INFORMASI

339 12 0
                                    

Semilir angin pagi menerpa rambut panjang sepunggungnya yang berwarna hitam, tak berponi. Kulit putihnya nampak bersih ketika ia melepaskan jaket yang tadi ia pakai untuk menutupi kulitnya dari sinar matahari.

Siang ini setelah pulang sekolah Dasha meminta teman laki-lakinya yang lain untuk mendengarkan curhatannya. Putra Gunawan, atau biasa di panggil Putra, kemudian mengajak Dasha ke tempat tongkrongannya agar Dasha bisa curhat dengan leluasa. Tongkrongan gangan, adalah tempat yang biasa Dasha datangi dulu bersama mantannya ketika nongkrong. Dasha sengaja tidak meminta tolong kepada Arjuna lagi karena Dasha tau, Arjuna akan melarangnya seperti kemarin.

"Bagi tiga ratus ribu dong. Buat beli 'itu'" pinta Putra seperti biasa kepada Dasha. Putra memang pecandu barang haram. Tapi, saat ini Putra sedang tidak memakai barang 'itu', jadi dia bisa konek di ajak ngomong.

Dasha mengeluarkan uangnya dari dompet dan memberikan uang sejumlah yang di minta Putra. Putra pun memberikan uang itu ke seseorang lalu menerima serbuk putih di dua plastik kecil.

"Lo bener-bener udah mikirin buat kabur?" tanya Putra kemudian menghisap rokoknya. Putra hanyalah anak dari golongan biasa. Ayahnya hanya tukang parkir dan Ibunya penjual gorengan. Dasha mengenal Putra dari mantannya yang kinibtelah putus hubungan dengannya.

"Udah, Put," jawab Dasha yakin.

"Udah tau mau tinggal dimana belom?"

"Emang kabur harus ada tujuannya?" bingung Dasha menanggapi pertanyaan dari Putra. Pertanyaan sama yang di lontarkan Arjuna kemarin.

"Ya haruslah. Gini lho, Dash. Lo kan ngga mungkin nih kabur dari rumah langsung tidur di jalanan, di emperan. Paling ngga lo mau tinggal di tempat gitukan? Entah dimanalah itu. Soalnya lo kan pasti bawa barang-barang lo, tas-tas lo yang isinya baju dan lainnya. Bener ngga?"

"Ya sih..."

"Nah itu kalo lo ngga ada tempat tinggal, lo mau taro barang-barang lo dimana?"

"Ya juga sih... ngga kepikiran sama gue. Ya gue kira mah kabur ya tinggal kabur aja gitu ngga usah cari tempat,"

"Ya kalo cowok sih bisa langsung begitu. Lha ini kan lo beda, cewek,"

Dasha termenung. Iya juga sih.. ada benernya juga yang di bilang Putra.. batin Dasha.

"Gue belom tau mau tinggal dimana," ucap Dasha memandang Putra bingung.

Putra tampak berfikir sambil menghisap rokoknya. "Dana lo berapa?" tanya Putra memandang Dasha.

"Tiga puluh juta," jawan Dasha enteng.

"Hah, buset!? Lo mau minggat apa mau liburan? Duit sebanyak itu buat apaan? Ya kalo masih bawa ATM dari bokap lo mah bukan kabur namanya. Dash, yang namanya kabur itu, lo harus siap hidup di jalanan. Yang lo bawa cuma baju sama perlengkapan lainnya. Kalo emang niat lo kabur yang sesungguhnya lho ya," ucap Putra.

"Gitu ya.. jadi gue ngga bisa bawa kartu ATM gue nih?"

"Ya mendingan ngga usah kabur,"

Dasha berdecak, bingung. Dia tidak ada pegangan uang sama sekali selain di kartu ATMnya ini. Eh tunggu! Dasha teringat sesuatu. Celengan ayamnya yang belum pernah dia hancurkan.

"Gua ada sih duit di celengan. Tapi ngga tau berapa," ucap Dasha.

"Sejuta nyampe ngga?"

"Ngga tau gue,"

Putra terdiam. "Di deket sini ada sih kontrakan petakan, murah. Tapi lo mau ngga disitu? Tempatnya kecil," ucap Putra.

Lama Dasha terdiam, berfikir. "Ngga papa deh. Daripada ngga ada tempat," ucapnya akhirnya. "Emangnya dimana?" tanyanya kemudian.

"Pemancingan Marto,"

Dasha mengerutkan dahinya dengan alisnya yang ikut bertaut. Dimana itu? Nama tempatnya begitu asing baginya. Ia tidak pernah mendengar nama itu meskipun ia sudah lama tinggal di Jakarta.


DASHA & JAKARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang