan dan laki-laki dekat tidak berpengaruh apakah mereka bisa menjadi pasangan atau tidak.

...

Ekhem garing ya? Maaf yaa. Semoga kalian suka ceritanya😊

— sinb

Our Fake Life | RolePlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang