Kata Ainun, ibunya hanya masuk angin beberapa hari yang lalu dan dia sudah sembuh. Lalu pada hari Swara dikabari bahwa ibunya meninggal, waktu itu beliau cuma pamit tidur siang dan meminta Ainun untuk menjaga ayahnya dulu. Namun, siapa sangka itu adalah tidur untuk selamanya.
Dari semua keluarga yang ada, memang Swara lah yang paling terpukul dengan ujian kali ini. Yang bercokol di kepala Swara hanyalah pertemuan terakhirnya dengan Ningrum. Ia berseteru dengan beliau dan pergi begitu saja setelah meminta maaf. Memang mereka masih berhubungan intensif melalui telepon, tapi .... Swara tetap merasa bersalah. Ia benar-benar tidak menyangka ibunya lah yang pergi lebih dulu, padahal ayahnya yang sudah sakit—Goblok! Bukan maksud Swara menyumpahi ayahnya meninggal lebih dulu, tapi jika dinalar kan .... Ahg! Swara tidak tahu lagi.
Bahkan sekarang sudah lewat peringatan hari ke tujuh dari kematian sang ibu. Swara masih saja terus melamun. Pikirannya belum bekerja secara normal untuk kembali menjalani kehidupan kampus.
Terkadang Swara berpikir untuk menuruti kemauan ibunya untuk menikah dengan Sigit. Setidaknya jika memang hidup Ningrum tidak sepanjang bayangan Swara yang bakal bisa membuat beliau melihat kesuksesannya kelak, Ningrum bisa lega sebelum pergi. Tidak dililit perasaan hutang budi dan ayahnya akan ada yang mengurus dengan lebih teliti—tentu saja maksudnya hanya Swara yang begitu sayang pada orang tuanya. Namun, lebih sering Swata membetulkan keputusannya menolak untuk menikah. Lagi pula dia masih muda, kuliah juga belum ada setengah jalan, memulainya pun bukan perkara mudah. Bagaimana mungkin Swara melepasnya? Melepaskan kemerdekaan yang ia raih dengan susah payah? Yang benar saja!
Sehabis menjemur cucian di samping rumah, Swara duduk di atas bongkahan akar pohon yang memang di letakkan di sana sebagai tempat duduk. Ia bertompang dagu mengamati seprai yang warnanya sudah luntur milik orang tuanya. Hampir saja ia menangis lagi karena pikiran bahwa ia gagal membahagiakan orang tua. Betapa ia belum melakukan apa-apa untuk mereka, tapi keadaan mereka sekarang sungguh-sungguh sudah tak memungkinkan.
"Ra, ngapain, Nduk?" Kemunculan sang bibi menarik kembali genangan air mata Swara. Nineng, kakak dari ibunya, tersenyum lembut.
Swara hanya menggeleng dengan senyuman guna menjawab pertanyaan Nineng. Saat melihat Nineng ingin duduk di tanah, Swara segera bangkit dan mempersilahkan beliau duduk di atas akar pohon yang ia duduki sebelumnya.
Nineng mengelus bahu Swara sebelum duduk di sana. Ia memang tahu akhlak Swara terhadap orang tua itu bagus. Ia tahu sekali sopan santun dan sangat menyayangi kedua orang tuanya. Anak ini meskipun yang paling muda, tak pernah enggan atau sungkan untuk mengurus ayahnya yang sudah stroke.
"Besok Mbokde pulang, ya, Ra?"
Kini Swara sudah duduk meluruskan kakinya yang dibalut rok di tanah. "Pakdhe yang jemput?"
"Mas Eko. Pakdhemu udah balik lagi ke Semarang tadi malem."
Swara hanya manggut-manggut. Bibinya ini adalah anggota keluarga yang paling baik menurut Swara. Beliau menginap di rumahnya dari hari pemakaman sang ibu hingga sekarang dan membantu segala urusan.
"Ra ...." Nineng memberikan jeda dalam ucapannya. Dia menunduk, menunggu reaksi Swara. "Kamu inget nggak permintaan terakhir ibukmu apa?"
Berasa otak Swara disambar gledek saat kalimat 'Ibuk mau aku menikah sama Mas Sigit' muncul di dalam kepalanya. Swara menoleh dengan kilat ke arah sang bibi. Dari mana Nineng tahu masalah ini? Dari kakaknya, kah?
"Bapakmu yang bilang ke Mbokdhe. Dia juga pengen kamu segera nikah biar ada yang jaga—"
"Dhe, Swara mau masak dulu, ya?"
Menyentuh tangan Nineng sesaat, Swara langsung minggat dari sana secepatnya. Ia tak mau melanjutkan pembicaraan yang menjurus dengan Nineng. Jika begini, Swara malah makin merasa bersalah pada ibunya dan juga marah pada keinginan gila tersebut. Swara tidak suka perasaan serba salah begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKAD
Romance[SUDAH DIREVISI] Menikah muda sungguh bukan suatu hal yang pernah ia bayangkan dan akan ia lakukan. Swara hanya ingin menuntut ilmu setinggi mungkin dan menjadi orang yang sukses untuk mengangkat derajat keluarganya dengan menggunakan tangannya send...