TERUSIR

248 8 0
                                    

Dasha dan Putra tiba di depan kontrakan Dasha ketika jam menunjukkan jam delapan malam. Putra menurukan standart motornya ketika mesin motor telah mati. Wajah mereka nampak lelah. Ada keputus asaan disana. Sudah beberapa hari ini mereka berusaha mendapatkan uang untuk bayar kontrakan namun hasilnya nihil. Mereka hanya mampu mendapatkan delapan puluh ribu. Itu pun sebenernya uang Putra yang Putra kumpulkan di celengannya.

Beberapa hari kesana kemari mencari pinjaman uang ke teman-teman Putra pun hasilnya nihil. Dasha juga enggan untuk meminjam ke teman-temannya. Bisa-bisa mereka tau keberadaan Dasha. Uang hasil penjualan barang haram Putra pun tidak seberapa karena memang polisi sedang mengadakan penggebrekan besar-besaran. Jadi, Putra memutuskan untuk berhenti dulu menjual barang haram.

Salah Dasha memang dari awal, yang tidak mau mengiyakan ajakan Putra untuk mengamen. Dasha lebih keukeuh dan keras kepala atas pilihannya yang lebih memilih untuk meminjam. Hingga sudah hari kelima, lewat tiga hari dari hari tenggang pun masih delapan puluh ribu yang mereka dapatkan.

Dasha hendak membuka pintu kontrakannya, namun tatapannya terhenti di selebaran kertas yang ada di pintu kontrakan. Di secarik kertas putih yang agak besar bertuliskan spidol hitam.

DI MOHON DENGAN SANGAT. UNTUK ANDA SEGERA MENINGGALKAN KONTRAKAN INI. SILAHKAN MEMBERESKAN DAN BAWA BARANG ANDA DARI SINI JIKA TIDAK MAMPU BAYAR. TERIMA KASIH.

Deg!

Dasha menunduk, kemudian menangis. Putra segera menghampiri dan merangkul pundak Dasha yang ada di sisi kanannya. Turut membaca tulisan tersebut dan memeluk Dasha.

"Gila. Buat bayar seratus lima puluh ribu aja gue ngg ada!" umpat Dasha dalam tangisnya. Ia benar-benar tidak menyangka akan hal inim Uang yang dulu sangat begitu ia remehkan jumlahnya dan dengan cepat ia habiskan, kini sangat bernilai banyak baginya.

Putra terus memeluknya sambil mengelus-elus pundak Dasha. "Ssshh.. sshh.. tenang ya, Dash.. tenang.. Ada gue disini.." hibur Putra.

Dasha masih menangis.

"Maafin gue, Dash. Ini salah gue,"

Dasha melepaskan pelukan dan memandang Putra. "Ngga, Put. Bukan. Ini bukan salah lo. Ini salah gue yang ngeyel ngga mau lo ajak pergi ngamen atau apapun. Kalo seandainya aja dari kemarin gue.."

"Ssstt..! udah udah, Dash.. udah.. ngga papa. Seengganya kita udah dapetin akhirnya walau pahit," ucap Putra menghapus air mata Dasha.

Dasha sesunggukan. Ia benar-benar merasa jatuh. "Terus sekarang gimana? Mau kemana?" tanyanya.

Putra terdiam dan spontan dahinya berkenyit tanda berfikir. Iya.. dia tidak memikirkan hal ini...

Beberapa menit mereka terdiam dengan hembusan angin yang kian terasa dingin karena semakin malam.

Aha!

"Jualin aja baju-baju gue di online!" usul Dasha terlihat senang dengan telunjuk tangan kanan di atas.

"Online? Tapi, Dash.. itu kelamaankan? Ini aja udah jam berapa. Lo mau tinggal dimana besok? Makan apa?" tanya Putra membuat Dasha langsung terdiam. Wajahnya nampak berfikir.

"Terus gimana?"

Kini, berganti Putra yang terdiam. Berfikir.

"Aahh..! Jual di pasar malam aja!"

"Hah?!" kaget Dasha. "Harga jualnya ngga tinggi dong? Gue beli barang-barang ini kan mahal, Puutt.." rengek Dasha.

"Udah ngga ada waktu, Dasha. Keburu pagi ini. Emang lo ngga mau tidur? Ngga mau makan? Kalo mau, yuk gue anterin ke pasar malam dekat sini. Tadi kita lewatin kok. Kita jualan aja disitu. Jatah preman dan lainnya biar urusan gue,"

"Hah?" Dasha ber-hah ria untuk kedua kalinya. Jatah preman? Emang tempat begitu ada jatah premannya? batin Dasha.

"Ih malah bengong. Ayo. Jadi ngga?"

Dasha terdiam. Berfikir.

"Dash?"

Dasha menghembuskan nafas. Berat. Barang-barang mahalnya mau tidak mau saat ini memang harus di relakannya untuk di jadikan uang. Daripada ngga makan sama sekali.

"Ayo deh. Boleh," saut Dasha. Senyumnya mulai terlihat. "Eh, kenapa hasil jualannya ngga kita bayarin kontrakan ini?" tanyanya kemudian.

"Udah, Dash. Ngga usah. Ada yang lebih layak kok. Lagian emang lo ngga malu kalo masih tingga disini terus di liatin tetangga lo? Itu juga kalo si Bapak kontrakan masih mau nerima duit,"

Dasha terdiam. Iya juga sih... duit sih pasti mau di terima. Tapi malunya itu lho. Ah mending pindah! batin Dasha.

Dasha pun segera membuka kunci pintu kontrakan. Lalu mengemasi barang-barangnya di bantu Putra. Ya tak perlu membawa hal yang merepotkan seperti ember dan karpet tidur. Lebih baik ia tinggalkan saja. Lagipula terlalu berat dan susah untuk di bawa. Setelah di rasa semua sudah beres, mereka pun keluar kontrakan. Dasha meletakkan kunci kontrakan di kolong pintu di dalam kertas tadi. Mereka pun pergi meninggalkan tempat itu menuju pasar malam menggunakan motor Putra.







DASHA & JAKARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang